Inibaru.id - Meski terlihat mudah, menulis takarir (caption) pada keterangan gambar atau video di media sosial seperti Instagram sejatinya bukanlah perkara sederhana, terlebih kalau kamu menjadikannya sebagai lapak jualan.
Dalam dunia kreatif, kemampuan menulis caption ini dikenal sebagai copy writing. Belakangan, seiring dengan maraknya penggunaan medsos di kalangan anak muda, pelatihan copy writing juga hampir selalu dijejali peserta; termasuk yang digelar Santrendelik Semarang beberapa waktu lalu.
Oya, untuk yang belum tahu, Santrendelik adalah sebuah pesantren kontemporer yang berlokasi di bilangan Kalialang, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Kendati bertajuk pesantren, kelompok kajian yang santrinya didominasi mahasiswa ini juga rutin menggelar pelatihan soft skill, nggak terkecuali copy writing.
Digelar pada Sabtu (9/9/2023), pelatihan yang berlangsung sejak pukul 14.00 WIB itu menghadirkan sosok Shanti Ruwyastuti, Kepala Pusat Pengembangan Riset, Inovasi, dan Kurikulum Media Academy. Selama dua jam penuh, mantan petinggi Metro TV ini banyak bicara tentang gimana cara menggabungkan unsur jurnalistik dalam copy writing di medsos.
Bahasa yang Komunikatif
Di hadapan puluhan anak muda, Shanti mengawali obrolan dengan bercerita tentang pengalaman panjangnya menggeluti dunia jurnalistik, mulai dari menjadi reporter di AS hingga turut andil dalam kelahiran dan perjalanan Metro TV sampai sekarang.
Dalam menulis, Shanti mengungkapkan, dia selalu memikirkan gimana cara menceritakan ide di otak dengan bahasa yang komunikatif agar mudah dipahami pembaca. Hal itu pula yang menjadi dasar dari copy writing versinya.
“Pikirkan ide yang relevan dengan foto atau video yang mau diunggah, lalu ceritakan dengan bahasa yang komunikatif agar menarik untuk dibaca,” tutur penyandang gelar Master Produksi Penyiaran dari Boston University ini.
Terus, agar menarik, Shanti menjelaskan, caption tertentu sebaiknya juga memasukkan unsur jurnalistik seperti 5W1H (what, who, where, when, why, how). Inilah yang membedakan antara fakta dengan hoaks.
“Agar diksi yang dipakai kaya dan informasinya lengkap, kita sebaiknya juga rajin membaca karya sastra serta berita,” lanjutnya di hadapan peserta pelatihan bertajuk Jurus Copy Writing Sinting ini.
Menulis saat Mood Sedang Enak
Perempuan yang pernah menjabat sebagai Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV tersebut mengungkapkan, mood sangatlah berperan dalam baik buruknya tulisan. Maka, Shanti menyarankan, saat menulis sebaiknya mood sedang enak.
“Penulis itu seperti koki yang hasil masakannya sangat dipengaruhi mood,” tuturnya. “Mood bisa dibangun dengan bermacam cara, misal dengan mendengarkan musik. So, don’t worry and be happy!”
Selain mood sedang enak, Shanti menambahkan, emosi juga harus stabil. Jangan posting sesuatu saat marah atau menumpahkan kekecewaan terhadap seseorang di medsos karena jejak digital bisa menentukan masa depan kita.
“Story telling yang baik datang dari kondisi emosi yang stabil,” tegasnya.
Terakhir, Shanti mengingatkan, jangan malas meninjau ulang tulisan yang sudah dibuat sebelum diunggah ke medsos. Diksi yang kurang menarik bisa diedit, fakta yang keliru bisa dibetulkan, dan bahasa yang kurang komunikatif bisa dibenahi.
“Menulis itu butuh pembiasaan diri. Maka, teruslah berlatih dan evaluasi agar postingan berikutnya lebih baik,” tandas perempuan berambut sebahu ini, yang segera disambut tepuk tangan seluluh peserta pelatihan.
Wah, ilmu yang menarik banget ya, Millens? Coba cek caption medsosmu, sudahkah seperti yang disarankan Mbak Shanti ini? (Siti Khatijah/E03)