BerandaTradisinesia
Minggu, 6 Mei 2023 18:00

Mengenal Legenda Nyai Bagelen di Purworejo

Petilasan Nyai Bagelen, asal dari legenda Nyai Bagelen di Purworejo. (Makenyus/Luthfi Nisa Fadhila)

Bagelen nggak hanya populer sebagai salah satu jenis roti. Di Purworejo, asal dari roti tersebut, juga dikenal legenda Nyai Bagelen. Seperti apa sih cerita dari legenda ini?

Inibaru.id – Di Purworejo, Jawa Tengah, istilah Bagelen bisa merujuk pada dua hal. Yang pertama adalah legenda Nyai Bagelen yang muncul dari Desa Bagelen, Kecamatan Bagelen. Yang kedua adalah roti bagelen yang cukup populer di Indonesia.

Khusus untuk roti bagelen, roti ini sering dikira sebagai roti asli Belanda. Padahal, roti dengan tekstur keras ini asli dari Desa Bagelen. Meski begitu, pembuatan roti tersebut memang terinspirasi dari warmbollen asli Belanda yang diisi buttercream.

Sementara itu, legenda Nyai Bagelen muncul karena adanya Petilasan Nyai Bagelen Purworejo yang disebut-sebut sering dikunjungI para pejabat pemerintahan, termasuk bupati dan menteri yang pengin mendapatkan berkah atau keinginannya terkabul. Hal ini diungkap langsung oleh juru kunci petilasan R Mulato.

“Banyak pengusaha dan pejabat yang datang ke sini. Biasanya karena memiliki hajat khusus untuk nyalon. Rata-rata Bupati Purworejo ke sini semua. Menteri juga ada yang datang,” ungkapnya sebagaimana dilansir Detik, Minggu (22/1/2023).

Lantas, siapa sih Nyai Bagelen sampai banyak orang mendatangi petilasannya jika memiliki hajat? Ternyata, tokoh yang satu ini memang cukup melegenda dan dihargai di Purworejo. Menurut keterangan Okezone, Senin (24/10/2022), pada zaman dahulu, Nyai Bagelen tinggal di sebuah negeri yang disebut sebagai Mendangkamulan atau Medang Gele atau Pagelen. Pemimpin kerajaan tersebut adalah Sri Prabu Kandiawan.

Anak tertua dari lima anak Sri Prabu Kandiawan adalah Sri Panuwun. Dia sedih karena kedua buah hatinya cacat. Sri Panuwun kemudian bertapa dan mendapatkan petunjuk untuk mendatangi sebuah sendang di Somolangu. Sesampainya di sana, Sri Panuwun diminta untuk menikahi anak perempuan Kyai Somolangu.

Dari pernikahan tersebut, lahirlah Raden Rara Wetan yang mendapatkan julukan Nyai Bagelen. Julukan ini muncul karena dialah yang jadi pewaris wilayah Bagelen di kemudian hari.

Bagian dalam Petilasan Nyai Bagelen. (Sseratan.blogspot)

Saat dewasa, Nyai Bagelen menikah dengan Pangeran Awu-Awu Alit dan dianugerahi tiga buah hati; Raden Bagus Gento, Raden Rara Taker, serta Raden Rara Pitrah.

Ayah Nyai Bagelen, Sri Panuwun, memutuskan untuk memerintah area Hargopura saja. Dia meminta Pangeran Awu-Awu Langit memerintah Bagelen sembari tetap melakukan aktivitas sehari-hari sebagai petani ketan wulung (ketan hitam) dan kedelai. Keduanya merupakan hasil pertanian unggulan dari Bagelen.

Pada suatu hari, tepatnya saat Selasa Wage, Nyai Bagelen dikejutkan dengan seekor anak lembu yang menyusu pada dadanya. Soalnya, dia mengira anak-anaknya yang menyusu. Tapi, kedua anak perempuannya, yaitu Raden Rara Taker dan Raden Rara Pitrah ternyata sudah menghilang.

Dia pun menanyakan hal ini ke suaminya yang sedang memilah bibit ketan hitam. Sayangnya, suaminya memberikan jawaban yang kurang menyenangkan dan membuat Nyai Bagelen marah. Dia kemudian membongkar tumpukan ketan hitam dan kedelai dari dalam lumbung.

Karena melakukannya sambil marah, biji-bijian tersebut terlempar sampai ke desa sebelah, yaitu Katesan dan Wingko Tinumpuk. Yang mengenaskan, Nyai Bagelen kemudian menemukan kedua putrinya sudah meninggal di dalam lumbung.

Nyai Bagelen dan Raden Awu-Awu Langit kemudian bertengkar saling menyalahkan. Sang suami akhirnya pulang ke daerahnya, Awu-Awu sampai meninggal, sementara Nyai Bagelen tetap tinggal di Bagelen.

Gara-gara kejadian ini, Nyai Bagelen yang sedih kehilangan suami dan kedua putrinya berpesan pada putranya Raden Bagus Gentha agar keturunannya nanti menganggap hari pasaran Wage sebagai hari pantangan. Pada hari tersebut, warga Bagelen nggak boleh mengadakan hajatan, bepergian, atau berdagang. Lebih dari itu, warga Bagelen juga kemudian dilarang untuk memelihara lembu, menanam kedelai, serta menggunakan pakaian yang dulu sering dipakai Nyai Bagelen, yaitu lurik, kebaya gadung melati, serta kemben bagau tulis.

Nggak hanya berpesan untuk mematuhi pantangan-pantangan tersebut, Nyai Bagelen juga meminta keturunannya untuk mengedepankan kejujuran, kesederhanaan, dan berusaha untuk memberi daripada menerima.

Wah, nggak nyangka ya, Millens, di Purworejo ada legenda Nyai Bagelen yang cukup menarik untuk diikuti. (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024