BerandaTradisinesia
Kamis, 27 Jul 2022 17:30

Pengadilan Surambi, Perkara Hukum yang Diselesaikan di Selasar Masjid

Pengadilan surambi di Yogyakarta dahulu dilaksaknakan di selasar Masjid Ageng Ngayogyakarta. (Twitter @HarisanAminan)

Sebelum menggunakan sistem hukum modern yang diadopsi dari sistem hukum Belanda, dulu banyak daerah yang menerapkan hukum Islam. Pengadilannya pun dilakukan di selasar masjid yang disebut dengan pengadilan surambi. Seperti apa ya pengadilan ini?

Inibaru.id ­– Banyak catatan sejarah yang menyebut Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 atau ke-8 Masehi. Hal ini berarti, masyarakat muslim di Nusantara sudah menerapkan hukum Islam jauh lebih lama dari peraturan hukum Belanda.

Salah satu wujud penegakan hukum Islam pada masa itu adalah pengadilan surambi. Sistem peradilan ini dijalankan Kerajaan Mataram Islam pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613 - 1645). Nama resminya adalah al-Mahkamah al-Kabirah.

Pengadilan surambi dipimpin oleh seorang ulama yang juga bertugas sebagai penasihat raja. O ya, perkara yang diurus oleh pengadilan ini meliputi perkara hukum perkawinan, talak, warisan, dan hukum pidana.

Prosesi Pengadilan Surambi

Dalam pelaksanaannya, pengadilan surambi menggunakan kitab yang disebut Kitab Angger-Angger. Kitab ini disusun guna memenuhi kebutuhan keraton dalam melaksanakan hukum Islam di wilayahnya. Referensi pembuatan kitab ini adalah Kitab Muharrar, Kitab Mahalli, Kitab Fathul Mu’in, dan Kitab Fathul Wahab.

Ada sepuluh orang yang menjadi pengurus pengadilan surambi. Mereka adalah kyai penghulu yang berperan sebagai ketua, empat orang pathok nagari, seorang penghulu hakim, dan sisanya adalah para katib.

Ada juga abdi dalem yang bertugas sebagai eksekutor. Mereka adalah Nirbaya yang melaksanakan hukum mati gantung, Singanagara yang melaksanakan hukum penggal, dan Martalut yang bertugas melaksanakan hukuman mati dengan keris, tombak, atau pedang.

Masjid agung tempat pelaksanaan pengadilan surambi di zaman kerajaan Islam. (Twitter @HarisanAminan)

Di selasar Masjid Agung, persidangan biasanya digelar dalam dua tahap, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Tahapannya mulai dari pemeriksaan laporan dan bukti-bukti, lalu dilanjutkan dengan putusan hukuman sesuai dengan bukti dan kesalahan yang dilakukan terdakwa.

Pudarnya Praktik Pengadilan Surambi

Ketika Amangkurat I menggantikan Sultan Agung pada 1645, peradilan perdata dihidupkan guna mengurangi pengaruh ulama dalam penerapan hukum sekaligus membuat kekuasaannya semakin besar. Meski begitu, pengadilan surambi masih tetap berjalan dengan kewenangan yang lebih terbatas.

Hal serupa diterapkan pada masa pemerintahan Pakubuwono IV pada 1788 sampai 1820. Pengadilan surambi masih menjadi pengadilan tertinggi. Tapi, adanya pengaruh Belanda membuat pengadilan ini semakin lama semakin berkurang penerapannya.

Pasca-perang Jawa yang dikobarkan Pangeran Diponegoro, pengadilan surambi secara resmi dihentikan pemerintah Hindia Belanda, tepatnya sejak Resolusi No. 29 diterapkan pada 11 Juni 1831. Sejak saat itulah, sistem penegakan hukum di Nusantara mulai mengadopsi sistem hukum Negeri Kincir Angin.

Jadi penasaran, bagaimana jika pengadilan surambi juga diterapkan di masa sekarang, ya Millens? (Goo, Kom/IB31/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024