BerandaPasar Kreatif
Rabu, 9 Nov 2021 15:00

Pasrah, Ikhtiar Terakhir Para Tukang Becak di Tengah Gempuran Ojek Daring

Seorang tukang becak beristirahat di tepi jalan setelah seharian belum mendapat penumpang. (Inibaru.id/ Bayu N)

Becak menjadi moda darat yang mungkin akan segera dilupakan, terutama setelah adanya gempuran ojek daring. Pasrah pun menjadi ikhtiar terakhir para tukang becak di Semarang yang menolak pensiun.

Inibaru.id - Teknologi mutakhir telah memberikan kemudahan bagi masyarakat modern. Pada saat bersamaan, ia juga menggerus banyak tatanan. Di dunia transportasi, disrupsi teknologi justru menjadi mimpi buruk bagi sejumlah moda angkutan, salah satunya becak.

Alih-alih mengantar penumpang, tukang becak kini terlihat lebih sering rehat atau ngetem di pengkolan, nggak terkecuali di Kota Semarang, Jawa Tengah. Hari-hari mereka dihabiskan untuk menunggu sembil berharap akan ada 1-2 penumpang, yang justru acap berakhir dengan kekecewaan.

Di antara para tukang becak malang itu, Ayub adalah salah satunya. Sore itu, belum lama ini, lelaki kelahiran 1955 tersebut memilih terlarut dalam lagu dangdut kesukaan yang diputarnya sembari duduk di kursi penumpang becaknya sendiri. Dia enggan memikirkan kemungkinan buruk nggak dapat penumpang hari itu.

Seharian, Ayub memang sama sekali belum mendapat penumpang, padahal sebentar lagi jam akan menunjukkan waktunya dia pulang. Dia mengatakan, belakangan ini sangat sulit baginya mendapatkan penumpang, yang berarti nggak penghasilan untuk dia bawa pulang.

Meski sudah sepuh, Ayub belum mau berhenti dari profesinya sebagai tukang becak. (Inibaru.id/ Bayu N)

“Bisa bawa pulang Rp 5.000 sampai Rp 10 ribu saja sudah bersyukur,” keluh lelaki yang sudah menjadi tukang becak selama lebih dari 40 tahun tersebut.

Dalam beberapa tahun terahir, Ayub merasa jumlah penumpang becak memang telah jauh berkurang. Dari tahun ke tahun, pelanggannya pun terus menyusut. Hal tersebut nggak dimungkirinya telah membuat sebagian teman sejawatnya memilih gantung handuk atau beralih profesi.

Terkait hal ini, Ayub mengaku nggak bisa untuk nggak menyalahkan kehadiran ojek daring. Dia nggak menampik bahwa moda darat yang juga bisa menjangkau hingga sudut-sudut kota laiknya becak itu memang jauh lebih diminati masyarakat modern.

“Ya gimana lagi, sekarang kalau mau ke mana-mana tinggal buka ponsel, pesan ojek, nanti dijemput," ujar Ayub, terdengar sinis. "Orang pasti lebih memilih yang simpel, kan?”

Beberapa tukang becak masih mengkambinghitamkan ojek online atas menurunnya penumpang. (Inibaru.id/ Bayu N)

Kendati terlihat kurang bisa menerima, ujung-ujungnya Ayub memilih pasrah dan berserah pada Tuhan. Diiringi tawa keras, dia mengatakan bahwa rezeki sudah ada yang mengatur. Jadi, dia nggak mau terlampau merisaukan hal tersebut.

Namun, agaknya nggak semua tukang becak selegawa Ayub. Banyak rekan sesawat Ayub yang hingga kini belum bisa berdamai dengan persaingan antara becak versus ojek daring ini. Sebagian dari mereka masih menganggap para driver ojek daring telah merenggut rezeki mereka.

Kecemburuan ini tentu saja beralasan. Tukang becak yang masih berusia muda mungkin bisa saja banting setir, entah jadi buruh atau mendaftar sebagai driver ojek daring. Namun, bagi yang sudah berusia di atas 40 tahun seperti Ayub, nggak banyak lagi pilihan mereka mengais rupiah.

Rahmat, misalnya. Lelaki yang sudah menjadi tukang becak sejak 1990-an ini mengaku nggak tahu lagi harus melakukan apa andai harus menyerah atau pensiun dari menarik becak. Terlebih, dia sudah terlanjur menghabiskan tabungannya untuk membeli dan memberi motor pada becaknya.

“Sudah tua, bisa ngapain lagi? Mau jual becak juga siapa yang mau beli, keadaan sepi begini?” tanyanya, retoris. Mendung menggelayut di matanya.

Bermodalkan doa dan usaha, para tukang becak nggak akan berhenti mengayuh becaknya selama masih kuat. (Inibaru.id/ Bayu N)

Rahmat mengakui, dia merasa tersaingi. Namun, dia nggak mau membabi buta membenci para driver ojek daring tersebut. Menurutnya, tukang becak dan driver ojek sama-sama mencari uang, berjuang untuk keluarga, dan tengah bergelut dengan nasib.

“Ya, kadang cemburu kalau lihat ada ojek online lewat bawa penumpang,” keluh Rahmat, lalu tersenyum kecut. "Cuma cemburu, nggak lebih."

Mendengar ungkapan pasrah yang menjadi ikhtiar terakhir para tukang becak ini tentu saja bikin hati miris. Namun, inilah sisi kelam teknologi. Hari ini tukang becak, besok giliran siapa yang mengerang? (Bayu N/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024