BerandaTradisinesia
Minggu, 9 Apr 2022 20:26

Menilai Nasab dan Mazhab Sunan Panggung di Tanah Jawa

Ilustrasi foto Sunan Panggung dengan gurunya Syeikh Siti Jenar. (Line)

Sunan Panggung dikenal dengan pelbagai kontroversinya, mulai dari membawa anjing ke dalam masjid hingga nggak membolehkan muridnya untuk sholat dan zakat. Siapa sih dia?

Inibaru.id – Kalau kamu menyusuri perkembangan Islam di Kota Tegal, pasti bakal mendengar satu nama, yaitu Sunan Panggung. Dia dikenal sebagai salah satu tokoh penyebar Islam paradoks dengan asal-usul yang sulit dicari. Ada yang menyebutnya sebagai cucu Prabu Brawijaya V (raja terakhir Majapahit), ada juga yang menyebutnya sebagai putra Sunan Kalijaga menurut Babad Cirebon.

Sunan Panggung memiliki nama asli Sayyid Syarif Abdurrahman. Konon, Sunan Panggung adalah ulama yang berasal dari Timur Tengah dan datang ke Nusantara untuk menyebarkan Islam di Kota Tegal.

Hubungan Murid dan Guru

Kiprahnya dalam penyebaran Islam di area Pantura (Rembang, Kudus, dan Sekitarnya) dikenal cukup kontroversial. Ajarannya dianggap menyimpang dan harus dihilangkan. Laiknya Syekh Siti Jenar yang akhirnya dihukum pancung karena mengajarkan manunggaling kawula Gusti, kegiatan Sunan Panggung juga sulit dimengerti saat itu.

Jauh sebelumnya, Sunan Panggung sempat diutus oleh Sunan Kalijaga untuk menjadi mata-mata Syekh Siti Jenar. Bukannya mengawasi, Sunan Panggung justru tertarik akan ajaran-ajaran Syekh Siti Jenar. Dia kemudian mengikrarkan diri menjadi pengikut setianya.

Usai Syekh Siti Jenar dihukum. Sunan Panggung yang marah besar lantas mendirikan Paguron Lemah Abang di Pengging dan merekrut murid sebanyak-banyaknya. Sunan Panggung juga memelihara dua anjing yang diberi nama Iman dan Tauhid.

Tempat peristirahatan Sunan Panggung. (Twitter/nanowars)

Ajaran yang Menyimpang

Anjing yang dipeliharanya merepresentasikan nafsu manusia yang berbentuk hewan. Menurutnya, anjing dan manusia sama-sama diciptakan oleh Tuhan dan keduanya tidak punya kehendak di luar kehendak Sang Pencipta. Yang paling sulit diterima dari aktivitasnya memelihara anjing adalah anjing tersebut ikut dibawa masuk ke dalam masjid, termasuk setiap waktu salat Jumat.

Sunan Panggung mendapatkan peringatan keras dari Wali Songo karena ajaran yang disebarkannya dianggap berbeda dan menyimpang. Sunan Panggung membalasnya dengan menjelaskan bahwa ajaran Islam yang disebarkan Wali Songo hanya sekadar kulitnya saja, sedangkan inti sarinya malah tidak pernah diajarkan pada penduduk Jawa.

Tanpa tedeng aling-aling, Sunan Panggung mengajarkan pada muridnya bahwa salat, zakat, dan puasa tidak penting dilakukan. Jika aktivitas tersebut rutin dilakukan, justru akan menjadi tirai yang membatasi manusia dari pengetahuan tentang nilai yang utama.

Para Wali merasa bahwa tindakan Sunan Panggung merupakan tindakan yang sembrono. Akhirnya, Wali Songo meminta Penguasa Demak kala itu, Sultran Trenggono untuk menjatuhkan hukuman bakar terhadap Sunan Panggung.

Sunan Panggung menerima hukuman tersebut dengan lapang dada. Saat api hukuman telah berkobar, Sunan Panggung meminta kedua anjingnya untuk melompat ke dalam api. Namun, secara ajaib, mereka sama sekali nggak terbakar. Barulah setelah itu, giliran Sunan Panggung melompat ke dalam kobaran api tersebut.

Di tengah api yang berkobar, Sunan Panggung meminta secarik kertas dan pena. Dia menuliskan sebuah suluk berbentuk puisi yang dinamakan Suluk Malang Sumirang yang kemudian diberikan kepada Raden Patah. Beberapa waktu kemudian, Sunan Panggung yang nggak terbakar pergi meninggalkan area tempat pembakaran dan menghilang.

Kabarnya, Sunan Panggung memilih untuk menyingkir ke Kota Tegal untuk mengajarkan Islam. Sebutan "Panggung" sendiri berasal dari adanya pulau kecil berbentuk panggung di sana. Dia pun menetap di wilayah tersebut hingga tutup usia. (Hop, Tri, Lin/IB31/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024