BerandaTradisinesia
Minggu, 17 Mar 2018 06:12

Filsafat Hidup dalam Permainan Tradisional Cublak-cublak Suweng

Anak-anak bermain cublak-cublak suweng. (Yogyakarta.panduanwisata.id)

Lagu dolanan berjudul "Cublak-cublak Suweng" ternyata memiliki arti filosofis hidup yang indah. Lagu yang konon diciptakan oleh Sunan Giri itu mengangkat soal harta manusia yang sejati.

Inibaru.id – Cublak-cublak  suweng, suwenge ting gelenter. Ingat potongan lagu ini, nggak, Millens? Yup, itu adalah potongan lagu dolanan berjudul “Cublak-cublak Suweng” yang biasa dinyanyikan sambil memainkan permainan tradisional.

Permainan ini biasanya dilakukan oleh tiga sampai tujuh orang. Dalam permainan tersebut, ada seorang anak yang memosisikan diri dengan duduk telungkup seperti sujud dan memejamkan mata. Anak-anak lain duduk mengitarinya sambil menengadahkan telapak tangan mereka. Sembari menyanyikan lagu, sebuah batu kecil akan digerakkan secara bergilir ke masing-masing anak. Ketika lagu selesai, batu itu disembunyikan oleh anak yang terakhir kali mendapatkannya.

Mengutip wiyonggoputih.blogspot.com, permainan cublak-cublak suweng berasal dari Jawa Timur. Lagu ini konon diciptakan oleh Sunan Giri, salah seorang Walisongo.  Dulu, dakwah Islam dipadukan dengan kesenian dan budaya lokal agar mudah diterima masyarakat. Karena itu, Sunan Giri pun menyusun lagu ini demi menjaga masa depan masyarakat Jawa kelak, khususnya anak-anak.

Baca juga:
Ritus-Ritus sebelum Hari Nyepi
Keseruan Main Gobak Sodor

Dalam lagu ini, kata “suweng” bermakna subang atau anting-anting perempuan. Nah, arti lagu ini secara gamblang adalah mengenai Pak Empo yang sedang mencari sebuah subang.

Namun, lagu ini juga mengandung filsafat hidup, lo. Kata “suweng” dapat dimaknai sebagai harta sejati. “Suwenge ting gelenter” berarti bahwa harta tersebut berserakan di sekitar manusia. Banyak orang yang berusaha mencari harta itu. Bahkan, ada orang-orang bodoh yang diibaratkan sebagai gudel atau anak kerbau yang mencari harta dengan penuh nafsu dan keserakahan.

Orang-orang tersebut lera-lere (menengok ke kanan dan kiri) karena kebingungan. Walaupun memiliki kekayaan melimpah, ternyata itu palsu. Mereka hanya tenggelam dalam keserakahan. Sementara itu, orang-orang yang senang menjalani hidup tanpa nafsu berlebihan akan memperoleh harta sejatinya, yaitu kebahagiaan.

Kalimat “sir-sir pong dele kopong” mengacu pada makna bahwa untuk memperoleh kebahagiaan tersebut, manusia harus melepaskan diri dari hal-hal yang hanya bersifat duniawi sehingga kosong atau kopong dari sifat-sifat buruk.

Baca juga:
Mendak Tirta, Tradisi Umat Hindu Boyolali Jelang Nyepi
Menumbuhkan Sportivitas melalui Permainan Betengan

Indah sekali makna lagu ini. Meskipun permainan cublak-cublak suweng sudah semakin tergerus oleh zaman, banyak masyarakat yang masih berusaha melestarikannya, lo. Sebagai contoh, mahasiswa di Surakarta melakukan Kampanye Dolanan Anak pada September 2017 lalu. Dalam acara tersebut, para mahasiswa mengajak anak-anak untuk memainkan beragam permainan tradisional, termasuk cublak-cublak suweng, seperti dikutip dari solopos.com (11/9/2017).

Nah, kita pun juga perlu ikut melestarikan budaya, Millens. Ayo ajarkan permainan ini ke anak-anak di sekitar kamu? (AYU/SA)

 

Lirik lagu “Cublak-cublak Suweng”

Cublak-cublak suweng

Suwenge teng gelenter

Mambu ketundhung gudel

Pak Empo lera-lere

Sopo ngguyu ndhelikake

Sir-sir pong dele kopong

Sir-sir pong dele kopong

Sir-sir pong dele kopong

 

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024