BerandaTradisinesia
Minggu, 2 Apr 2022 09:05

Cara Makan Orang Jawa dari Masa ke Masa

Makan menggunakan tangan adalah cara makan masyarakat Jawa sebelum dipengaruhi oleh budaya Bangsa Eropa. (Honestdoc)

Siapa sangka kedatangan Belanda ke Jawa cukup mempengaruhi kebiasaan cara makan penduduk pribumi? Meski begitu, ada juga lo kebiasaan makan asli Nusantara yang masih dilakukan masyarakat hingga sekarang. Seperti apa sih?

Inibaru.id – Ada yang bilang cara makan seseorang mencerminkan kepribadiannya. Faktanya, kita memang selalu memilih cara makan yang sesuai dengan kenyamanan. Meski begitu, setiap orang punya standar kenyamanan yang berbeda-beda, Millens.

Cara makan lebih dari sekadar memasukkan makanan ke mulut dan kemudian menelannya. Realitanya, kebiasaan makan ternyata bisa menggambarkan sejarah suatu bangsa. Karena alasan ini pula, cara makan orang Jawa sebenarnya cukup menarik untuk dibahas.

Omong-omong, sembari mengingat-ingat seperti apa kebiasaan makan yang menurutmu paling nyaman, nggak ada salahnya kita ulas sedikit sejarah cara makan masyarakat Jawa.

Makan dengan Tangan

Dilansir dari Historia, sejarawan Fadly Rahman dalam Rijsttafel: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942 mengatakan, sebelum abad ke-18, cara makan masyarakat Nusantara dan sebagian besar penduduk Asia Tenggara mirip. Saat makan, mereka duduk santai di lantai. Alas makanannya berupa daun pisang atau piring kayu. Mereka juga selalu mencuci tangan dan makan menggunakan tangan kanan.

Yang menarik, kebiasaan cuci tangan sebelum makan ternyata bukan karena faktor kebersihan, melainkan agar nasi yang dikepal nggak lengket di tangan.

“Mencuci tangan dan makan dengan tangan kanan adalah penting dalam budaya makan di kalangan pribumi,” tulis dosen Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran itu.

Meski sama-sama menggunakan tangan, ada perbedaan cara makan antara masyarakat biasa dengan kaum bangsawan di masa itu. Etika makan para bangsawan antara lain nggak boleh berbicara keras, mengangkat satu kaki, dan mendahulukan orang yang paling tua.

Makan Bersama

Hingga kini, masyarakat Sunda, Jawa Barat masih lekat dengan tradisi ngaliwet, yaitu makan bersama dalam satu wadah besar. (kokikit)

Masih di masa yang sama, masyarakat Jawa juga akrab dengan kebiasaan makan bersama dengan sajian makanan yang dihidangkan secara terbuka. Masyarakat Sunda dan sebagian besar santri di Jawa terbiasa bersama-sama menyantap makanan yang ditempatkan di atas satu talam besar berisi nasi, sayur, dan lauk. Kebiasaan ini disebut ngaliwet atau bancakan.

Tradisi makan bersama ini mengadopsi cara makan orang-orang Arab. Selain karena mengikuti cara makan Rasulullah, makan bersama ini juga mengajarkan makna kesetaraan tanpa memandang status sosial.

Menggunakan Sendok Garpu

Sendok dan garpu merupakan alat makan yang sering kita gunakan (pixabay/Mimzy)

Pada awal abad ke-19, kaum elit bumiputera mulai mengadopsi cara makan Bangsa Eropa yaitu menggunakan sendok dan garpu. Penggunaan pisau nggak begitu populer karena masakan Jawa kala itu mendapat pengaruh dari masakan Tionghoa yang disajikan dalam bentuk potongan yang bisa dimakan sekali suap.

Ketika sudah terbiasa menggunakan sendok dan garpu, perlahan masyarakat Jawa mengenal cara penyajian makanan prasmanan.

Prasmanan dalam suatu pesta memudahkan para tamu untuk memilih hidangan sesuai keinginannya. (foodspot/thebalancesmb)

Prasmanan mengacu pada kata ‘frasman’, sebutan orang Belanda kepada orang Prancis yang sering menyajikan makanan di atas meja. Makanan-makanan itu tersusun rapi sehingga memudahkan mereka untuk memilih hidangan yang disuka. Orang Prancis sendiri menyebut cara ini dengan istilah buffet.

Nah, prasmanan ternyata cocok diadopsi masyarakat Jawa dan bahkan tetap populer hingga sekarang. Sudah banyak restoran, hotel, bahkan hajatan besar seperti pesta pernikahan yang memakai cara makan ini.

Dari berbagai cara makan yang biasa dilakukan orang Jawa ini, mana yang paling kamu suka, Millens? (His/IB20/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024