BerandaTradisinesia
Rabu, 18 Nov 2025 18:57

Mengapa Orang Jawa Memakai Keris di Belakang? Begini Filosofi Mendalam di Baliknya

Orang Jawa memakai keris di belakang saat masa damai. (Pikiran Fakyat)

Keris bukan sekadar pusaka bagi orang Jawa, tetapi simbol karakter dan etika. Cara mengenakannya, terutama posisi di belakang mengungkap filosofi mendalam tentang kerendahan hati dan kemampuan mengendalikan diri.

Inibaru.id - Bagi sebagian orang, keris mungkin hanya terlihat sebagai pusaka atau senjata tradisional. Namun bagi masyarakat Jawa, keris adalah bahasa simbol. Sebuah cara halus untuk menunjukkan siapa diri mereka tanpa harus banyak bicara. Salah satu simbol paling kuat justru tampak dari bagaimana keris dikenakan. Umumnya, keris dipasang di belakang pinggang. Mengapa begitu? Jawabannya berkaitan dengan nilai penting dalam budaya Jawa. Sebut saja andhap asor atau sikap rendah hati.

Praktisi keris asal Yogyakarta, Victor Mukhammadenis, menjelaskan bahwa orang Jawa sejak dulu diajarkan untuk tidak menonjolkan diri. Kekayaan, kepandaian, bahkan kesaktian, bukanlah sesuatu yang pantas diumbar. Keris, sebagaimana simbol kekuatan, karisma, dan kemampuan seseorang, pun ditempatkan di belakang agar tidak menjadi alat pamer. “Yang orang Jawa sukai adalah tidak menonjolkan kelebihan di depan,” ujar Victor mengutip Kumparan (19/5/2022).

Dengan menempatkan keris di belakang, pemiliknya menunjukkan bahwa ia mampu mengendalikan diri. Keris memang tajam, namun ketajaman itu nggak untuk ditunjukkan setiap saat. Orang Jawa percaya, kemampuan mengendalikan hawa nafsu lebih penting daripada memperlihatkan apa yang ia miliki. Jika keris diletakkan di depan, menurut Victor, godaan untuk mencabutnya akan lebih besar. “Itu bisa berbahaya, makanya ditempatkan di belakang,” tambahnya.

Namun, nggak semua tokoh memakai keris di belakang. Ada tradisi memakai keris di depan yang disebut sikep. Biasanya dilakukan oleh ulama atau pemuka agama. Tokoh seperti Tuanku Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro sering tampil dengan keris di bagian perut. Dalam konteks Diponegoro, posisi itu menandakan kesiapannya menghadapi maut dalam perjuangan melawan penjajah. Ini bentuk keberanian dan tekad, bukan sekadar gaya.

Pangeran Diponegoro memakai keris di depan sebagai lambang kesiapannya menghadapi Belanda. (via Tribunnews)

Pada masa kerajaan, posisi keris juga berhubungan dengan situasi politik. Keris yang dikenakan di belakang menandakan keadaan damai dan sikap patuh pada raja. Sebaliknya, keris yang dipakai di depan menjadi simbol perlawanan. Rajamarga, tata aturan perilaku bangsawan, mengatur posisi ini dengan sangat teliti.

Selain belakang dan depan, keris kadang dipakai di samping, terutama oleh prajurit yang sedang menunggang kuda atau membawa senjata lain. Di Yogyakarta, gaya yang dianggap paling sopan adalah klabang pinipit, keris miring ke kanan dan mudah melorot. Sekilas tampak merepotkan, tapi justru itu maknanya bahwa seseorang harus selalu waspada terhadap tindakannya sendiri. Di Solo, gaya berbeda disebut satriya keplayu, keris tegak di belakang. Sopan menurut mereka, tapi dianggap terlalu tergesa oleh orang Jogja.

Dari berbagai cara mengenakannya, satu hal jelas bahwa keris bukan sekadar benda. Ia adalah cermin nilai, etika, dan jati diri masyarakat Jawa. Cara menyelipkannya saja sudah mengandung pesan panjang tentang kerendahan hati, kesiapsiagaan, hingga keberanian.

Dengan memahami makna ini, kita jadi tahu bahwa budaya nggak hanya hidup dalam upacara besar, tetapi juga dalam gerak paling sederhana seperti bagaimana seseorang mengenakan kerisnya. (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: