BerandaTradisinesia
Jumat, 13 Nov 2025 09:01

Tradisi Prasah di Sidigede Jepara, Arak-arakan Kerbau Jadi Simbol Cinta dalam Pernikahan

Tradisi Prasah di Kabupaten Jepara. (Instagram/sanggar_seni_kusumojoyo)

Dalam tradisi prasah, yang jadi seserahan pernikahan adalah kerbau berharga mahal. Makanya, yang menggelar tradisi ini biasanya adalah kaum berada.

Inibaru.id – Kalau biasanya seserahan pernikahan berupa perhiasan, pakaian, atau perlengkapan rumah tangga, warga Desa Sidigede, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, punya cara yang jauh lebih unik. Mereka menyebutnya Prasah, tradisi turun-temurun berupa seserahan seekor kerbau jantan dari mempelai laki-laki kepada pihak perempuan.

Tradisi ini bukan sekadar ritual simbolis, tapi juga menjadi penanda kebanggaan dan penghormatan bagi keluarga pengantin laki-laki. Bagi warga Sidigede, prasah bukan hanya menandakan status ekonomi, tapi juga soal niat tulus dan rasa hormat terhadap besan.

Arak-Arakan Kerbau yang Meriah

Pelaksanaan tradisi prasah biasanya berlangsung di pagi hari, sekitar pukul 07.00 WIB, sebelum akad nikah dimulai. Seekor kerbau jantan yang sudah dijinakkan diarak dari rumah pengantin laki-laki menuju rumah pengantin perempuan. Kerbau itu diikat dengan tali tambang di bagian leher, kepala, dan kaki, lalu digiring dalam suasana penuh sorak-sorai warga.

Menariknya, di belakang kerbau biasanya diikuti dengan barongsai, mobil pengantin, serta rombongan pembawa seserahan lainnya. Suasananya meriah, bahkan mirip karnaval kecil yang melibatkan banyak warga desa. Malam sebelumnya, tokoh agama biasanya membacakan doa dan mantra agar kerbau tetap tenang selama diarak.

Meski ramai, ada aturan tak tertulis yang harus dijaga, yaitu kerbau tidak boleh dipukul atau disakiti.

"Itu nggak boleh. Tapi karena suasananya ramai, terkadang kerbaunya susah dikendalikan,” kata Nurrofi’i, mudin Desa Sidigede sebagaimana dinukil dari Betanews, Sabtu(1/11/2025).

Asal Usul dan Makna “Prasah”

Tradisi Prasah disebut-sebut eksis sejak 1900-an. (Betanews/Umi Nurfaizah)

Istilah tradisi ini ternyata berakar dari kata “pasrah.” Ceritanya, sekitar tahun 1900-an, ada seorang tokoh Sidigede bernama Simin bin Radin. Ia menikahi putri seorang pria miskin yang ia temui saat sedang memotong rumput. Sebagai bentuk keikhlasan dan bantuan, Mbah Simin memberikan seekor kerbau kepada keluarga perempuan itu.

Warga yang menyaksikan kisah itu kemudian menyebut tindakan Mbah Simin sebagai bentuk “pasrah” atau dengan logat Jawa-nya, "prasah". Sejak saat itulah, tradisi ini diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian penting dari budaya Sidigede.

Selain itu, sebagian warga juga percaya bahwa prasah terinspirasi dari kisah Jaka Tingkir, yang harus menaklukkan kerbau sakti demi meminang putri Kerajaan Demak. Dari situ, kerbau pun menjadi simbol keberanian dan ketulusan cinta.

Bukan untuk Pamer, Tapi Bentuk Sedekah

Menurut Nurrofi’i, prasah bukan tradisi wajib, melainkan bentuk sedekah yang dilakukan secara sukarela. Karena biayanya cukup besar, mengingat harga satu ekor kerbau bisa mencapai Rp50–100 juta, hanya keluarga tertentu yang biasanya melakukannya.

“Bahasanya itu sedekah, seserahan dengan keikhlasan dari hati nurani,” ujarnya.

Selain kerbau, biaya lain seperti untuk menyewa jasa seniman barongsai, penari, atau pengiring arak-arakan juga tidak sedikit. Namun bagi warga Sidigede, prasah bukan soal gengsi, melainkan cara menunjukkan rasa syukur dan kebanggaan terhadap anak laki-laki yang sudah menikah.

Meski zaman sudah modern dan banyak tradisi mulai memudar, prasah masih tetap lestari di Sidigede. Setiap kali ada arak-arakan kerbau melintas, warga berbondong-bondong keluar rumah untuk menyaksikannya.

“Kalau ada yang membawa prasah, satu desa pasti tahu. Rasanya seperti pesta rakyat,” kata Wakhid, warga setempat.

Duh, jadi penasaran melihat sendiri tradisi prasah di Desa Sidigede, Jepara. Semoga saja, kita mendapatkan kesempatan itu ya, Gez? (Arie Widodo/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: