BerandaTradisinesia
Sabtu, 30 Jul 2021 18:00

Lantunan Harapan Dalam Mitoni, Tradisi Jawa saat Kehamilan Menginjak 7 Bulan

Tradisi Mitoni yang masih kental di masyarakat Jawa (Voinews)

Sebagian orang menyebutnya Tingkeban. Sisanya menyebut ritual penting dalam tradisi Jawa ini sebagai Mitoni karena digelar saat usia kehamilan anak pertama menginjak tujuh bulan. Apa saja makna di balik tiap prosesi yang masih dilaksanakan hingga sekarang ini?

Inibaru.id - Hai, para calon ibu dan ayah, masihkah ada tradisi Mitoni di tempatmu? Kalau ada, agaknya kamu harus mencari tahu lebih detail tradisi Jawa yang juga dikenal sebagai Tingkeban tersebut. Tiap daerah umumnya punya prosesi yang berbeda, kendati ritual dan tujuannya biasanya sama.

Perlu kamu tahu, masyarakat Jawa mengenal banyak sekali tradisi selama rentang hidup mereka. Tradisi yang hingga kini masih ada di tengah masyarakat adalah ritual daur kehidupan, salah satunya adalah mitoni.

Mitoni berasal dari pitu, kata dalam bahasa Jawa yang berarti tujuh. Tradisi ini diperuntukkan bagi perempuan Jawa yang tengah menginjak usia kehamilan tujuh bulan. Mitoni hanya dilakukan untuk kehamilan anak pertama.

Secara garis besar, mitoni digelar sebagai bentuk lantunan doa agar kehamilan yang telah menginjak trimester ketiga diberi kelancaran hingga kelahiran. Selain itu, rangkaian ritual tersebut juga menjadi doa dan harapan agar nantinya buah hati menjadi anak yang baik dan berbakti kepada orang tuanya.

Rangkaian Prosesi Mitoni

Siraman menjadi salah satu ritual penting dalam mitoni. (Lucedale)

Ritual mitoni antara satu daerah dengan daerah lain kadang mengalami sejumlah perbedaan. Namun, biasanya ada sejumlah prosesi yang memiliki kesamaan. Seperti apa prosesinya? Coba cocokkan dengan rangkaian ritual mitoni di tempatmu ya!

1. Mandi dengan Air Bunga Setaman

Memulai ritual mitoni, calon ibu akan dimandikan dengan air yang sudah ditaburi bunga setaman. Istilahnya siraman, dari kata siram yang berarti mandi. Oya, air harus diciduk menggunakan gayung yang terbuat dari batok kelapa.

Yang unik dari ritual ini, orang yang memandikan harus berjumlah ganjil; bisa lima, tujuh, atau sembilan orang. Di sejumlah daerah di Jawa, proses siraman nggak hanya ditujukan bagi calon ibu, tapi juga calon ayahnya. Ha-ha. Unik, ya!

Ritual ini mungkin semacam baby shower di Inggris. Nah, bagi masyarakat Jawa, siraman dengan bunga setaman adalah bentuk pembersihan lahir dan batin. Jadi, diharapkan prosesi ini akan membuat calon ibu, buah hati, dan calon ayah, memiliki hati yang lebih bersih.

2. Mengenakan Tujuh Macam Kain

Seusai dimandikan, calon ibu bakal dipakaikan tujuh macam kain atau jarik dengan berbagai jenis motif. Kain tersebut harus berjumlah tujuh lembar. Kemudian, pada kain ke-7, harus dijawab dengan pantes (pantas), karena kain terakhir inilah yang dianggap paling pantas dikenakan.

3. Memecah Kelapa

Prosesi ini melibatkan calon nenek dan calon ayah. Pertama, calon nenek menggendong sebuah kelapa gading menuju venue. Kelapa berwarna kuning tersebut sebelumnya telah diukir dengan gambar dua tokoh wayang, yakni Kamajaya, anak dari Semar (Hyang Ismaya), dan Kamaratih, istri dari Kamajaya.

Kelapa yang dikeluarkan dari gendongan kemudian harus dipecah calon ayah. Mitosnya, kalau saat memecah kelapa mengenai Kamajaya, kemungkinan anak yang dikandung adalah laki-laki. Sebaliknya, kalau mengenai Kamaratih, yang dikandung berarti perempuan.

Benar atau tidak, nggak ada yang tahu. Pada perkembangannya, ritual tersebut saat ini hanyalah menjadi semacam harapan calon ayah.

4. Berjualan Rujak

Prosesi terakhir adalah berjualan rujak. Ritual unik ini dilakukan oleh kedua calon orang tua. Calon ibu bertugas melayani pembeli, sedangkan calon ayah mendampingi sekaligus menerima uang pembelian rujak. Pembelinya? Tentu saja para tamu yang hadir!

Alat pembayaran dalam ritual tersebut biasanya berbentuk kreweng atau tanah liat yang dibentuk seperti uang koin. Maknanya, kedua orang tua harus saling bekerja sama. Prosesi ini juga menjadi harapan agar orang tua dan anak yang dikandung kelak mendapatkan banyak rezeki.

Hm, begitu banyak doa dan harapan yang dilantunkan selama prosesi mitoni ini ya, Millens! Indah sekali. Untuk kamu para calon orang tua, nggak perlu merasa kuno saat harus menjalani prosesi ini ya, karena sejatinya ada banyak makna yang terkandung di dalamnya! (Fim, Mer, Sta/MG43/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024