BerandaKulinary
Selasa, 29 Agu 2022 17:40

Kusamnya Mi Lethek yang Bikin Senyum Siswandi Selalu Cerah

Mi lethek terkesan kusam karena dibuat dari bahan tepung aren berwarna kecoklatan. (Relunglangit)

Siswandi adalah satu-satunya produsen mi lethek di Borobudur, Kabupaten Magelang. Dia tetap teguh memproduksinya meski pohon aren semakin langka di sana.

Inibaru.id – Jika membahas soal kuliner mi, Indonesia mungkin bisa dianggap sebagai juaranya di seluruh dunia. Maklum, variasinya banyak dan rasanya juga enak-enak. Salah satunya adalah mi lethek. Sayangnya, di tengah semakin populernya mi instan kekinian, popularitas mi lethek semakin menurun.

Kok namanya lethek, ya? Dalam Bahasa Jawa, lethek memang bisa diartikan sebagai kusam atau kotor. Mi lethek memang memiliki warna kusam kecoklatan karena terbuat dari tepung aren. Terkesan kusam dan kotor, mi lethek tampak beda jauh dari mi pada umumnya yang putih atau kekuningan.

Tempat yang bisa kamu kunjungi untuk melihat pembuatan mi lethek adalah Dusun Tuksongo, Desa Tuksongo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Di tempat tersebut, seorang laki-laki berusia 68 tahun bernama Siswandi jadi satu-satunya produsen mi lethek di kecamatan yang terkenal dengan candi megahnya itu.

Menurut Siswandi, warna mi lethek memang terkesan kusam akibat bahan utamanya adalah tepung aren. Jadi, kalau ada yang menganggap mi berjenis soun ini dibuat di tempat yang nggak higienis, itu sama sekali nggak benar ya, Millens.

Mi yang dproduksi Siswandi justru mempunyai keunggulan, yaitu mi tanpa bahan pengawet dan bahan-bahan kimia berbahaya lainnya.

Memproduksi Mi Lethek Sejak 30 Tahun Lalu

Siswandi adalah produsen mi lethek satu-satunya di kawasan Borobudur. (Kompas/Ika Fitriana)

Siswandi menekuni pembuatan mi lethek sudah 30 tahun, lo. Menurut ceritanya, Desa Tuksongo dulu memiliki banyak pohon aren. Batang pohon aren itu yang bisa diolah menjadi tepung. Siswandi dan warga lain membeli tepung aren tersebut untuk dijadikan mi lethek.

Sayangnya, warga kemudian beralih menjadi petani tembakau yang dianggap mampu memberikan keuntungan lebih. Pohon-pohon aren pun kemudian dibabat dan digantikan tembakau atau tanaman lainnya.

Siswandi nggak patah arang melihat bahan baku mi letheknya menghilang di desanya. Dia "mengimpornya" dari Banjarnegara.

“Saya beli tepung aren ke Banjarnegara untuk bikin mi lethek ini. Harganya Rp 11.100 kilogram,” cerita Siswandi, Jumat (26/8/2022).

Setiap kali membeli, dia bisa mendapatkan 1,5 ton tepung aren. Meski terlihat banyak, jumlah tersebut hanya mampu mencukupi kebutuhan produksi beberapa hari saja.

“Setiap hari kira-kira habis 400 kilogram tepung aren. Dari setiap 100 kilogram tepung, menjadi 70 kilogram mi lethek.

Peminat Mi Lethek Masih Banyak

Mi khas Jawa merupakan salah satu olahan mi lethek yang lezat dan disukai banyak orang. (Relunglangit)

Meski pamornya kalah dari mi instan, Siswandi mengaku nggak kesulitan menjual mi letheknya dengan harga Rp 125 ribu per bal. Pasalnya, peminat makanan yang menggunakan mi lethek masih banyak.

Kebanyakan pembelinya adalah pedagang mi khas Jawa dan masyarakat yang menggelar hajatan. Ya, mi lethek yang diolah menjadi mi goreng memang hampir selalu ada pada berkat hajatan.

Karena hanya satu-satunya, dalam berbisnis mi lethek, Siswandi nggak punya pesaing, nih. Bahkan di area Magelang, Purworejo, hingga Wonosobo dialah yang memasok mi lethek. Nggak heran keberhasilannya itu mampu membuatnya menghidupi keluarga, menyekolahkan lima anaknya sampai perguruan tinggi, serta memberikan gaji ke 5 orang pegawainya.

Wah, meski namanya mi lethek dan terkesan suram, prospek bisnisnya lumayan cerah, ya, Millens. Kamu sudah pernah menikmati kelezatan mi lethek belum? (Kom/IB09/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: