BerandaPasar Kreatif
Sabtu, 4 Jun 2021 15:30

Barang Thrift, Dihargai Mahal karena Merek, Kondisi, dan Lamanya Usia

Salah seorang pembeli sedang melihat barang-barang thrift yang dipajang di bazar clothing di Kota Semarang, belum lama ini. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Barang-barang thrift umumnya dihargai lebih mahal setelah mempertimbangan merek, kondisi, dan lamanya usia. Semakin vintage, harga barang bekas ini bakal semakin tinggi, lo!

Inibaru.di - Jauh sebelum istilah thrift shop dikenal luas, orang Semarang mengenal awul-awul, pasar baju bekas yang dijual di Lapangan Simpanglima tiap akhir pekan. Jualannya disebut awul-awul karena baju-baju tersebut sekadar ditumpuk di wadah besar atau digantung memakai hanger alakadarnya.

Yang dijual di pasar yang sempat dipindahkan ke belakang Gubernuran dan sepanjang Jalan Ki Mangunsarkoro itu sudah pasti bukan barang baru. Namun, kalau beruntung, kamu bisa mendapatkan pakaian keluaran merek ternama dengan harga yang sangat miring.

Para pemburu baju bekas ini dari berbagai kalangan usia dan tanpa batasan kelas. Namun, paling banyak memang tetaplah para mahasiswa yang pengin gaya tapi mentok di harga. Ha-ha.

Sekitar 2011-an, tren berburu baju second mulai naik kelas. Baju bekas yang sebutannya berganti menjadi preloved pun nggak cuma dijual di semacam pasar awul-awul, tapi juga telah merambah olshop, distro, dan toko baju.

Setahun terakhir, masyarakat, khususnya kalangan anak muda, mengenal istilah thrift shop atau thrift store. Thrifting, dalam kamus urban, berarti berburu barang bernilai tinggi dengan harga murah. Di Indonesia, istilah itu kemudian dipersempit hanya berlaku untuk perburuan baju bekas.

Baju bekas, preloved, atau thrift, mengandung pengertian yang sama. Namun, ada sedikit perbedaan di antara ketiganya. Baju bekas adalah semua baju yang pernah dipakai orang, sedangkan preloved adalah barang pribadi yang nggak lagi dipakai, lalu dijual. Sementara, istilah terakhir adalah barang bekas apa pun diburu karena value atau nilainya yang tinggi.

Value Pertama: Merek

Lapak dari Gep Store, salah satu penjual barang thrift yang banyak memajang berbagai macam topi. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Gepeng, pemilik thrift shop Gep Second Store, mengakui bahwa dirinya menjual baju berdasarkan mereknya. Menurutnya, lebih baik membeli barang second, tapi asli. Sebelum memutuskan membuka thrift shop, Gepeng adalah penggemar barang-barang thrift.

Lelaki asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, itu telah menyukai barang bekas sejak duduk di bangku SMP. Nggak sekadar barang bekas, dia juga memprioritaskan diri pada kualitas.

Ya itu, lebih baik beli second, tapi original," kata dia, yang kala itu sudah menyadari ada potensi barang bekas bisa diolah dan dijual kembali.

Gepeng mulai berjualan barang thrift waktu SMA, sekitar 2010. Namun, dia sempat mandek karena kesibukan bekerja. Dia baru menyeriusi membuka thrift shop pada April 2020 dengan barang dagangan utama celana, baju-baju flanel, dan topi.

Dia mengaku mendapatkan barang-barang thrift dengan mengambil langsung dari pembeli barang bekas "bal-balan". Pembeli bal-balan adalah pembeli partai besar yang membeli pakaian bekas karungan. Inilah cikal bakal penjual awul-awul.

Dari pembeli bal-balan itu, Gepeng dan kawan-kawan kemudian menyortir pakaian yang seabrek itu, lalu memilih yang ingin dibeli untuk dijual kembali. Kebetulan, dia mengenal salah seorang pembeli bal-balan di kotanya.

Untuk menyortir, thrifter (istilah untuk pemburu barang thrift) harus paham merek-merek fesyen kenamaan yang dipastikan harga beli barang barunya sangat mahal. Yap, karena inilah yang nantinya bakal dijual lagi.

"Barang mahal, bekas, dijual dengan harga murah,” terang Gepeng, menjelaskan cara kerjanya sebagai penjual barang thrift.

Setelah mendapatkan barang yang diinginkan, Gepeng juga mengecek kekurangan barang bekas itu. Dia kadang memperbaiki barang tersebut, misal menambahkan perekat topi yang lepas. Kalau nggak memungkinkan untuk diperbaiki, dia bakal menjelaskan apa adanya.

Menurutnya, barang thrift hampir dipastikan nggak utuh 100 persen. Pembeli juga bakal paham dengan kondisi ini.

“Saya pasti bilang, minusnya ini-ini," kata Gepeng. "Kalau orang sudah suka barang itu, ya bakal tetap dibeli."

Value Kedua: Vintage

Hajud (kiri), pemilik lapak NMT Second Hand terlihat sedang melayani pembeli yang mampir ke lapak miliknya. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Serupa dengan Gepeng, Nur Muhammad Tahajudin juga mengaku keputusannya membuka thrift store bermula dari kecintaannya pada barang bermerek. Pemilik NMT Second Hand itu mengatakan, saat barang-barang miliknya menumpuk dan nggak terpakai, dia pun mulai berpikir untuk menjualnya.

"Sempat kecanduan (barang bermerek), sampai akhirnya malah nggak terpakai. Ya sudah, (barang-barang itu) dijual lagi," kenangnya

Berawal dari menjual barang preloved inilah, Hajud, begitu dia biasa disapa, mulai punya ide untuk berjualan barang second, apalagi setelah menyadari ada profit yang bisa didapatkannya. Setelah menyiapkan modal, dia pun memutuskan membuka toko sendiri, yakni NMT Second Hand.

Selama menggeluti dunia thrifting, Hajud mengatakan, tren pasar baju bekas sejatinya sulit ditebak, khususnya dari segi merek. Jadi, menurutnya, nggak ada merek spesifik yang laris dan melonjak drastis.

"Ketika pembeli sudah menyukai suatu barang dan 'masuk' ke hatinya, pembeli akan mengambil barang itu," ungkapnya.

Hajud kemudian menambahkan, tren saat ini, barang thrift yang tengah digandrungi para thrifter adalah hoodie dan crewneck lengan balon yang warnanya ngejreng.

"Asalkan warna dan modelnya sesuai, pasti dibeli!"

Terus, untuk menentukan harga barang thrift, Hajud biasanya mempertimbangkan merek, kondisi, dan tingkat kelangkaan barang. Menurutnya, semakin vintage barang itu, biasanya bakal semakin mahal pula harganya.

“Barang vintage itu dihitung 20 tahun dari sekarang. Kaus-kaus 1990-an itu masuknya vintage. Harganya juga lumayan!” tutur Hajud, lalu bercerita bahwa akhir-akhir ini barang thrift vintage mulai kerap diburu pembeli. Wah, ada peluang nih! Ha-ha.

Tren thrifting yang kian marak tentu menjadi kabar baik bagi bumi yang semakin berat disumpali pakaian bekas kita. Eits, tapi, pastikan barang thrift itu aman dari bakteri dan kuman ya, karena kamu kan nggak tahu siapa pemakainya terdahulu! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: