Inibaru.id - Genting tanah liat telah lama menjadi elemen penting dari atap rumah. Dulu, begitu mudah kita menemukan orang-orang yang bekerja sebagai pengrajin genting. Namun, seiring berkembangnya teknologi, kemunculan atap asbes, metal ringan, atau UPVC, telah menggerus profesi ini.
Di pelbagai tempat, bekerja sebagai pengrajin genting nggak lagi dianggap menjanjikan. Akan tetapi, sepertinya hal ini belum berlaku di Desa Papringan, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Hingga kini, sebagian warga desa di sisi barat Kota Kretek itu masih terlibat dalam pembuatan genting tanah liat.
Nggak terkecuali Mukhid. Pengrajin asal Dukuh Papringan Dondong, Desa Papringan ini mengaku sudah 25 tahun menggeluti profesi tersebut; sebuah angka yang tentu saja mencerminkan pengalaman dan dedikasi luar biasa terhadap pekerjaan itu.
"Bagi kami, membuat genting adalah warisan keterampilan yang harus kami jalani dengan penuh kebanggan. Jadi, seberat apa pun situasinya, kami akan terus berusaha bertahan," terang lelaki 46 tahun tersebut.
Menghadapi Tantangan Serius
Mukhid mengatakan, proses pembuatan genting di desanya kebanyakan masih menggunakan cara konvensional, mulai dari proses mengolah tanah liat, mencetak, menjemur, hingga membakar. Dia dan sejawatnya memang sengaja memilih begitu, demi mempertahankan tradisi sekaligus kualitas.
"Genting ini bukan sekadar produk, tapi juga identitas; bukan cuma mencari penghidupan, tapi juga menjaga warisan budaya yang ada di tempat kami," jelasnya.
Mempertahankan nilai ini, dia melanjutkan, bukannya perkara mudah. Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Yang pertama adalah harga bahan baku yang terus naik. Mukhid mengungkapkan, tanah liat yang menjadi bahan utama pembuatan genting harus didatangkan dari luar desa, jadi harganya terus menyesuaikan.
"Harga bahan baku yang terus naik tentu menggerus keuntungan kami," paparnya. "Di sisi lain, persaingan dengan produk atap modern seperti genting metal atau beton juga mau nggak mau menekan harga jual genting buatan kami."
Bertahan dengan Berinovasi
Diakui Mukhid, kondisi saat ini memang nggak ideal dan memaksa para pengrajin terus berinovasi agar dapat bertahan di tengah persaingan pasar yang semakin ketat. Untuk dirinya, sekarang dia memilih menjaga jaringan pembeli yang dimilikinya dengan mengabari mereka saat barang siap dijual.
"Setelah proses pembuatan selesai, biasanya pemilik toko bangunan atau sales mereka datang sendiri ke sini,” ujarnya.
Namun, kendati telah memiliki jaringan pembeli yang cukup luas, bukan berarti masalah Mukhid terselesaikan. Dia mengaku masih menghadapi berbagai tantangan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, termasuk gimana cara meningkatkan penjualan.
"Kami harus meningkatkan penjualan genting untuk menopang perekonomian kami masing-masing, sekaligus membantu pertumbuhan ekonomi lokal di desa ini," jelasnya.
Mendongkrak Ekonomi Desa
Mukhid meyakini, peningkatan penjualan genting nggak hanya akan dia rasakan sendiri, tapi memiliki dampak yang jauh lebih luas, karena banyak orang di desanya masih menggantungkan diri pada profesi tersebut. Artinya, memberikan perhatian lebih kepada bisnis genting ini akan berpengaruh terhadap ekonomi desa.
"Jadi, kami berharap, pemerintah dapat melihat potensi besar dari industri kecil ini sekaligus memberikan perhatian lebih agar kami dapat bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat," ulasnya.
Bentuk dukungan dari pemerintah, imbuhnya, bisa diwujudkan dalam berbagai hal, mulai dari pemberian pelatihan untuk para pekerja, bantuan peralatan yang lebih modern agar pekerjaan lebih efisien dan kualitas terjaga, atau akses pasar yang lebih luas.
"Ini bukan sekadar bisnis, tapi juga upaya melestarikan tradisi. Jadi, selain pemerintah, kami juga akan sangat membutuhkan dukungan masyarakat agar bisa bertahan dan berinovasi tanpa menghilangkan akar dari keunikan genting ini," tutupnya.
Genting tanah liat buatan Desa
Papringan adalah simbol identitas dengan perjalanan panjang sejarah dan budaya
yang melekat di dalamnya. Posisinya nggak jauh berbeda dengan identitas budaya lain yang perlu uluran tangan masyarakat agar tetap hidup dan lestari. (Imam Khanafi/E03)