inibaru indonesia logo
Beranda
Hits
Mengapa Orang Jawa Menyebut Tempat Ibadah Umat Islam dengan 'Langgar'?
Selasa, 5 Apr 2022 13:04
Penulis:
Inibaru Indonesia
Inibaru Indonesia
Bagikan:
Langgar Al Yahya Kampung Gandekan, Kota Semarang. (kisahsemarangan.blogspot.com)

Langgar Al Yahya Kampung Gandekan, Kota Semarang. (kisahsemarangan.blogspot.com)

Di Jawa, banyak orang yang masih menyebut masjid di kampung-kampung atau musala dengan istilah 'langgar'. Padahal, arti kata ini adalah nggak sesuai dengan aturan, ya? Lantas, dari mana sih asal dari penamaan ini?

Inibaru.id – Ada banyak sebutan untuk tempat ibadah umat Islam di Indonesia. Yang paling populer tentu masjid. Namun, kamu juga bakal dengan mudah menemukan istilah musala, surau, atau bahkan langgar. Nah, langgar ini yang cukup menarik.

Istilah ini seringkali diucap oleh orang Jawa. Menariknya, langgar bisa ditujukan untuk masjid tradisional di kampung-kampung yang ukurannya nggak besar atau juga musala. Jadi, kamu juga bisa melakukan salat berjamaah, mengaji, atau melakukan aktivitas lain di langgar, Millens.

Wartawan senior Alwi Shahab dalam acara Melancong Bareng Abah Alwi: Jejak Arab di Batavia pada Minggu (9/1/2011) mengungkap fakta menarik soal langgar. Menurutnya, nggak cuma orang Jawa yang memakai istilah ini, melainkan juga orang Betawi. Dia juga mengklaim kalau istilah langgar ini justru berasal dari orang Betawi, lo.

“Langgar sebenarnya berasal dari julukan yang diberikan penganut agama lokal kepada orang yang melanggar adat istiadat leluhur (orang-orang yang memilih memeluk Islam dan meninggalkan agama serta adat lokal), yakni ‘langgara’. Tempat berkumpul orang-orang tersebut pun kemudian dikenal dengan ‘langgar’,” ungkapnya kala itu di Masjid Langgar Tinggi yang berlokasi di Pekojan, Jakarta Utara.

Oya, masjid ini kabarnya dibangun pada 1249 H atau 1829 Masehi. Dari namanya saja, sudah ketahuan kan mengapa ada istilah ‘langgar’ di sana. Yap, sesuai dengan yang dijelaskan Alwi Shahab sebelumnya.

Langgar Dukur Kayu di Surabaya yang berusia 126 tahun. (Kumparan/Masruroh/Basra)
Langgar Dukur Kayu di Surabaya yang berusia 126 tahun. (Kumparan/Masruroh/Basra)

Awalnya, langgar ini dibangun di sebuah penginapan yang ada di tepi Kali Angke. Maklum, di sana, dulu adalah tempat perdagangan yang sangat ramai. Yang mendirikan penginapan ini adalah pedagang dari Yaman bernama Abu Bakar Shihab dari Yaman. Nah, langgarnya dibangun di atas penginapan.

Pada 1833, Syekh Said Naum dari Palembang kemudian memperbaiki langgar ini dan membangunnya jadi sebuah masjid berlantai dua. Karena bangunannya cukup tinggi, jadilah nama masjid ini adalah Masjid Langgar Tinggi.

Meski nggak sepenuhnya tepat, kini, langgar lebih sering dianggap sama dengan musala. Omong-omong, merujuk Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah, KH Ovied R di Kabar Washliyah, musala adalah tempat ibadah yang berukuran lebih kecil dari masjid, bisa dipakai untuk salat lima waktu, termasuk berjamaah, namun nggak dipakai untuk salat Jumat karena kapasitasnya kurang besar.

Tapi, kalau musala yang ada di pasar swalayan, perkantoran, rumah sakit, atau di tempat-tempat lain yang bangunannya di dalam sebuah gedung besar, biasanya nggak bisa disebut sebagai langgar.

Omong-omong, di tempat tinggalmu apakah masih ada orang yang menyebut tempat ibadah Islam sebagai langgar? (Wik, Kab, Rep/IB09/E05)

Komentar

OSC MEDCOM
inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved