Inibaru.id – Musim kemarau belum juga tiba, tapi Kali Semarang sudah menampilkan dasarnya yang terlihat nggak cukup dalam. Di beberapa sudut, sampah plastik juga tampak terserak di sungai yang keruh tersebut. Kotor dan kurang nyaman dipandang.
Melihat situasi ini, kamu mungkin nggak akan menyangka bahwa sungai yang bermuara di Laut Jawa itu pernah menjadi jalur utama transportasi air di Kota Lunpia tempo dulu. Hal ini sebagaimana diungkapkan pengamat bangunan bersejarah Tjahjono Rahardjo.
Ahli tata ruang dari Unika Soegijapranata Semarang itu mengungkapkan, Kali Semarang adalah pintu masuk transaksi jual-beli dan aktivitas apa pun antara orang Semarang dengan masyarakat di luar kota dan pulau.
“Banyak pendatang dari luar Jawa seperti Kalimantan dan Sulawesi menggunakan jalur Kali Semarang sebagai jalur utama perdagangan,” tutur Tjahjono yang dihubungi Inibaru.id via panggilan video belum lama ini.
Jalur Utama Perniagaan
Sungai tersebut, lanjutnya, terhubung langsung dengan Kota Lama yang menjadi pusat pemerintahan sekaligus perputaran uang. Penggunaan sungai sebagai jalur perdagangan sangatlah efisien karena kala itu belum ada kapal-kapal besar yang masuk ke Semarang.
“Dulu, pedagang muslim yang datang melalui Kali Semarang biasa menurunkan barang bawaannya di dekat Masjid Layur," terang Tjahjono. "Mereka turun pada siang hari, kemudian langsung menjalankan salat Zuhur.”
Perlu kamu tahu, Masjid Layur atau kerap disebut Masjid Menara, adalah salah satu masjid tertua di Kota ATLAS yang dibangun para saudagar dari Arab pada 1802. Masjid itu terdiri atas dua lantai. Namun, rob berkepanjangan membuat bangunan tersebut terbenam, hingga tinggal tersisa satu lantai.
Nggak ada yang tahu pasti kapan sungai tersebut menjadi nadi tranportasi air bagi masyarakat setempat. Namun, Tjahjono menaksir, kemungkinan sudah ada sebelum abad ke-18. Keberadaannya mulai memudar sejak Pelabuhan Tanjung Mas dibangun pada akhir abad ke-18.
"Setelah pembangunan Pelabuhan Tanjung Mas, Kali Semarang mulai kehilangan fungsi utamanya, tergantikan oleh Kali Baru yang menjadi pintu masuk ke Tanjung Mas," papar Tjahjono. "Pendatang kadang masuk lewat Kali Semarang, lalu keluar dengan memutar via Kali Baru."
Jalur Akulturasi Budaya
Selain menjadi jalur utama perniagaan di Kota Semarang, Tjahjono berkata, sungai yang membentang dari selatan ke utara itu juga diyakini menjadi jalur akulturasi budaya. Nggak sedikit pendatang yang berlabuh di sekitar Kali Semarang kemudian menetap di wilayah tersebut.
"(Dari sungai itu) orang-orang dari berbagai etnis berdatangan. Kemudian, mulailah berdiri Kampung Pecinan, Kampung Arab, Kampung Melayu, dan Kampung Jawa. Mereka semua menempati wilayah di sekitar Kali Semarang," ujar anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Semarang itu.
Sayang, Kali Semarang kini nggak mungkin lagi dilalui kapal atau perahu. Lantaran kerap menjadi jalan masuk air pasang (rob) dari Laut Jawa, muara sungai tersebut sudah sejak bertahun-tahun lalu ditutup. Jadi, alih-alih sungai, Kali Semarang saat ini lebih tepat disebut bendungan.
“Kali Semarang sekarang berfungsi sebagai bendungan untuk mengatur debit air; menampung air yang nantinya dipompa untuk dibuang ke laut,” pungkas Tjahjono.
Pada 2019 lalu Pemkot Semarang sempat berwacana akan melakukan revitalisasi Kali Semarang agar minimal bisa dilalui perahu seperti zaman dulu. Kalau terwujud, sungai ini tentu bakal menjadi "gravitasi" baru dunia pariwisata di Kota Semarang ya, Millens!(Kharisma Ghana Tawakal/E03)