BerandaInspirasi Indonesia
Sabtu, 1 Jan 2021 09:00

Penari Dayak dari Batas Negeri, Cicilia Eva: Menari Itu Kontemplasi

Mengikuti irama alam membuat tubuh Eva lebih luwes. (Dok. Tim Ekspedisi Bakti untuk Negeri)

Tinggal di perbatasan nggak membuat Cicilia Eva patah arang untuk terus melestarikan budaya asal daerahnya. Dari sanggar kecilnya, Eva terus menari dan mendedikasikan diri untuk mengajar anak-anak yang kelak akan menjadi penerusnya.

Inibaru.id – Kehidupan masyarakat Suku Dayak memang nggak bisa terlepas dari alam. Pun dengan penari Dayak yang kala itu kami temui, Cicilia Eva. Di antara derasnya air terjun dan rindangnya hutan, Eva meliak-liuk diiringi gemericik air dan nyanyian burung.

Menurutnya, menari bersama alam dapat membuat tubuhnya lebih luwes dan dapat menyimpulkan berbagai hal yang berkenaan dengan alam. Di samping itu, Eva mendaku, dirinya memang nggak bisa diipisahkan dari alam.

“Alam jadi bagian dari jiwa saya. Saya nggak bisa pisah dari alam karena saya besar di alam,” akunya.

Ya, kali ini Tim Ekspedisi Bakti untuk Negeri tengah menjelajah wilayah perbatasan Indonesia, tepatnya di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, untuk melihat perkembangan seni dan budaya di perbatasan. Beruntung, kami bertemu dengan Eva yang nggak pernah putus untuk melestarikan budaya asli Dayak.

Berbekal kesukaannya pada tarian, perempuan murah senyum itu kini juga mendedikasikan diri untuk mengelola sanggar serta melibatkan anak-anak untuk melestarikan budaya dayak.

“Kalau bukan kita, siapa lagi? Siapa yang mau membina sampai ke pedalaman?” ucap perempuan yang mengaku melalui Perkumpulan Komunitas Benua Tampun Juah sempat membawa para anak binaannya tampil hingga ke Malaysia itu.

Eva juga mengajarkan tari dayak pada anak-anak. (Dok. Tim Ekspedisi Bakti untuk Negeri)

Sebagai penari kawakan, Eva nggak hanya fokus pada tarian Dayak, Millens! Kala itu dirinya juga mengajak kami untuk mengunjungi Desa Temiang Taba. Kami menyaksikan pementasan Tarian Topeng Amot.

Berasal dari mitologi Dayak, para penari menggunakan topeng serta kostum yang menyeramkan. Topeng Amot menggambarkan kondisi zaman dahulu yang ladangnya hampa lantaran serangan roh jahat dan energi buruk. Untuk mengusirnya, masyarakat Temiang Taba mengumpan dengan perwujudan Topeng Amot yang menyeramkan tiap tiga tahun sekali pada bulan ketiga.

Belajar dari Internet

Kini, dedikasi dan kecintaan Eva pada tarian khas Dayak sedikit terbantu dengan kehadiran internet yang dapat diakses dari tempat tinggalnya yang berada di perbatasan.

Kadiskominfo Kabupaten Sanggau Joni Irwanto mengaku, saat ini Kabupaten Sanggau memang sudah terjangkau jaringan internet sekitar 67 persen berkat kehadiran Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) di wilayah tersebut.

“Dibandingkan dulu, saat ini memang kegiatan dengan internet jauh (lebih baik) manfaatnya untuk masyarakat Sanggau,” klaim Joni, yang juga diamini Eva.

Eva bertekad memperkenalkan kebudayaan dayak pada dunia. (Dok. Tim Ekspedisi Bakti untuk Negeri)

Perlu kamu tahu, Eva mengaku terbantu dengan keberadaan internet karena teknologi tersebut betul-betul membuka wawasannya. Dia bisa melihat berbagai tren dan referensi terkait tarian Dayak juga melalui jaringan nirkabel tersebut. Sebaliknya, internet juga dimanfaatkannya untuk mengabari dunia terkait berbagai tarian Dayak.

“Kami akan berusaha mempromosikan Topeng Amot melalui media sosial demi kelestarian dan kepentingan pariwisata," tegas Eva, yang menganggap kegiatan menari bukan sekadar ekspresi jiwa, tapi juga ibadah.

Pada akhir perjumpaan, Eva menutup cerita dengan kata-kata yang sungguh menarik. Saat menari, kata dia, seseorang harus melakukannya dengan tulus dari dalam hati, jujur, dan ikhlas.

"Menari itu kontemplasi diri," pungkasnya.

Dari Eva kami belajar bahwa mencintai tanah kelahiran bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk di antaranya menari. Semoga budaya Dayak dan pelbagai budaya di Tanah Air bisa terus lestari ya, Millens! (IB27/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: