BerandaTradisinesia
Kamis, 5 Nov 2025 19:19

Brobosan Jadi Jalan Sunyi Antara Bakti dan Pelepasan dalam Tradisi Jawa

Prosesi brobosan saat pelepasan jenazah Adipati Mangkunegara IX di Pura Mangkunegaran sebelum menuju kompleks Pemakaman Raja Astana Girilayu Karanganyar. (Antara)

Dalam tradisi Jawa, Brobosan bukan sekadar ritual kematian, melainkan simbol bakti dan pelepasan terakhir anak kepada orang tua. Di balik gerakan sederhana melewati keranda, tersimpan filosofi mendalam tentang cinta, keikhlasan, dan penghormatan kepada leluhur.


Inibaru.id - Dalam tradisi kematian Jawa, ada satu ritual yang sarat makna dan simbolisme. Namanya Brobosan. Bagi sebagian masyarakat, ritual ini bukan sekadar tradisi turun-temurun, melainkan bentuk tertinggi dari bakti anak kepada orang tua yang telah berpulang. Namun di balik gerakan sederhana berjalan di bawah keranda jenazah, tersimpan filosofi mendalam tentang cinta, keikhlasan, dan dilema spiritual masyarakat Jawa.

Secara harfiah, brobosan berarti “menerobos” atau “melewati.” Dalam upacara ini, anak dan cucu almarhum berjalan bergantian melewati bagian bawah keranda yang diangkat tinggi, biasanya sebanyak tiga atau tujuh kali. Gerakan merunduk itu bukan tanpa makna.

Ia adalah simbol kerendahan hati dan penghormatan terakhir kepada sosok yang selama hidup menjadi sumber kasih dan panutan. Dengan merunduk di bawah keranda, para keturunan menempatkan diri secara harfiah dan simbolik di bawah orang tua mereka, sebuah wujud nyata dari pepatah Jawa, mikul dhuwur mendhem jero, yang berarti “menjunjung tinggi dan mengubur dalam-dalam jasa leluhur.”

Namun, di balik penghormatan itu, Brobosan juga mengandung paradoks emosional. Ritual ini dimaknai sebagai cara melepas sekaligus menjaga. Melepas, karena diyakini membantu keluarga menenangkan batin dan menghindari tomtoman atau rasa rindu yang berlebihan kepada yang telah tiada. Menjaga, karena diyakini pula bahwa melalui brobosan, sifat baik, ilmu, atau bahkan tuah dari almarhum dapat “turun” kepada keturunan. Dalam keyakinan masyarakat, ritual ini membantu menyalurkan energi kebaikan leluhur agar terus hidup di generasi penerus.

Brobosan menjadi upacara pubgkasan sebelum jenazah diantar ke peristirahatan terakhir. (via Kumparan)

Ada pula sisi perlindungan spiritual dalam adat ini. Brobosan nggak dilakukan jika yang meninggal adalah anak kecil. Alasannya sederhana tapi sarat makna yakni keluarga nggak ingin “mewarisi” kesedihan atau nasib pendek umur dari anak yang belum sempat dewasa. Logika ini menunjukkan betapa dalamnya hubungan antara tindakan simbolik dan keyakinan dalam tradisi Jawa.

Meski kini sebagian masyarakat meninjau ulang praktik brobosan dari sisi keagamaan, tradisi ini tetap bertahan di sejumlah daerah seperti Jepara, Tulungagung, dan Ponorogo. Bagi banyak orang Jawa, brobosan bukan sekadar adat lama yang harus dipertahankan, melainkan cara mengekspresikan cinta dan penghormatan terakhir pada leluhur dalam bahasa tubuh yang lembut dan penuh rasa.

Di tengah arus modernisasi dan penafsiran agama yang semakin ketat, Brobosan berdiri sebagai simbol negosiasi antara rasa dan aturan, antara bakti dan keikhlasan. Ia mengajarkan bahwa kematian, bagi orang Jawa, bukan akhir dari hubungan, melainkan peralihan menuju bentuk cinta yang lebih sunyi di mana yang hidup tetap belajar membungkuk, menundukkan ego, dan mengingat bahwa bakti sejati nggak pernah mati.

Dalam banget ya makna upacara ini, Gez? (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: