BerandaTradisinesia
Minggu, 25 Mar 2023 21:52

Perang Kuning dan Bersatunya Jawa-Tionghoa Melawan Penjajah

Monumen Perjuangan Laskar Tionghoa - Jawa melawan VOC. (Flickr/Baka Neko Baka)

Perang Kuning merupakan salah satu perjuangan orang Jawa bersama orang Tionghoa di Lasem untuk melawan VOC.

Inibaru.id - Perang Kuning tercatat dalam sejarah sebagai salah satu perjuangan orang Jawa bersama orang Tionghoa melawan VOC yang berlangsung antara 1741-1743.

Meski berakhir dengan kemenangan Belanda, namun harmonisasi dan toleransi beragama antara orang Jawa dan Tionghoa di Lasem ini masih terngiang sampai sekarang.

Perang Kuning merupakan dampak dari Geger Pecinan di Batavia yang terjadi pada tahun 1740. Dilansir dari IDN Times, (7/6/2020) pada awal tahun 1740-an, Batavia dilanda krisis ekonomi akibat penurunan permintaan terhadap industri gula yang saat itu menjadi tumpuan bisnis utama mereka.

Belum lagi kedatangan imigran Tionghoa yang masif dan mengakibatkan pengangguran hingga angka kriminal meningkat. Nggak mau rugi, pemerintah VOC menarik pajak yang tinggi kepada orang-orang Tionghoa.

Mereka juga diminta membayar sejumlah uang untuk memiliki identitas khusus orang Tionghoa. Jika nggak memilikinya, pemerintah VOC nggak segan menangkap dan menjebloskan ke penjara. Bergulirnya isu liar mengenai kesewenangan Belanda, membuat masyarakat Tionghoa melawan. Dipimpin Kapitan Sepanjang, orang-orang Tionghoa menyerang penjara-penjara untuk membebaskan para tahanan.

Perlawanan ini bikin Belanda nggak segan membantai orang-orang Tionghoa. Di bawah kendali Gubernur Jenderal Valckenier keluar perintah untuk membantai seluruh orang Tionghoa yang ada tanpa pandang bulu.

Disebutkan dalam buku Geger Pacinan (2013), diperkirakan 7.000-10.000 orang Tionghoa tewas dalam pembantaian tersebut. Peristiwa ini ditengarai menjadi sebab terjadinya Geger Pacinan.

Nah, ketika terjadinya pembantaian di Batavia, Lasem dan sekitarnya banyak menampung pelarian orang Tionghoa dari Batavia.

Menurut jurnal Percampuran Budaya Jawa dan Cina: Harmoni dan Toleransi Beragama Masyarakat Lasem kurang lebih ada 1.000 orang Tionghoa Batavia lari dan mengungsi di Lasem. Tumenggung Oei Ing Kiat menerima para pelarian Angke itu dan mengizinkan mereka membangun perkampungan-perkampungan baru di tepi Sungai Kamandung, Pereng, dan Soditan.

Pembakaran terhadap perumahan etnis Tionghoa di Batavia. (Rijksmuseum via Wikipedia)

Akibat pelarian orang Tionghoa ke Lasem, banyak perubahan yang terjadi di berbagai sektor. Namun, perubahan ini sepertinya nggak diinginkan oleh VOC.

VOC yang secara politik semakin kuat mulai membidik daerah Rembang, daerah yang dianggap strategis sebagai kawasan perdagangan dan hutannya yang luas menghasilkan jati yang melimpah.

VOC melakukan perjanjian dengan Mataram dan kemudian mendirikan pemerintahan regency dan kantor dagang di Rembang dan Jepara. Menurut Tumenggung Widyaningrat (Oei Ing Kiat), hal ini telah mengikis teritorial sekaligus menjadi ancaman serius bagi Kadipaten Lasem.

Bersatunya Tionghoa-Jawa Melawan Penjajah

Monumen tentang Tumenggung Widyaningrat, Raden Panji Margono, Kiai Ali Baidlawi, dan yang lainnya yang sedang melawan VOC. (Google Maps/Cholifatul Jannah)

Tumenggung Widyaningrat bersama Tan Ke Wie dan Raden Panji Margono menjadi tokoh yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap pemberontakan yang terjadi di Lasem. Mereka diam-diam membangun kekuatan milisi yang terdiri atas koalisi antara etnis Tionghoa dan Jawa.

Nggak hanya Raden Panji Margono dan Tan Ke Wie, Raden Tumenggung Widyaningrat juga merekrut dari sisi milisi Arya Mataram dan Raden Purbaya yang berada di hutan Blora, Purwodadi, dan Pati.

Persekutuan Tionghoa dan Jawa, juga didukung Kiai Ali Baidlawi. Kala itu, Kiai Baidlawi merupakan ulama besar di Lasem pada paruh pertama abad ke-18. Ia mengelola sebuah pesantren bernama Pesantren Purikawak di selatan Masjid Lasem.

Dilansir dari Kompas (12/3), mereka merencanakan penyerbuan ke tangsi VOC di Rembang, Juwana, dan Jepara.

Raden Tumenggung Widyaningrat dan Raden Panji Margono memilih strategi peperangan dari pesisir pantai atau pelabuhan, lalu masuk ke jantung pusat kekuatan lawan.

Perlawanan pertama orang Tionghoa di Mataram terhadap kompeni, terjadi pada 1 Februari 1741, yang diinisiasi oleh 37 orang Tionghoa bersenjata bedil, tombak, dan pedang.

Pasukan yang terdiri dari orang-orang Jawa dan Tionghoa ini, memiliki kesamaan dana semangat yang sama untuk melawan perbudakan dan penjajahan.

Sayangnya, saat pasukan Lasem mulai menuju markas VOC di Juwana dan Jepara mereka gagal menembus pertahanan VOC di perairan sekitar Jepara. Kekuatan militer VOC di Jepara dan Juwana saat itu lebih kuat daripada pasukan Lasem.

Lasem Jatuh ke Tangan Belanda

Beberapa pasukan yang selamat dan berhasil kembali ke Lasem segera mengamankan diri. Tumenggung Widyaningrat memerintahkan pasukan Tionghoa-Jawa untuk menyembunyikan senjata dan menjalankan kehidupan seperti biasa.

Akibat dari Perang Kuning ini, Tumenggung Widyaningrat kemudian dipecat dan jabatannya diturunkan menjadi Tumenggung Mayor Titular oleh Pakubuwono II yang berada di pihak Belanda.

Sejak saat itu, Tumenggung Widyaningrat dan Raden Panji Margono, serta masyarakat Tionghoa di Lasem diawasi dengan ketat oleh VOC.

Meskipun nggak berhasil memenangkan perlawanan, Perang Kuning menjadi bukti persatuan beberapa etnis dan ras untuk melawan perbudakan dan penjajahan di Nusantara ya, Millens? (Fatkha Karinda Putri/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024