Inibaru.id – Meski kamu datang ke tempat penjual jajan pasar, belum tentu bisa menemukan cenil. Realitanya, kebanyakan penjual jajanan pasar menyediakan jajanan yang lebih modern. Sementara itu, jajanan seperti cenil atau tiwul terkadang harus kamu cari di tempat-tempat seperti pasar tradisional.
Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Heri Priyatmoko memberikan penjelasan terkait jajanan pasar. Istilah aslinya ternyata adalah nyamikan dan sudah cukup lama ada di Jawa. Khusus untuk cenil, bahkan sudah tercatat di Serat Centhini yang diterbitkan pada 1814, lo.
Baca Juga:
Si Imut Cenil untuk“Artinya dua abad silam (sudah eksis). Penganan ini sudah akrab dengan lidah masyarakat Jawa. Tapi bisa diyakini pula pada era Mataram Kuno abad ke-8 makanan tersebut sudah muncul,” jelas Heri, Rabu (4/9/2019).
Omong-omong ya, cenil dibuat dari bahan tepung sagu yang diolah dengan air panas. Adonan cenil kemudian dimasak bersama dengan daun pandan, garam, dan kelapa parut. Kalau di masa sekarang, cenil berwarna-warni dan sangat menarik untuk dicicipi.
Kabarnya, cenil aslinya berasal dari Pacitan, Jawa Timur. Nah, di sana, cenil disajikan dengan gula aren. Sementara itu, di daerah-daerah lain, cenil biasanya disajikan dengan gula halus.
Ada yang mengatakan, cenil dibuat saat Nusantara sedang mengalami masa sulit pangan. Kemunculan cenil yang lengket dan kenyal jadi lambang kehidupan masyarakat di masa itu yang erat dan saling membantu bersama agar sama-sama bisa bertahan. Jadi ya, cenil, bersama dengan sejumlah penganan tradisional lain dianggap sebagai bahan makanan untuk bertahan hidup masyarakat Jawa.
“Makanan ini adalah bentuk ketahanan pangan yang menyumbang kekayaan bahan makanan di Nusantara,” lanjut Heri.
Baca Juga:
Kelembutan Getuk Semar dari KaranganyarSelain cenil, biasanya kamu juga bisa menemukan tiwul di penjual jajanan tradisional di pasar-pasar. Nah, penganan ini dibuat dari singkong dan dulu gemar dikonsumsi oleh warga Gunungkidul, Wonosobo, Pacitan, Blitar, dan Wonogiri. Layaknya cenil, tiwul dibuat sebagai inovasi saat krisis pangan sehingga beras nggak bisa dibeli masyarakat kelas bawah.
“Tiwul berbahan baku singkong dijadikan pengganti nasi ketika harga beras tidak terbeli oleh masyarakat pada era penjajahan Jepang,” cerita Heri.
Beda dengan sekarang di mana tiwul disajikan dengan siraman gula merah serta parutan kelapa, dulu tiwul dikonsumsi seperti nasi dengan tambahan lauk atau sayur.
Hm, jadi pengin ngemil cenil dan tiwul jadinya ya, Millens. (Kom, Lin/IB09/E05)