BerandaTradisinesia
Sabtu, 26 Apr 2024 17:37

Ngalap Berkah Sunan Muria di Tengah Ribuan Peserta Sewu Kupatan Kudus

Ngalap Berkah Sunan Muria di Tengah Ribuan Peserta Sewu Kupatan Kudus

Ribuan masyarakat memadati Taman Ria di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, untuk mengalap berkah Sunan Muria. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)

Ribuan peserta Tradisi Sewu Kupat atau Sewu Kupatan berkumpul untuk ngalap berkah Sunan Muria. Seseru apa?

Inibaru-id - Satu rombongan pembawa gunungan ketupat dan lepet tengah berarak menuju Makam Sunan Muria saat saya memarkirkan kendaraan nggak jauh dari Taman Ria, Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, minggu lalu. Hari masih pagi, tapi pengunjung sudah sangat padat.

Hari itu, tepat sepekan setelah Idulfitri, masyarakat Desa Colo menggelar perayaan tahunan umat muslim yang secara umum dikenal sebagai Syawalan atau Lebaran Ketupat. Khusus untuk desa ini, warga menyebutnya Tradisi Sewu Kupat.

Oya, rombongan pengarak gunungan yang saya temui kebanyakan berkostum putih dengan bawahan sarung motif batik. Mereka berjalan, sedangkan gunungan yang terdiri atas ketupat, lepet dan hasil bumi lain dinaikkan mobil pikap. Gunungan diarak ke makam untuk gelaran doa bersama. Istilahnya, ngalap berkah Kanjeng Sunan Muria.

Secara keseluruhan, panitia menyebutkan ada 23 gunungan yang dikumpulkan; terdiri atas lima gunungan bikinan warga Desa Colo serta 17 sisanya masing-masing dari 17 desa lain di Kecamatan Dawe yang turut berpartisipasi.

Dari Makam ke Taman Ria

Proses pengarakan gunungan berisi ketupat, lepet, dan berbagai hasil bumi dari Makam Sunan Muria menuju Taman Ria. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)

Setelah berdoa bersama, rombongan gunungan berarak menuju Taman Ria. Urutannya, barisan dimulai dengan kelompok drum band, lalu dua cucuk lampah, kemudian dilanjutkan dengan seluruh peserta kirab yang merupakan pembawa gunungan dari masing-masing desa di Dawe.

Oya, saat kirab tengah menuju Taman Ria, saya telah tenggelam bersama ribuan warga yang begitu antusias menunggu rombongan tiba. Begitu melihat gunungan-gunungan yang tersusun begitu tinggi, saya jadi paham kenapa tradisi ini disebut Sewu Kupat.

Ketua Panitia Tradisi Sewu Kupat Muhammad Antono menuturkan, nama "sewu kupat" memang diambil dari banyaknya ketupat yang dikumpulkan warga yang kalau ditotal jumlahnya mencapai ribuan. Tiap keluarga membawa enam ketupat dan enam lepet, lalu dijadikan gunungan.

“Kalau ditotal lebih dari seribu, sekitar 4.000-an (ketupat dan lepet)," ujar Antono di sela-sela kesibukannya mempersiapkan kirab. "Ini merupakan wujud syukur setelah memenuhi puasa Ramadan selama sebulan sekaligus bentuk keguyubrukunan antarwarga."

Berkah Sunan Muria

Selain atasan putih bersarung motif batik, kostum kemeja batik bercelana hitam juga dipakai rombongan pengarak gunungan. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)

Setiba di Taman Ria, gunungan ketupat segera menjadi rebutan ribuan warga yang telah menanti. Laiknya ikan yang menunggu umpan, mereka pun segera memburu incaran, semata-mata demi mendapatkan berkah atau "ngalap berkah" dari Sunan Muria.

Siapa pun boleh turut serta dalam perebutan ini. Mereka juga boleh mengambil sebanyak mungkin sesuai keyakinan masing-masing. Bahkan, saya melihat nggak sedikit orang yang membawa keresek atau tempat untuk membawa pulang "hasil buruan" mereka.

“Saya sengaja mengambil banyak nih, Mbak! Bukan untuk sendiri, tapi untuk rumah. Biar mendapatkan keberhakan untuk saya dan keluarga,” ungkap salah seorang pengunjung bernama Shopia yang kebetulan berada di dekat saya.

Antono mengatakan, gunungan akan diperebutkan hingga benar-benar nggak tersisa. Jadi, hal tersebut merupakan wujud sedekah kepada sesama. Ketupat dan lepet dikumpulkan, lalu disedekahkan ke orang lain. Dari masyarakat kembali kepada masyarakat.

Makan Siang Gratis

Mengabadikan momen kirab Sewu Kupat. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)

Antono menambahkan, bentuk sedekah kepada sesama nggak hanya diwujudkan dalam berbagi gunungan, tapi juga penyediaan makan siang gratis selama acara berlangsung. Selain itu, ada juga sirop dan kopi yang bisa diambil mana suka oleh pengunjung.

"Makan siang itu gratis, per desa satu stand. Sirop dan kopi juga gratis, disediakan oleh komunitas dari sini (Kecamatan Dawe) juga," paparnya.

Oya, sedikit informasi, Tradisi Sewu Ketupat dimulai sejak 2007. Digagas Musthofa yang kemudian menjabat Bupati Kudus selama periode 2008-2018, tradisi yang juga dikenal sebagai Sewu Kupatan ini sempat vakum selama Pandemi Covid-19. Namun, tradisi ini kini sudah kembali ramai berkat kerja sama antara masyarakat dan komunitas setempat.

Penjabat (Pj) Bupati Kudus Muhamad Hasan Chabibie yang turut hadir dalam perhelatan ini pun memberikan apresiasi atas kerja keras yang telah dikerahkan semua pihak untuk nguri-uri Sewu Kupatan sehingga mampu menarik wisatawan dan menambah pendapatan daerah.

Hal serupa juga diungkapkan Musthofa selaku penggagas Tradisi Sewu Kupat. Menurutnya, masyarakat harus selalu berbudaya, dengan atau tanpa dukungan anggaran dari pemerintah daerah.

"Harapan saya, agenda ini akan selalu jalan, karena ini adalah milik warga," tandasnya.

Melihat antusiasme warga, saya jadi ingat kata Antono yang berharap acara ini bisa dilangsungkan lebih dari sehari. Menurut kamu, bakal menarik nggak kalau Tradisi Sewu Kupat digelar lebih dari sehari? (Alfia Ainun Nikmah/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ihwal Mula Kampung Larangan di Sukoharjo, 'Zona Merah' yang Pantang Dimasuki Bumiputra

12 Apr 2025

Lagu "You'll be in My Heart" Viral; Mengapa Baru Sekarang?

12 Apr 2025

Demi Keamanan Data Pribadi, Menkomdigi Sarankan Pengguna Ponsel Beralih ke eSIM

12 Apr 2025

Bikin Resah Pengguna Jalan, Truk Sampah Rusak di Kota Semarang Bakal Diperbaiki

12 Apr 2025

Ketika Pekerjaan Nggak Sesuai Dream Job; Bukan Akhir Segalanya!

12 Apr 2025

Lindungi Masyarakat, KKI Cabut Hak Praktik Dokter Tersangka Pelecehan Seksual secara Permanen

12 Apr 2025

Mengenal Getuk Kethek, Apakah Terkait dengan Monyet?

13 Apr 2025

Di Balik Mitos Suami Nggak Boleh Membunuh Hewan saat Istri sedang Hamil

13 Apr 2025

Kisah Kampung Laut di Cilacap; Dulu Permukiman Prajurit Mataram

13 Apr 2025

Mengapa Manusia Takut Ular?

13 Apr 2025

Nilai Tukar Rupiah Lebih Tinggi, Kita Bisa Liburan Murah di Negara-Negara Ini

13 Apr 2025

Perlu Nggak sih Matikan AC Sebelum Matikan Mesin Mobil?

14 Apr 2025

Antrean Panjang Fenomena 'War' Emas; Fomo atau Memang Melek Investasi?

14 Apr 2025

Tentang Mbah Alian, Inspirasi Nama Kecamatan Ngaliyan di Kota Semarang

14 Apr 2025

Mengenal Oman, Negeri Kaya Tanpa Gedung Pencakar Angkasa

14 Apr 2025

Farikha Sukrotun, Wasit Internasional Bulu Tangkis yang Berawal dari Kasir Toko Bangunan Kudus

14 Apr 2025

Haruskah Tetap Bekerja saat Masalah Pribadi Mengganggu Mood?

14 Apr 2025

Grebeg Getuk 2025 Sukses Meriahkan Hari Jadi ke-1.119 Kota Magelang

14 Apr 2025

Tradisi Bawa Kopi dan Santan dalam Pendakian Gunung Sumbing, Untuk Apa?

15 Apr 2025

Keindahan yang Menakutkan, Salju Turun saat Sakura Mekar di Korea Selatan

15 Apr 2025