Inibaru.id - Taman Indonesia Kaya Semarang sore itu, bertepatan dengan Hari Tari Sedunia, menggempita. Orang-orang terlihat sibuk mempersiapkan diri untuk melakukan pentas di selasar panggung taman publik yang terletak di Jalan Menteri Supeno, Semarang Selatan, tersebut.
Di Kota Lunpia, peringatan hari tari yang jatuh tiap 29 April tersebut diperingati seharian di taman yang berada di jantung kota ini. Pelbagai macam tarian, mulai dari tari kontemporer, kreasi, klasik, hingga daerah silih berganti ditampilkan para penari lintas usia.
Komite Tari Dewan Pembina Kesenian Semarang Anik Purwati bahkan mengaku terkejut melihat besarnya antusiasme para pendaftar. Dia yang hanya menargetkan 30 peserta justru dibuat kaget dengan jumlah pendaftar yang mencapai lebih dari 50 peserta.
"Saya sempat pesimistis karena pasca-pandemi dan berbarengan dengan Ramadan dan Lebaran," ucap perempuan yang akrab disapa Anik tersebut. "Eh, sebelum pendaftaran ditutup malah sudah melebihi kouta. Di luar ekspetasi!"
Bebas Berkreasi
Selain jumlah peserta yang melebihi ekspektasi, Anik juga merasa terenyuh melihat latar belakang penampil yang nggak hanya dari Semarang, tapi juga dari luar kota seperti Batang dan Pekalongan, bahkan dari luar Jawa seperti Sulawesi dan Sumatra.
"Karena hari tari ini milik bersama, kami bebaskan peserta untuk memilih menampilkan tarian dalam negeri atau mancanegara," serunya. "Ini sesuai dengan semangat Hari Tari Sedunia yang melintasi semua batasan."
Hari itu, para penampil memang diberi kebebasan untuk berkreasi. Endik Guntama misalnya, memilih menampilkan tari tradisional dari tempat asalnya. Bersama kawan-kawannya yang tergabung dalam Komunitas Barongan Samin Edan, dia menampilkan Tari Barongan Blora.
'Kami sudah persiapan sejak setahun lalu," ujarnya. "Gerakan tari (Barongan Blora) ini dinamis, cepat, keras, dan sesak; tapi ada humornya. Ini mempresentasikan watak masyarakat Blora yang keras, yakni dalam pekerjaan dan pendirian."
Endik mengaku bangga bisa menarikan kesenian yang dinobatkan sebagai warisan budaya non-benda Unesco pada 2014 tersebut. Menurutnya, Barongan Blora adalah warisan nenek moyang. Jadi, dia merasa senang kalau tarian ini bisa disukai semua kalangan.
"Pada 2015 terdata ada 490 grup di setiap kabupaten di Jateng memainkan seni barongan. Saya yakin seni ini bisa lestari dan ingin ambil bagian dalam merawat tari ini," tegasnya.
Semakin Menggeliat
Menjadi bagian dari peringatan tersebut, pelatih tari Sanggar Sobokartti Semarang Toto Pamungkas menilai perkembangan seni tari di Kota Semarang cukup menjanjikan. Hal itu akan semakin menggeliat kalau lebih banyak event serupa di ibu kota Jateng ini.
"Saya sangat mengapresiasi, karena ini baru kali pertama saya lihat. Biasanya, yang bikin begini Unnes (Universitas Negeri Semarang); tapi penontonnya jelas terbatas, hanya mahasiswa," terang lelaki paruh baya tersebut.
Toto mengaku sempat merasa cemas dengan masa depan seni tari di Kota Semarang selama pandemi kemarin. Dia takut kesenian tari gagal bangkit pasca-pandemi. Namun, dia bisa sedikit merasa lega saat melihat puluhan peserta mempersembahkan kreasi terbaik mereka di Taman Indonesia Kaya.
Dia berharap, tahun depan panitia akan lebih selektif memilih peserta yang akan tampil, agar sanggar tari yang mau ikut bisa menggembleng para penarinya agar karya yang ditampilkan bisa semakin berkualitas.
"Kualitas tari itu terlihat dari gerakan, sorot mata, penjiwaan dan lain-lainnya. Semoga ke depan lebih baik," tutupnya.
Bakal menarik kalau peringatan hari tari ini bisa dijadikan sebagai event tahunan di Kota Semarang, ya? Jenis tarian apa yang kamu pengin tonton, Millens? (Fitroh Nurikhsan/E03)