BerandaTradisinesia
Minggu, 25 Jun 2022 19:09

Duduk Berdampingan Tanpa Kasta di Angkringan

Beberapa sajian yang umumnya ada di angkringan. (Twitter @pksdiy)

Duduk nangkring atau duduk dengan menaikkan satu kaki adalah sebuah kebiasaan yang mudah dijumpai di angkringan. Konon, di sini kita bisa bertemu orang nggak dikenal dan berakhir ngobrol ngalor-ngidul sebagaimana dengan teman akrab, lo! Yuk, kita mengenal magisnya tempat makan yang sangat merakyat di Indonesia ini.

Inibaru.id – “Yogyakarta terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan.” Begitu kira-kira sepenggal sajak penyair ternama Joko Pinurbo. Kutipan ini sering digunakan banyak orang sebagai ungkapan kerinduannya terhadap Kota Yogyakarta. Di kota ini, kamu memang bisa dengan mudah menemui angkringan, Millens.

Angkringan adalah tempat di mana banyak makanan dan minuman dengan harga terjangkau bisa kamu beli. Kamu juga bisa bercengkerama dengan siapa saja di sana, termasuk dengan orang yang awalnya nggak kamu kenal, lo.

Hikayat Sebuah Angkringan

Banyak versi yang menjelaskan hikayat tempat sederhana ini. Yang pertama, pada tahun 1930-an, Karso, pria asal Klaten, mengadu nasib ke Solo dan bertemu dengan Wiryo. Mereka berdua lantas setuju membuat terikan, aneka lauk yang dimasak dengan kuah kental.

Gerobak makanan yang mereka jajakan sengaja dijual di malam hari. Lambat laun, mereka menambah menu makanan dan aneka wedangan hangat seperti wedang jahe, kopi, dan teh. Berhubung semakin banyak yang mampir, ditambahlah beberapa jajanan pasar dan camilan kampung.

Awalnya, mereka berjualan dengan gerobak pikul yang dibawa berkeliling. Namun, seiring berjalannya waktu, ada yang mulai meniru jualan mereka. Nah, tatkala Karso dan Wiryo mengalami kecelakaan yang membuat gerobak makanannya tumpah, mereka memutuskan untuk mengganti cara mereka berjualan, yaitu dengan mangkal di satu tempat saja.

Gerobak angkringan yang sering kita temui di kota-kota di Jawa Tengah. (Twitter @ashmarisya)

Kedua, ada versi yang mengatakan bahwa angkringan Karso yang ada di Solo menginspirasi banyak orang. Salah satunya adalah Pairo. Alih-alih ikut berjualan di Solo, dia ingin mencoba hal yang sama di Yogyakarta. Pada 1950, Pairo mulai menjajakan makanannya dengan cara dipikul mengelilingi Yogyakarta.

Sempat beberapa kali pindah tempat, Stasiun Tugu Yogyakarta akhirnya dipilih sebagai tempat untuknya mangkal. Di sana, angkringan Pairo semakin berkembang dan populer. Sejak saat itulah, banyak orang mengikuti jejaknya membuka angkringan di Kota Pelajar.

Filosofi Angkringan dan Bahasan Para Pembelinya

Seiring dengan berkembangnya zaman, semakin banyak penjual angkringan yang menelurkan inovasi menarik. Salah satunya adalah kemunculan nasi kucing, nasi plus lauk dengan ukuran porsi sedikit layaknya makanan kucing. Selain itu, ragam satai dan gorengan di angkringan semakin banyak. Bahkan, kini mulai banyak angkringan yang menyediakan live music hingga fasilitas Wi-Fi.

Angkringan di Kota Solo biasa disebut sebagai hik, singkatan dari hidangan istimewa kampung ini dinilai sebagai tempat yang egaliter. Nggak hanya kaum elit yang bisa jajan disini, kaum kelas teri dan mahasiswa rantau pun bisa menikmati angkringan setiap saat. Di sana, obrolan para pelanggannya juga bervariasi, dari yang enteng seperti isu di lingkungan sekitar hingga obrolan ekonomi politik yang cukup berat bisa kamu dengarkan.

Bisa dikatakan, di angkringan, kamu nggak akan menemukan kelas sosial. Semua setara asalkan mau membayar apa yang mereka makan dan minum saat mau pulang. Setuju, kan, Millens?(Kom,Ora,Idn/IB31/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024