BerandaTradisinesia
Selasa, 15 Apr 2024 09:21

Tradisi Balon Udara: Ada Festival Resmi, Masih Banyak yang Ilegal

Festival Balon Udara Wonosobo pada libur Lebaran 2024. (Twitter/Jelajahi_IDN)

Banyak balon udara ilegal yang diterbangkan di luar area festival balon udara resmi dan jatuh ke rumah warga hingga memicu kebakaran atau ledakan. Hal ini tentu sangat membahayakan.

Inibaru.id – Nggak hanya berita yang menunjukkan padatnya arus mudik dan arus balik atau ramainya tempat wisata pada masa libur Lebaran 2024, ada hal lain yang menghiasi lini masa media sosial, yaitu keindahan Festival Balon Udara yang digelar dari 11 sampai 21 April 2024 di berbagai wilayah yang ada di Wonosobo, Jawa Tengah.

Beda dengan tahun-tahun sebelumnya saat tradisi balon udara lebaran bikin polemik karena dianggap membahayakan dunia penerbangan, jaringan listrik, hingga meningkatkan risiko kebakaran jika balon udara jatuh di atap rumah, festival tahun ini justru mendapatkan banyak pujian.

Alasannya, balon-balon udara berukuran besar dengan warna-warni yang cantik diterbangkan dengan aturan, yaitu ditambatkan dengan tali sehingga hanya akan terbang di lokasi festival. Meski balon udara bisa membumbung sampai ke ketinggian 75-150 meter di atas permukaan tanah, balon udara nggak memberikan dampak bahaya apa pun. Yang ada, birunya langit Wonosobo justru terlihat semakin cantik dengan adanya balon-balon udara tersebut.

Selain Wonosobo, sebenarnya daerah lain juga sudah menerapkan festival serupa seperti Pekalongan dan Ponorogo di Jawa Timur. Alasan dari pengadaan festival serupa ini, selain bikin tradisi menerbangkan balon udara tetap terjaga, membuat masa libur lebaran jadi semakin meriah, sekaligus membuat tradisi ini aman dan nggak membahayakan siapa pun.

Sayangnya, nggak semua orang menyadari maksud dari keberadaan festival tersebut yang disertai dengan aturan-aturan. Realitanya, banyak warga yang tetap menerbangkan balon udara dengan cara melepas begitu saja. Bahkan, kini yang sedang ngetren, balon udara itu diberi tambahan petasan sehingga membuatnya jadi lebih berbahaya.

Di Ponorogo, misalnya, viral di media sosial yang menunjukkan sawah padi yang baru saja ditanami rusak parah gara-gara terkena ledakan petasan yang dipasang di balon udara ilegal.

Dampak ledakan balon udara ilegal di Mungkid, Kabupaten Magelang. (Twitter/@nurullatif21)

Di Mungkid, Kabupaten Magelang, balon udara dengan petasan jatuh dan meledak di Perumahan Pesona Kota pada Jumat (12/4). Setidaknya, lima rumah dan satu mobil mengalami kerusakan akibat hal ini. Sehari setelahnya, balon udara juga jatuh di Wates, Magelang Utara. Untungnya, sudah nggak ada petasan yang menyala dan api balon sudah padam sehingga atap dari gudang es krim nggak sampai terbakar.

Terkini, orang yang menerbangkan balon udara yang jatuh meledak di Dusun Wonotingo, Desa Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, harus membayar ganti rugi karena balon udaranya menyebabkan kerusakan pada sebuah rumah.

“Kedua belah pihak sepakat kalau penerbang balon udara mengganti kerugian materi sebanyak Rp5 juta. Di balon udaranya ada kertas tulisan asal balon udaranya, yaitu dari Desa Baturono, Kecamatan Salam. Oleh karena itu bisa dicari siapa penerbangnya,” ungkap Kapolsek Borobudur, AKP Marsodik sebagaimana dilansir dari Radarjogja, Sabtu (13/4).

Asal kamu tahu saja, jarak antara Desa Baturono dan Desa Kembanglimus sekitar 18 kilometer. Yap, sejauh itulah balon udara ilegal bisa terbang dan menyebabkan bahaya kebakaran atau hal lainnya. Oleh karena itu, ada baiknya edukasi bagi warga perlu semakin digalakkan agar mereka mau menjaga tradisi balon udara Lebaran ini sesuai dengan aturan sebagaimana yang diterapkan di festival-festival resmi.

Memang, tradisi ini sudah berlangsung sangat lama, yaitu sejak 1960-an. Tapi, nggak ada salahnya melakukan modifikasi dengan menjadikannya jauh lebih aman, kan? Toh, tradisi bisa tetap jalan, lebaran juga bakal jadi semakin meriah kalau kita bisa melihat balon udara cantik terbang lama-lama di langit, bukannya lenyap tertiup angin sampai jauh. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024