Inibaru.id - Reno menyambut Sabtu sore dengan dandanan maksimal. Bocah itu memakai baju rapi dan wangi. Wajahnya penuh usapan bedak khas anak-anak dan rambutnya disisr ke tepi. Di tangannya, ada selembar uang Rp 20 ribu yang sudah kusut karena dicengkeram dengan kuat.
Reno sudah membayangkan kalau sore itu bakal menjadi saat yang menyenangkan. Dirinya akan naik kereta mini.
Nggak lama berselang, wahana yang ditunggu-tunggu itu tiba. Kehadirannya ditandai dengan sirine khasnya yang meraung-raung. Reno bersama anak-anak yang sedari tadi menunggu, semringah. Mereka berlarian menghampiri kereta mini.
Belakangan, kereta mini menarik perhatian saya. Lokasi edarnya nggak bakal kamu temui di tengah kota atau di jalan-jalan utama. Kalau kamu hendak melihat atau menaikinya, mainlah ke pinggir-pinggir kota di Semarang Utara tepatnya di Rumah Susun Kaligawe, seperti yang saya lakukan sore itu.
Saya bertemu dengan Bagong, salah seorang pemilik kereta mini. Kepada saya dia mengaku belum lama memiliki usaha kereta mini ini. Alasan Bagong memilih wahana ini sebagai usaha juga dia ungkapkan.
“Bosan kerja sama orang terus. Pengin mandiri,” ujar Bagong pada Sabtu (16/1/2020). Selain menjalankan kereta mini dia punya usaha angkringan.
Rute yang ditempuh oleh kereta mini Bagong memang nggak jauh-jauh dari daerah Semarang Utara. Biasanya jarak edarnya hanya sekitar Kota Lama, pelabuhan, Pleret, dan Taman Banget Ayu.
“Kalau sampai tempat tujuan penumpang saya persilakan turun lalu mau foto atau jajan-jajan. Ya, seperti bis-bis wisata itulah,” ujarnya.
Saya menyempatkan ikut jalan-jalan dengan kereta mini Bagong. Tujuannya kami ke Taman Banget Ayu. Sepanjang perjalanan, kereta mini ini dipenuhi banyak suara. Musik dangdut yang lirih, celoteh anak-anak, derit bangku, dan suara selongsong knalpot yang terus terbentur karena nggak terpasang dengan baik menjadi "backsound" kereta mini ini.
Saya sebenarnya cukup khawatir dengan keselamatan anak-anak selama perjalanan terutama yang duduk di pinggir bangku. Pasalnya, bangku pinggir nggak dilengkapi besi penutup. Jadilah saya pengasuh sekaligus pengawas dadakan. Kerap saya ingatkan mereka agar nggak melakukan hal berbahaya seperti melepaskan pegangan atau mengeluarkan anggota tubuh.
Kereta mini yang dibawa Bagong nggak setiap hari narik. Dia hanya beroperasi pada akhir pekan atau hari libur. Itupun juga jika cuaca cerah.
Sekali naik, penumpang dipatok tarif antara Rp 5 ribu sampai Rp 7 ribu. Kata Bagong, dia sudah menghitung-hitung agar nggak memberatkan penumpangnya.
“Tarifnya nggak mahal soalnya kami bukan ‘orang punya’,” terang Bagong. Dalam sekali operasi, dia bisa meraup pendapatan Rp 200 sampai Rp 300 ribu. Itu kalau lagi ramai.
Wahana 'Refreshing' dan Momong Anak
Meski targetnya adalah anak-anak, nyatanya orang dewasa juga ikut naik. Banyak juga ibu rumah tangga yang menghabiskan sore sambil momong anak dengan naik kereta ini. Sesampainya di Taman Banget Ayu, sembari jajan saya ngobrol ke salah seorang penumpang bernama Reni.
Kata Reni, naik kereta mini sebagai bentuk refreshing agar nggak jenuh di rumah. Selain itu kalau sambil naik kereta mini, anaknya jadi gampang makan karena sambil jalan-jalan.
“Biayanya nggak mahal tapi bisa jalan-jalan ke kota Semarang. Lagipula ini juga tetangga sendiri jadi nggak susah buat naik,” ujar Reni.
Selain Reni ada juga Dewi. Perempuan berusia 60-an tahun ini, menemani cucunya berjalan-jalan dengan kereta mini. Uniknya, ini kali pertama Dewi naik kereta ini meskipun dia dan Bagong adalah tetangga rusun.
“Tadi cucu saya minta naik. Nggak sempat ganti baju ini, masih pakai daster,” ucap Dewi yang disusul gelak tawanya.
Dewi antusias ikut karena awalnya dia kira kereta mini ini bakal memutari Kota Lama. Namun kendati demikian dia senang karena bisa jalan-jalan di sore hari.
Sementara buat saya, ikut jalan-jalan menggunakan kereta mini ini seperti wisata kecil dengan menelusuri sisi lain Kota Semarang yang belum pernah saya jamah. Cukup menyenangkan. Sepertinya, saya punya alternatif hiburan; naik kereta mini!
Kamu pernah naik kereta mini, Millens? (Audrian F/E05)