Inibaru.id - Hai, para calon ibu dan ayah, masihkah ada tradisi Mitoni di tempatmu? Kalau ada, agaknya kamu harus mencari tahu lebih detail tradisi Jawa yang juga dikenal sebagai Tingkeban tersebut. Tiap daerah umumnya punya prosesi yang berbeda, kendati ritual dan tujuannya biasanya sama.
Perlu kamu tahu, masyarakat Jawa mengenal banyak sekali tradisi selama rentang hidup mereka. Tradisi yang hingga kini masih ada di tengah masyarakat adalah ritual daur kehidupan, salah satunya adalah mitoni.
Mitoni berasal dari pitu, kata dalam bahasa Jawa yang berarti tujuh. Tradisi ini diperuntukkan bagi perempuan Jawa yang tengah menginjak usia kehamilan tujuh bulan. Mitoni hanya dilakukan untuk kehamilan anak pertama.
Secara garis besar, mitoni digelar sebagai bentuk lantunan doa agar kehamilan yang telah menginjak trimester ketiga diberi kelancaran hingga kelahiran. Selain itu, rangkaian ritual tersebut juga menjadi doa dan harapan agar nantinya buah hati menjadi anak yang baik dan berbakti kepada orang tuanya.
Rangkaian Prosesi Mitoni
Ritual mitoni antara satu daerah dengan daerah lain kadang mengalami sejumlah perbedaan. Namun, biasanya ada sejumlah prosesi yang memiliki kesamaan. Seperti apa prosesinya? Coba cocokkan dengan rangkaian ritual mitoni di tempatmu ya!
1. Mandi dengan Air Bunga Setaman
Memulai ritual mitoni, calon ibu akan dimandikan dengan air yang sudah ditaburi bunga setaman. Istilahnya siraman, dari kata siram yang berarti mandi. Oya, air harus diciduk menggunakan gayung yang terbuat dari batok kelapa.
Yang unik dari ritual ini, orang yang memandikan harus berjumlah ganjil; bisa lima, tujuh, atau sembilan orang. Di sejumlah daerah di Jawa, proses siraman nggak hanya ditujukan bagi calon ibu, tapi juga calon ayahnya. Ha-ha. Unik, ya!
Ritual ini mungkin semacam baby shower di Inggris. Nah, bagi masyarakat Jawa, siraman dengan bunga setaman adalah bentuk pembersihan lahir dan batin. Jadi, diharapkan prosesi ini akan membuat calon ibu, buah hati, dan calon ayah, memiliki hati yang lebih bersih.
2. Mengenakan Tujuh Macam Kain
Seusai dimandikan, calon ibu bakal dipakaikan tujuh macam kain atau jarik dengan berbagai jenis motif. Kain tersebut harus berjumlah tujuh lembar. Kemudian, pada kain ke-7, harus dijawab dengan pantes (pantas), karena kain terakhir inilah yang dianggap paling pantas dikenakan.
3. Memecah Kelapa
Prosesi ini melibatkan calon nenek dan calon ayah. Pertama, calon nenek menggendong sebuah kelapa gading menuju venue. Kelapa berwarna kuning tersebut sebelumnya telah diukir dengan gambar dua tokoh wayang, yakni Kamajaya, anak dari Semar (Hyang Ismaya), dan Kamaratih, istri dari Kamajaya.
Kelapa yang dikeluarkan dari gendongan kemudian harus dipecah calon ayah. Mitosnya, kalau saat memecah kelapa mengenai Kamajaya, kemungkinan anak yang dikandung adalah laki-laki. Sebaliknya, kalau mengenai Kamaratih, yang dikandung berarti perempuan.
Benar atau tidak, nggak ada yang tahu. Pada perkembangannya, ritual tersebut saat ini hanyalah menjadi semacam harapan calon ayah.
4. Berjualan Rujak
Prosesi terakhir adalah berjualan rujak. Ritual unik ini dilakukan oleh kedua calon orang tua. Calon ibu bertugas melayani pembeli, sedangkan calon ayah mendampingi sekaligus menerima uang pembelian rujak. Pembelinya? Tentu saja para tamu yang hadir!
Alat pembayaran dalam ritual tersebut biasanya berbentuk kreweng atau tanah liat yang dibentuk seperti uang koin. Maknanya, kedua orang tua harus saling bekerja sama. Prosesi ini juga menjadi harapan agar orang tua dan anak yang dikandung kelak mendapatkan banyak rezeki.
Hm, begitu banyak doa dan harapan yang dilantunkan selama prosesi mitoni ini ya, Millens! Indah sekali. Untuk kamu para calon orang tua, nggak perlu merasa kuno saat harus menjalani prosesi ini ya, karena sejatinya ada banyak makna yang terkandung di dalamnya! (Fim, Mer, Sta/MG43/E03)