BerandaTradisinesia
Rabu, 5 Apr 2022 08:00

Kali Semarang; Dari Pusat Niaga hingga Akulturasi Budaya

Kali Semarang; Dari Pusat Niaga hingga Akulturasi Budaya

Kali Semarang yang didera rintik hujan. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Sebagai salah satu jalur terpenting masuk ke Kota Lunpia, Kali Semarang dikenal sebagai pusat niaga masyarakat. Para pedagang yang datang dari pelbagai belahan dunia juga membuat wilayah sekitar sungai mengalami akulturasi budaya.

Inibaru.id – Musim kemarau belum juga tiba, tapi Kali Semarang sudah menampilkan dasarnya yang terlihat nggak cukup dalam. Di beberapa sudut, sampah plastik juga tampak terserak di sungai yang keruh tersebut. Kotor dan kurang nyaman dipandang.

Melihat situasi ini, kamu mungkin nggak akan menyangka bahwa sungai yang bermuara di Laut Jawa itu pernah menjadi jalur utama transportasi air di Kota Lunpia tempo dulu. Hal ini sebagaimana diungkapkan pengamat bangunan bersejarah Tjahjono Rahardjo.

Ahli tata ruang dari Unika Soegijapranata Semarang itu mengungkapkan, Kali Semarang adalah pintu masuk transaksi jual-beli dan aktivitas apa pun antara orang Semarang dengan masyarakat di luar kota dan pulau.

“Banyak pendatang dari luar Jawa seperti Kalimantan dan Sulawesi menggunakan jalur Kali Semarang sebagai jalur utama perdagangan,” tutur Tjahjono yang dihubungi Inibaru.id via panggilan video belum lama ini.

Jalur Utama Perniagaan

Kali Semarang di sekitar Kota Lama yang keruh dan mengalami pendangkalan. Selain airnya yang kotor, sampah juga banyak terlihat di berbagai sudut. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Sungai tersebut, lanjutnya, terhubung langsung dengan Kota Lama yang menjadi pusat pemerintahan sekaligus perputaran uang. Penggunaan sungai sebagai jalur perdagangan sangatlah efisien karena kala itu belum ada kapal-kapal besar yang masuk ke Semarang.

“Dulu, pedagang muslim yang datang melalui Kali Semarang biasa menurunkan barang bawaannya di dekat Masjid Layur," terang Tjahjono. "Mereka turun pada siang hari, kemudian langsung menjalankan salat Zuhur.”

Perlu kamu tahu, Masjid Layur atau kerap disebut Masjid Menara, adalah salah satu masjid tertua di Kota ATLAS yang dibangun para saudagar dari Arab pada 1802. Masjid itu terdiri atas dua lantai. Namun, rob berkepanjangan membuat bangunan tersebut terbenam, hingga tinggal tersisa satu lantai.

Nggak ada yang tahu pasti kapan sungai tersebut menjadi nadi tranportasi air bagi masyarakat setempat. Namun, Tjahjono menaksir, kemungkinan sudah ada sebelum abad ke-18. Keberadaannya mulai memudar sejak Pelabuhan Tanjung Mas dibangun pada akhir abad ke-18.

"Setelah pembangunan Pelabuhan Tanjung Mas, Kali Semarang mulai kehilangan fungsi utamanya, tergantikan oleh Kali Baru yang menjadi pintu masuk ke Tanjung Mas," papar Tjahjono. "Pendatang kadang masuk lewat Kali Semarang, lalu keluar dengan memutar via Kali Baru."

Jalur Akulturasi Budaya

Lanskap Kali Semarang yang kondisinya jauh berbeda dibanding tempo dulu. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Selain menjadi jalur utama perniagaan di Kota Semarang, Tjahjono berkata, sungai yang membentang dari selatan ke utara itu juga diyakini menjadi jalur akulturasi budaya. Nggak sedikit pendatang yang berlabuh di sekitar Kali Semarang kemudian menetap di wilayah tersebut.

"(Dari sungai itu) orang-orang dari berbagai etnis berdatangan. Kemudian, mulailah berdiri Kampung Pecinan, Kampung Arab, Kampung Melayu, dan Kampung Jawa. Mereka semua menempati wilayah di sekitar Kali Semarang," ujar anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Semarang itu.

Sayang, Kali Semarang kini nggak mungkin lagi dilalui kapal atau perahu. Lantaran kerap menjadi jalan masuk air pasang (rob) dari Laut Jawa, muara sungai tersebut sudah sejak bertahun-tahun lalu ditutup. Jadi, alih-alih sungai, Kali Semarang saat ini lebih tepat disebut bendungan.

“Kali Semarang sekarang berfungsi sebagai bendungan untuk mengatur debit air; menampung air yang nantinya dipompa untuk dibuang ke laut,” pungkas Tjahjono.

Pada 2019 lalu Pemkot Semarang sempat berwacana akan melakukan revitalisasi Kali Semarang agar minimal bisa dilalui perahu seperti zaman dulu. Kalau terwujud, sungai ini tentu bakal menjadi "gravitasi" baru dunia pariwisata di Kota Semarang ya, Millens!(Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Iri dan Dengki, Perasaan Manusiawi yang Harus Dikendalikan

27 Mar 2025

Respons Perubahan Iklim, Ilmuwan Berhasil Hitung Jumlah Pohon di Tiongkok

27 Mar 2025

Memahami Perasaan Robot yang Dikhianati Manusia dalam Film 'Companion'

27 Mar 2025

Roti Jala: Warisan Kuliner yang Mencerminkan Kehidupan Nelayan Melayu

27 Mar 2025

Jelang Lebaran 2025 Harga Mawar Belum Seharum Tahun Lalu, Petani Sumowono: Tetap Alhamdulillah

27 Mar 2025

Lestari Moerdijat: Literasi Masyarakat Meningkat, tapi Masih Perlu Dorongan Lebih

27 Mar 2025

Hitung-Hitung 'Angpao' Lebaran, Berapa Banyak THR Anak dan Keponakan?

28 Mar 2025

Setengah Abad Tahu Campur Pak Min Manjakan Lidah Warga Salatiga

28 Mar 2025

Asal Usul Dewi Sri, Putri Raja Kahyangan yang Diturunkan ke Bumi Menjadi Benih Padi

28 Mar 2025

Cara Menghentikan Notifikasi Pesan WhatsApp dari Nomor Nggak Dikenal

28 Mar 2025

Hindari Ketagihan Gula dengan Tips Berikut Ini!

28 Mar 2025

Cerita Gudang Seng, Lokasi Populer di Wonogiri yang Nggak Masuk Peta Administrasi

28 Mar 2025

Tren Busana Lebaran 2025: Kombinasi Elegan dan Nyaman

29 Mar 2025

AMSI Kecam Ekskalasi Kekerasan terhadap Media dan Jurnalis

29 Mar 2025

Berhubungan dengan Kentongan, Sejarah Nama Kecamatan Tuntang di Semarang

29 Mar 2025

Mengajari Anak Etika Bertamu; Bekal Penting Menjelang Lebaran

29 Mar 2025

Ramadan Tetap Puasa Penuh meski Harus Lakoni Mudik Lebaran

29 Mar 2025

Lebih dari Harum, Aroma Kopi Juga Bermanfaat untuk Kesehatan

29 Mar 2025

Disuguhi Keindahan Sakura, Berikut Jadwal Festival Musim Semi Korea

29 Mar 2025

Fix! Lebaran Jatuh pada Senin, 31 Maret 2025

29 Mar 2025