Inibaru.id – Sejumlah pesan berisi gambar dan tautan bermunculan di grup WhatsApp angkatan kuliah saya. Gambar dan tautan tersebut berisi tentang informasi restoran All You Can Eat (AYCE) yang bisa dipilih sebagai tempat buka bersama (bukber). Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, yang mengirim pesan tersebut adalah Dinda. Lucunya, Dinda bukan muslimah dan tentu saja nggak menjalankan ibadah puasa Ramadan.
Sebenarnya, Dinda bukanlah ‘panitia’ buka bersama di grup Whatsapp tersebut. Kesibukannya bikin dia nggak selalu ada di Kota Semarang. Karenanya, tugas itu ditangani teman-teman lain yang berdomisili di Kota Atlas. Meski begitu, dia selalu antusias untuk mengikuti bukber bersama teman-teman muslim. Alasannya, dia bisa bertemu dengan teman-teman seangkatan saat kuliah.
“Seringnya sih acara buka bersama angkatan digelar jelang Lebaran, pas banyak teman-teman dari luar kota juga pada mudik. Saya sering ikut karena jarang-jarang bisa ketemu dengan mereka. Makanya kalau ada info soal tempat makan yang sepertinya cocok, pasti saya share ke grup. Hitung-hitung memberikan ide dan mengingatkan teman lain agar nggak lupa bikin acara bukber,” ungkap Dinda pada Selasa (4/3/2025).
Dinda hanyalah satu dari sekian juta kaum non-Islam yang ikut hepi menyambut bulan Ramadan di Indonesia. Maklum, di bulan di mana umat muslim menjalankan ibadah puasa ini, jalanan berubah menjadi semacam festival. Lampu-lampu hias dipasang di mana-mana. Selain tempat makan yang dipenuhi mereka yang pengin bukber, selama Ramadan penjual aneka makanan dan minuman bertambah banyak sehingga bikin suasana makin semarak.
Nah, pembeli bukan hanya datang dari muslim yang pengin mencari hidangan berbuka. Banyak juga orang non-Islam yang ikut membeli. Nggak bisa dimungkiri Ramadan memberi vibe yang berbeda untuk wisata kuliner setiap sore.
Hal inilah yang diungkap rekan sekantor saya Ananda. Dia mengaku antusias melakukan takjil war, istilah yang merujuk pada aktivitas adu cepat membeli hidangan berbuka di pinggir jalan.
Meski beragama Kristen, Ananda yang tinggal dengan ayahnya dan adik-adiknya yang beragama Islam kerap dimintai tolong membeli takjil di deretan pedagang di dekat rumahnya. Tentu saja, dia dengan senang hati ikut tren perang takjil.
“Selain membelikan jajanan atau minuman buat keluarga yang perlu buka puasa, saya juga beli buat camilan sendiri. Asyik bisa mencicipi banyak jajanan berbeda setiap hari. Seru kalau harus antre lama, lalu ada yang menyerah menunggu antrean. Rasanya pas dapet jajanannya jadi kaya menang 'war' beneran,” ceritanya sembari menenteng 4 gelas es campur favoritnya.
Minuman ini merupakan salah satu jajanan takjil yang dia nantikan ketika Ramadan tiba. Maklum, di hari biasa, harga es campur bisa jauh lebih mahal dibandingkan saat Ramadan.
“Es campur biasanya dijual Rp10 ribu – Rp15 ribu. Kalau pas bulan puasa, seringnya lebih murah,” lanjut Ananda. Sebagai informasi, saat bulan puasa, dia bisa membelinya seharga Rp6 ribu per porsi.
Yang menarik, Ananda nggak "mencuri start" untuk perang takjil. Dia justru lebih suka berbelanja takjil pada jam-jam mepet berbuka.
Dia yakin bakal tetap kebagian jajanan meski baru keluar pada jam-jam tersebut.
“Paling pukul 17.00 WIB atau 17.30 WIB baru keluar rumah cari takjil. Malah seru karena terkadang suasananya rame banget, ada yang antre juga untuk beli satu jajanan,” ungkapnya.
Yap, layaknya tahun lalu, keseruan takjil war masih lanjut pada Ramadan 2025. Kamu sendiri, ikutan perang lucu-lucuan ini nggak, Millens? (Arie Widodo/E05)