BerandaTradisinesia
Sabtu, 19 Agu 2022 17:52

Epilog Konglomerasi Oei Tiong Ham, Sang Raja Gula dari Semarang

Oei Tiong Ham, sang raja gula dari Semarang. (Twitter @potretlawas)

Seorang taipan bernama Oei Tiong Ham dikenal sebagai raja gula dari Semarang. Bisnisnya bahkan sampai menjangkau lima benua. Namun, kekayaan itu nggak bertahan lama setelah dia tutup usia. Seperti apa ya cerita bisnisnya?

Inibaru.id – Hingga kini, gula menjadi komoditas bisnis yang sangat menguntungkan di dunia, termasuk di Indonesia. Gula dibutuhkan semua lapisan masyarakat dan industri makanan atau minuman. Omong-omong, Indonesia punya cerita sejarah menarik tentang gula lo. Salah satunya adalah cerita tentang konglomerat yang memiliki bisnis gula yang menjangkau lima benua.

Namanya adalah Oei Tiong Ham. Dia adalah anak dari Oei Tjie Sien yang lahir pada 19 November 1866. Ayahnya merupakan orang asli Tionghoa yang bermigrasi ke Jawa usai Pemberontakan Taiping berkecamuk di Tiongkok. Begitu sampai di Tanah Jawa, sang ayah membuka bisnis gula bernama Kian Gwan.

Manusia 200 Juta Gulden

Kesuksesan sang ayah membuat Oei Tiong Ham sudah disiapkan menjadi penerus sang ayah sejak kecil. Ketika menginjak usia 24 tahun, dia diberi kuasa penuh untuk meneruskan bisnis sang ayah. Dia pun menyempurnakan bisnis tersebut dengan membentuk perusahaan sendiri bernama Oei Tiong Ham Concern (OTHC).

Oei terkenal dengan cara kerja yang visioner. Pada 1900-an, dia mempekerjakan orang dari luar lingkaran keluarganya untuk memegang posisi yang strategis. Hal ini tentu cukup kontras jika dibandingkan dengan kebiasaan para taipan Tionghoa pada saat itu. Dia juga menerapkan manajemen perusahaan yang modern.

Bisnis gulanya kemudian semakin menggurita. Jumlah pabriknya pun bertambah jadi lima, yaitu Pabrik Gula Redjoagong, Krebet, Tanggulangin, Pakies, dan Ponen. Nggak hanya itu, pria yang sempat mendapatkan julukan manusia 200 juta Gulden itu juga melebarkan sayap bisnisnya ke bidang perbankan, konstruksi, rempah, dan banyak sektor industri lain.

<i>Taman megah milik Oei Tiong Ham di Semarang yang dipotret oleh fotografer Belanda di tahun 1900. (Willem Meijers/KITLV)</i>

Diterpa Kebangkrutan Semenjak Perang Dunia

Sayangnya, Perang Dunia I yang berlangsung pada 1914-1918 membuat OTHC goyah. Kondisi bisnis gula Oei Tiong Ham bahkan semakin mengenaskan tatkala pemerintah Hindia Belanda menerapkan pajak bisnis sampai 30 persen. Tarikan pajaknya bahkan semakin menggila usai Oei Tiong Ham meninggal di Singapura pada 9 Juli 1924.

Kala Perang Dunia II berkecamuk dan Indonesia dijajah Jepang, pabrik-pabrik milik Oei Tiong Ham sempat dirampas. Bahkan, saat Indonesia sudah merdeka, bisnis gula tersebut kesulitan untuk bangkit. Penyebabnya, tatkala Indonesia menerapkan Demokrasi Terpimpin pada 1950-1960, pabrik-pabrik gula tersebut nggak bisa mendapatkan keuntungan gara-gara sistem ekonomi sosialisme yang dipakai pemerintah kala itu.

Bukannya kompak membangkitkan bisnis gula leluhurnya, pewaris Oei Tiong Ham yang berjumlah 26 anak yang berasal dari 8 istri justru lebih sibuk memperebutkan warisan kekayaannya. Sengketa berakhir pada 10 Juli 1961 tatkala pengadilan menyita seluruh aset Oei Tiong Ham Concern.

Hanya 9 anak yang mendapatkan secuil sisa kekayaannya. Bisnis gula yang sebelumnya raksasa pun dipastikan hancur.

Akhir kisah bisnis gula Oei Tiong Ham ini cukup tragis, ya, Millens . (Nat, Kom,Voi/IB31/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: