BerandaTradisinesia
Jumat, 12 Nov 2020 18:08

Makam Suram Para Pendosa Kerajaan Mataram, Dihuni Siapa Saja?

Makam Banyusumurup. (Kemendikbud)

Makam Banyusumurup di Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta, dihuni oleh orang-orang yang dianggap berdosa pada Kerajaan Mataram. Di sana dihuni mendiang pejabat tinggi atau keluarga raja yang dianggap sebagai aib kerajaan. Siapa saja?

Inibaru.id – Cerita tentang Kerajaan Mataram menyimpan berbagai peristiwa penting. Salah satunya adalah adanya makam yang dikhususkan bagi "para pendosa". Permakaman tersebut berlokasi di Banyusumurup di Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta,

Dalam Babad Alit karya Prawirawinarsa dan Jayèngpranata, disebutkan bahwa semua yang dimakamkan di pasareyan mirunggan (permakaman khusus) itu merupakan orang-orang yang telah berbuat dosa terhadap raja.

Sayang, nggak ada penjelasan yang lebih detail mulai kapan Banyusumurup menjadi tempat permakaman para pendosa Mataram tersebut. Pembangunannya pun nggak pernah diberitakan secara khusus laiknya Makam Raja-raja Imogiri atau Permakaman Giriloyo.

Para pendosa di Banyusumurup mengacu pada pejabat tinggi atau keluarga raja yang dianggap nggak mematuhi titah kerajaan atau mereka yang memberontak (kraman). Maka, ini menjadi semacam monumen pengingat untuk para penerus Mataram, siapa saja para petinggi yang jadi musuh mereka.

Penghuni Makam Banyusumurup

Kerajaan Mataram. (Dictio)

Raden Mas Sasmitro Sastro menjadi satu nama yang kerap disebut di Makam Banyusumurup. HJ de Graaf dalam Puncak Kekuasaan Mataram menceritakan, Sasmitro dimakamkan di Banyusumurup, bukan di Imogiri atau Gambiran, konon karena terseret kasus kerabatnya, Adipati Manduroreja dan Tumenggung Upasanta, yang dihukum mati saat pasukan Mataram gagal merebut benteng Batavia.

Sasmitro merupakan keturunan Kiai Mondoroko, patih pertama Mataram yang mendiami Gambiran. Dia juga menjadi cikal bakal juru kunci Imogiri.

Nama lain yang juga ada di Banyusumurup adalah Pangeran Pekik, mertua dari Susuhunan Amangkurat I, penguasa Mataram. De Graaf dalam Runtuhnya Istana Mataram menyebutkan, Pekik dan keluarga dihabisi atas perintah Susuhunan lantaran diduga memimpin komplotan yang akan membunuhnya.

Nggak berhenti di situ, Amangkurat I juga memburu dan menghukum mati Raden Sejonopuro yang juga keluarga Pangeran Pekik, lalu dikebumikan di Banyusumurup.

Cerita lain menyebutkan, Pangeran Pekik sekeluarga dibunuh setelah Amangkurat I murka karena ayah dari Ratu Kulon, istri Susuhunan, nekat menculik dan menikahkan Rara Oyi dengan cucunya, Mas Rahmat (Amangkurat II). Semula, Rara Oyi hendak dijadikan selir Amangkurat I.

Pangeran asal Surabaya itu dieksekusi mati, tapi Mas Rahmat diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.

Berlanjut ke Amangkurat II

Jadi tempat bersemayamnya para pendosa kerajaan. (Kemendikbud)

Di pasareyan mirunggan itu, Pangeran Pekik dan keluarganya dijadikan sebagai makam utama. Namun, mereka bukanlah yang terakhir. Darah terus ditumpahkan, salah satunya dari Pangeran Silarong, yang dieksekusi mati lantaran dianggap bersikap lebih berkuasa ketimbang raja.

Bahkan, setelah kekuasaan akhirnya jatuh ke Mas Rahmat yang bergelar Amangkurat II, Banyusumurup masih menjadi monumen "kekejaman" penguasa Mataram. Para pemimpin kaum pemberontak semasa pendiri Kasunanan Surakarta itu bertahta juga dikebumikan di Banyusumurup.

Keluarga Kajoran yang berusaha meruntuhkan Amangkurat II di Kartasura (Kasunanan Surakarta) juga dikebumikan di permakaman kaum kraman tersebut, di antaranya Raden Kartonadi, Kartonegoro, Raden Wirokusumo, dan Kiai Wonokusumo.

Banyusumurup memang menyimpan kisah kelam dari Kerajaan Mataram. Mungkin, inilah alasan makam tersebut nggak terlalu banyak dikenal orang, berbeda dengan Imogiri atau Giriloyo. Hm, entahlah! (Ber/IB27/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024