BerandaTradisinesia
Kamis, 4 Jan 2023 09:39

Mengenang Sebagian Wilayah Kota Semarang Saat Masih Berupa Lautan

Klenteng Sam Poo Kong, dulunya adalah pelabuhan. (Inibaru.id/Triawanda Tirta Aditya)

Ternyata, sebagian besar wilayah Kota Semarang dulunya adalah lautan. Mengingat kini Semarang sering terkena banjir, rob, dan penurunan muka tanah, apakah lautan tersebut akan kembali?

Inibaru.id – Klenteng Sam Poo Kong yang berlokasi di Jalan Simongan, Bongsari, Kecamatan Semarang Barat berjarak sekitar 6 km dari kawasan Pantai Marina. Tapi, kamu tahu nggak kalau klenteng tersebut dulunya adalah pantai?

Pada abad ke-15, Laksamana Cheng Ho bersandar ke Pantai Simongan karena juru mudi kapal Wang Ji Hong sakit. Saat mendarat di sana, dia menemukan sebuah gua batu yang bisa dijadikan tempat merawat anak buahnya.

Saat Cheng Ho melanjutkan perjalanannya untuk meneruskan misi perdamaian dan berdagang, Wang Ji Hong dan anak buah kapal lainnya memilih untuk tetap tinggal di Simongan. Tempat kapal Laksamana Cheng Ho bersandar itulah yang kini menjadi lokasi klenteng tersebut.

Dari cerita sejarah Klenteng Sam Poo Kong saja, kita sudah mengerti jika sebagian besar wilayah yang kini kita kenal sebagai Semarang Bawah dulunya adalah lautan.

GoodnewsfromIndonesia, (9/11/2022) menulis, pada abad ke-9, Bergota, wilayah yang kini dikenal sebagai permakaman umum terbesar di Kota Semarang, adalah sebuah pelabuhan besar pada masa Mataram Hindu. Setelah masa itu, kapal-kapal juga terbiasa bersandar di kawasan yang kini adalah Pasar Bulu sampai Simongan, tempat Cheng Ho berlabuh.

Peta kuno Kota Semarang yang menunjukkan Semarang Bawah dulu adalah lautan. (Pamboedifiles.blogspot)

Hal yang sama juga diungkap oleh Dosen Teknik Geologi Institut Teknologi Sumatera Angga Jati Widiatma. Dilansir dari Kumparan (24/3/2020), Adi menyebut Kelurahan Gisikdrono dan Kelurahan Ngemplak Simongan atau lokasi Klenteng Sam Poo Kong berdiri adalah pantai purba pada 800 tahun yang lalu.

Hal ini berarti, pusat pemerintahan Kota Semarang yang ada di dekat Tugu Muda, pusat ekonomi di Pasar Johar, hingga kawasan wisata Kota Lama dulunya adalah lautan.

Berubah Menjadi Daratan

Banjir sering melanda Semarang Bawah yang dulunya adalah lautan. (Mediaindonesia)

Lantas, bagaimana bisa kawasan yang dulunya adalah lautan kini berubah menjadi daratan? Dikutip dari Babad.id, Rabu (10/8/2022), dalam buku Sejarah Semarang yang ditulis Amen Budiman, terungkap bahwa ahli geologi dari Belanda bernama Profesor van Bemmelen memiliki peta kuno Semarang yang diambil dari tahun 1695, 1719, 1816 atau 1842, 1847, 1892, sampai 1940.

Setelah mempelajari peta-peta tersebut, van Bemmelen menemukan fakta bahwa pantai Semarang terus bergeser sampai 8 meter pertahun karena mengalami pengendapan sedimen yang cukup masif. Sejak saat itulah, daratan yang kini kita kenal sebagai Semarang Bawah ini pun terbentuk.

Saat VOC mengambil alih Semarang dari Mataram Islam pada 1678, Belanda pun melakukan pembangunan besar-besaran untuk mendukung pelabuhan dagang yang semakin ramai di kawasan Kali Semarang. Lokasi pelabuhan ini sudah bergeser jauh dari Bergota atau Pasar Bulu. Sejak saat itulah, Semarang Bawah pun mulai menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan.

Sayangnya, pembangunan besar-besaran tersebut juga memberikan efek samping. Tanah endapan alluvial dan endapan delta yang ada di tempat yang dulu adalah lautan ternyata nggak begitu kokoh untuk menahan beban ribuan bangunan yang terus dibangun hingga sekarang. Ditambah dengan penyedotan air tanah untuk konsumsi masyarakat yang cukup masif, penurunan muka tanah di sebagian Semarang Bawah pun terjadi cukup parah.

Dampak dari hal ini pun cukup mengerikan. Banjir rob berkali-kali terjadi. Banjir besar seperti yang terjadi pada akhir 2022 lalu pun berpotensi terulang di kemudian hari. Tanah ambles juga membuat banyak rumah yang dimiliki warga terbenam.

Melihat hal ini, apakah menurutmu wilayah Semarang yang dulu adalah lautan ada kemungkinan kembali menjadi lautan, Millens? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024