BerandaPasar Kreatif
Kamis, 11 Des 2024 16:15

Geliat Genting Tanah Liat dalam Pusaran Bisnis Atap yang Semakin Berat

Geliat Genting Tanah Liat dalam Pusaran Bisnis Atap yang Semakin Berat

Usaha genting tanah liat kepunyaan Mukhid turut menopang perekonomian masyarakat setempat. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Karena melibatkan banyak SDM, usaha genting tanah liat yang menggeliat di Desa Papringan nggak hanya berdampak positif bagi pemiliknya, tapi juga warga setempat yang menggantungkan hidup dari bisnis atap tradisional ini.

Inibaru.id - Genting tanah liat telah lama menjadi elemen penting dari atap rumah. Dulu, begitu mudah kita menemukan orang-orang yang bekerja sebagai pengrajin genting. Namun, seiring berkembangnya teknologi, kemunculan atap asbes, metal ringan, atau UPVC, telah menggerus profesi ini.

Di pelbagai tempat, bekerja sebagai pengrajin genting nggak lagi dianggap menjanjikan. Akan tetapi, sepertinya hal ini belum berlaku di Desa Papringan, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Hingga kini, sebagian warga desa di sisi barat Kota Kretek itu masih terlibat dalam pembuatan genting tanah liat.

Nggak terkecuali Mukhid. Pengrajin asal Dukuh Papringan Dondong, Desa Papringan ini mengaku sudah 25 tahun menggeluti profesi tersebut; sebuah angka yang tentu saja mencerminkan pengalaman dan dedikasi luar biasa terhadap pekerjaan itu.

"Bagi kami, membuat genting adalah warisan keterampilan yang harus kami jalani dengan penuh kebanggan. Jadi, seberat apa pun situasinya, kami akan terus berusaha bertahan," terang lelaki 46 tahun tersebut.

Menghadapi Tantangan Serius

Salah seorang pekerja di tempat pembuatan genting milik Mukhid. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Mukhid mengatakan, proses pembuatan genting di desanya kebanyakan masih menggunakan cara konvensional, mulai dari proses mengolah tanah liat, mencetak, menjemur, hingga membakar. Dia dan sejawatnya memang sengaja memilih begitu, demi mempertahankan tradisi sekaligus kualitas.

"Genting ini bukan sekadar produk, tapi juga identitas; bukan cuma mencari penghidupan, tapi juga menjaga warisan budaya yang ada di tempat kami," jelasnya.

Mempertahankan nilai ini, dia melanjutkan, bukannya perkara mudah. Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Yang pertama adalah harga bahan baku yang terus naik. Mukhid mengungkapkan, tanah liat yang menjadi bahan utama pembuatan genting harus didatangkan dari luar desa, jadi harganya terus menyesuaikan.

"Harga bahan baku yang terus naik tentu menggerus keuntungan kami," paparnya. "Di sisi lain, persaingan dengan produk atap modern seperti genting metal atau beton juga mau nggak mau menekan harga jual genting buatan kami."

Bertahan dengan Berinovasi

Pembuatan genting di Desa Papringan sebagian besar masih bertahan dengan cara-cara konvensional. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Diakui Mukhid, kondisi saat ini memang nggak ideal dan memaksa para pengrajin terus berinovasi agar dapat bertahan di tengah persaingan pasar yang semakin ketat. Untuk dirinya, sekarang dia memilih menjaga jaringan pembeli yang dimilikinya dengan mengabari mereka saat barang siap dijual.

"Setelah proses pembuatan selesai, biasanya pemilik toko bangunan atau sales mereka datang sendiri ke sini,” ujarnya.

Namun, kendati telah memiliki jaringan pembeli yang cukup luas, bukan berarti masalah Mukhid terselesaikan. Dia mengaku masih menghadapi berbagai tantangan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, termasuk gimana cara meningkatkan penjualan.

"Kami harus meningkatkan penjualan genting untuk menopang perekonomian kami masing-masing, sekaligus membantu pertumbuhan ekonomi lokal di desa ini," jelasnya.

Mendongkrak Ekonomi Desa

Tempat pembakaran genting di Desa Papringan yang berlokasi di sekitar permukiman warga. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Mukhid meyakini, peningkatan penjualan genting nggak hanya akan dia rasakan sendiri, tapi memiliki dampak yang jauh lebih luas, karena banyak orang di desanya masih menggantungkan diri pada profesi tersebut. Artinya, memberikan perhatian lebih kepada bisnis genting ini akan berpengaruh terhadap ekonomi desa.

"Jadi, kami berharap, pemerintah dapat melihat potensi besar dari industri kecil ini sekaligus memberikan perhatian lebih agar kami dapat bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat," ulasnya.

Bentuk dukungan dari pemerintah, imbuhnya, bisa diwujudkan dalam berbagai hal, mulai dari pemberian pelatihan untuk para pekerja, bantuan peralatan yang lebih modern agar pekerjaan lebih efisien dan kualitas terjaga, atau akses pasar yang lebih luas.

"Ini bukan sekadar bisnis, tapi juga upaya melestarikan tradisi. Jadi, selain pemerintah, kami juga akan sangat membutuhkan dukungan masyarakat agar bisa bertahan dan berinovasi tanpa menghilangkan akar dari keunikan genting ini," tutupnya.

Genting tanah liat buatan Desa Papringan adalah simbol identitas dengan perjalanan panjang sejarah dan budaya yang melekat di dalamnya. Posisinya nggak jauh berbeda dengan identitas budaya lain yang perlu uluran tangan masyarakat agar tetap hidup dan lestari. (Imam Khanafi/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Iri dan Dengki, Perasaan Manusiawi yang Harus Dikendalikan

27 Mar 2025

Respons Perubahan Iklim, Ilmuwan Berhasil Hitung Jumlah Pohon di Tiongkok

27 Mar 2025

Memahami Perasaan Robot yang Dikhianati Manusia dalam Film 'Companion'

27 Mar 2025

Roti Jala: Warisan Kuliner yang Mencerminkan Kehidupan Nelayan Melayu

27 Mar 2025

Jelang Lebaran 2025 Harga Mawar Belum Seharum Tahun Lalu, Petani Sumowono: Tetap Alhamdulillah

27 Mar 2025

Lestari Moerdijat: Literasi Masyarakat Meningkat, tapi Masih Perlu Dorongan Lebih

27 Mar 2025

Hitung-Hitung 'Angpao' Lebaran, Berapa Banyak THR Anak dan Keponakan?

28 Mar 2025

Setengah Abad Tahu Campur Pak Min Manjakan Lidah Warga Salatiga

28 Mar 2025

Asal Usul Dewi Sri, Putri Raja Kahyangan yang Diturunkan ke Bumi Menjadi Benih Padi

28 Mar 2025

Cara Menghentikan Notifikasi Pesan WhatsApp dari Nomor Nggak Dikenal

28 Mar 2025

Hindari Ketagihan Gula dengan Tips Berikut Ini!

28 Mar 2025

Cerita Gudang Seng, Lokasi Populer di Wonogiri yang Nggak Masuk Peta Administrasi

28 Mar 2025

Tren Busana Lebaran 2025: Kombinasi Elegan dan Nyaman

29 Mar 2025

AMSI Kecam Ekskalasi Kekerasan terhadap Media dan Jurnalis

29 Mar 2025

Berhubungan dengan Kentongan, Sejarah Nama Kecamatan Tuntang di Semarang

29 Mar 2025

Mengajari Anak Etika Bertamu; Bekal Penting Menjelang Lebaran

29 Mar 2025

Ramadan Tetap Puasa Penuh meski Harus Lakoni Mudik Lebaran

29 Mar 2025

Lebih dari Harum, Aroma Kopi Juga Bermanfaat untuk Kesehatan

29 Mar 2025

Disuguhi Keindahan Sakura, Berikut Jadwal Festival Musim Semi Korea

29 Mar 2025

Fix! Lebaran Jatuh pada Senin, 31 Maret 2025

29 Mar 2025