Inibaru.id – Selain dikenal sebagai Kota Wali, Kabupaten Demak juga populer sebagai Kota Jambu Air. Julukan ini didapatkan lantaran wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang itu dikenal sebagai penghasil buah yang kaya nutrisi tersebut.
Di Demak, petani jambu air memang tersebar di pelbagai tempat. Maka, wajar jika wisatawan yang bertandang ke kota ini, biasanya untuk berziarah ke makam Sunan Kalijaga atau menyambangi Masjid Demak yang bersejarah, membawa oleh-oleh jambu air sepulangnya.
Nggak hanya wisatawan, masyarakat setempat juga nggak sedikit yang menggemari buah bercita rasa manis dengan sensasi menyegarkan ini. Salah satunya adalah Abdul Ghofur. Bukan sembarang jambu air, dia mengaku saat ini hanya menggemari jambu air yang berasal dari Demak.
"Biarpun jambu air ada di mana-mana, menurutku yang dari Demak ini punya cita rasa yang berbeda dengan daerah lain," terangnya yang ditemui Inibaru.id kala membeli jambu air di pinggir jalan protokol di Demak, belum lama ini.
Lebih Manis dan Tebal
Tanpa bermaksud merendahkan kemampuan petani di wilayah lain, Ghofur mengaku bisa membedakan kualitas jambu air dari Demak dengan buah yang sama yang ditanam di Kudus, Pati, Jepara, atau Grobogan. Perbedaan itu bisa dilihat dari rasa dan ukurannya.
"Ini klaim pribadi, ya!" sebut Ghofur. "Menurutku, jambu air dari Demak selalu terasa lebih manis, legit, dengan sedikit asam pada akhirnya. Tekstunya renyah dan berair saat digigit. Buahnya juga terlibat lebih besar, dagingnya tebal, dan kebanyakan tanpa biji."
Perbedaan tersebut, lanjutnya, cukup terlihat, bahkan sebelum dia mencobanya. Meski nggak bisa membedakannya secara lebih detail, dia mengungkapkan, instingnya selalu bisa membedakan mana yang jambu air demak dan bukan.
"Aku biasa beli jambu air di pinggir jalan raya atau toko buah di dekat pusat kota seperti ini." tuturnya sembari menunjuk toko buah yang dimaksud. "Nah, mana yang dari Demak ini bisa kelihatan!"
Seolah Tidak Mengenal Musim
Ghofur mengungkapkan, nggak sulit menemukan jambu air di Demak, khususnya di sekitar pusat kota. Hampir semua toko buah menyediakan, meski sedang nggak musimnya. Namun, dia mengingatkan, biasanya harga akan lebih lebih mahal jika bukan musimnya karena stok mereka nggak banyak.
"Beli di toko atau pinggir jalan sama saja. Sama-sama enak. Tapi, yang paling enak adalah kalau kita bisa beli langsung ke petani saat panen. Petik di pohon, lalu langsung dimakan. Ini yang paling nikmat!" kelakarnya.
Pemahaman Ghofur tentang jambu air memang cukup baik karena selain menggemari buah berwarna kemerahan itu, dia juga memiliki kebun jambu air, meski nggak terlalu luas. Dia sengaja membudi daya jambu air karena hasilnya cukup menggiurkan.
"Aku suka jambu air, proses budi dayanya terbilang mudah, dan pasarnya juga menggiurkan.Jadi, kenapa nggak? Sekarang sudah jalan dua tahun," ucap lelaki yang mengaku menanam jambu air nggak jauh dari rumahnya ini.
Bisnis yang Menggiurkan
Hal serupa juga diungkapkan Mubarok, pemilik puluhan pohon jambu air yang ditanam di lahan seluas 2,5 hektare di Desa Weding, Kecamatan Bonang, Demak. Menurutnya, hasil yang didapatkan dari budi daya jambu air demak sangatlah menggiurkan.
"Saya panen tiga kali dalam setahun dengan hasil mencapai 90-an ton. Sekitar 30 ton tiap panen atau sekitar 2 ton tiap hari," tuturnya yang ditemui Inibaru.id saat memanen jambu air dibantu sejumlah pekerja, beberapa waktu lalu.
Buah-buah tersebut, dia melanjutkan, kemudian disortir untuk dibedakan kualitasnya. Ada grade A dan B dengan perbandingan 30/70. Untuk grade A, per kilogram dibanderol Rp16.000, sedangkan yang B dihargai Rp8.000.
“Jambu air sebagian besar kami kirim ke Jakarta. Saya kurang tahu kalau sudah sampai sana dijual berapa," tandasnya.
Kalau bertandang ke Kota Wali, jangan lupa cobain jambu air khas Demak yang katanya manis banget ini ya, Gez! (Sekarwati/E10)
