BerandaIslampedia
Kamis, 17 Jan 2018 23:11

Perekat Bangunan Masjid Itu Putih Telur

Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat. (triptobintan.com)

Jika kamu berkunjung ke Tanjungpinang, sempatkanlah menyambangi Pulau Penyengat. Di sana ada Masjid Sultan Riau yang berdiri megah dan indah. Keunikannya, masjid tersebut dibangun dengan menggunakan putih telur sebagai perekat bangunan.

Inibaru.id - Tahukah kamu bahwa putih telur nggak hanya bisa dijadikan sebagai bahan makanan saja? Ternyata putih telur juga bisa dijadikan sebagai bahan perekat bangunan, lo. Nggak percaya? Silakan kamu datang ke Pulau Penyengat di Kepulauan Riau.

Di pulau yang berada di kawasan Tanjungpinang itu, kamu bakal menemukan masjid yang konon dibangun dengan bahan putih telur sebagai perekatnya, yaitu Masjid Sultan Riau. “Putih telur dicampur dengan pasir, kapur, dan tanah liat. Sejarahnya begitu,” ujar marbot Masjid Sultan Riau, Hambali dilansir dari Kompas.com (18/5/2017).

Karena keunikannya, nggak mengherankan, masjid ini pun menjadi ikon wajib untuk dikunjungi jika kamu datang ke Pulau Penyengat.

Masjidnya memiliki warna kuning sebagai warna kebesaran dari bangsa Melayu. Warna tersebut menutupi hampir seluruh bagian luar hingga ke bagian dalam bangunan masjid. Diselingi dengan warna hijau di beberapa ornamen untuk keindahan. Pada empat bagian sisi masjid juga terdapat menara tinggi menjulang yang berwarna kuning. Terlihat megah dari luar, masjid tersebut berada nggak jauh dari dermaga, persis di depan gerbang bertuliskan "Selamat Datang".

Baca juga:
Uniknya Masjid Lumpur Agadez
Masjid Agung Isfahan, Masjid Tertua di Iran yang Menjadi Warisan Dunia

Berdiri di atas tanah seluas 55 x 33 meter persegi, bangunan utama Masjid Sultan Riau berukuran 18 x 20 meter yang ditopang empat tiang beton. Setelah melewati gerbang masjid dan menaiki tangga, kamu akan menemukan pendapa di sisi kanan dan kiri. Masjid tersebut memiliki 13 kubah yang bentuknya seperti bawang dan empat menara, yang jika ditotal menjadi 17. Jumlah tersebut melambangkan jumlah rakaat salat lima waktu dalam ­sehari-semalam. Selain itu, masjid ini juga kedap suara dan dapat meredam gema jika berada di dalamnya, lo.

Menjadi salah satu masjid tertua di negeri ini, Masjid Sultan Riau dibangun pada 1832. Tepatnya pada saat pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman. Masjid ini pada awalnya nggak sebesar sekarang. Bentuknya kecil, berlantai batu dan hanya berdinding kayu. Namun karena jumlah jamaahnya semakin banyak, masjid tersebut lama-lama nggak mampu menampung masyarakat Pulau Penyengat yang beribadah.

Akhirnya, masjid Sultan Riau dibangun seperti sekarang atas prakarsa Raja Abdurrahman yang merupakan cucu dari Raja Haji Fisabililah, Pahlawan Nasional Indonesia asal Riau. Saat itu, pembangunan masjid dilakukan oleh seluruh warga Pulau Penyengat dengan bergotong-royong. Dibangun secara swadaya, mereka menyumbangkan bahan material hingga bahan makanan.

Nah, salah satu bahan makanan yang paling banyak disumbangkan adalah telur. Akhirnya para pekerja merasa bosan  karena setiap hari makan telur hingga yang dimakan hanya kuning telurnya saja. Lalu sang arsitek memiliki ide supaya putih telurnya nggak terbuang sia-sia. Dia pun memerintahkan untuk mencampur putih telur ke dalam material bangunan bersama dengan pasir dan kapur. Ternyata putih telur tersebut berhasil menjadi perekat yang kokoh hingga menjadi bangunan masjid yang indah seperti sekarang.

Setelah selesai diperbaiki dan diperluas, masjid ini menjadi satu-satunya peninggalan Kerajaan Riau yang masih utuh dan bentuknya nggak berubah sampai sekarang. Wajar pemerintah telah menjadikannya situs Cagar Budaya yang harus dijaga dan dilestarikan.

Baca juga:
Al Noor, Masjid Pertama dan Bukti Perjuangan Panjang Muslim Dominika
Masjid Bayan Beleq, Saksi Bisu Masuknya Islam di Tanah Lombok

Oya, nggak hanya bangunannya saja yang unik, lo. Hal menarik lainnya dari Masjid Sultan Riau yaitu adanya dua mushaf Alquran yang ditulis tangan yang disimpan di masjid. Salah satu Alquran tulisan tangan tersebut ditulis oleh Abdullah Al Bugisi pada 1752. Sayang, karena sudah tua dan rapuh, Alquran tersebut hanya disimpan saja. Mushaf ini tersimpan bersama sekitar 300 kitab lain yang nggak dipertunjukkan kepada pengunjung. Sedangkan Alquran lainnya, kamu bisa melihatnya dipajang dalam peti kaca di depan pintu masuk.

Adapun Alquran yang dipajang tersebut ditulis oleh Abdurrahman Stambul. Siapa dia? Abdurrahman ini merupakan warga biasa di Pulau Penyengat. Dia dikirim oleh Kerajaan Lingga ke Mesir untuk memperdalam ilmu agama Islam. Setelah kembali dari Mesir, dia menjadi guru dan terkenal dengan khat atau kaligrafi gaya Istanbul. Di sela-sela waktu luangnya ketika mengajar itulah, dia menulis. Nggak diketahui sejak kapan dia mulai menulisnya, yang jelas Alquran tersebut selesai ditulis pada 1867. (ALE/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: