BerandaInspirasi Indonesia
Jumat, 1 Jul 2021 17:42

Lima Tahun Lestari Bertahan Jadi Pengasong di Tengah Senjakala Koran

Di bawah Patung Diponegoro, Lestari senantiasa mengais rezeki dari koran-koran yang terbeli. (Inibaru.id/ Bayu N)

Selama para pengasong masih menjajakan koran di bawah lampu merah, tandanya era media cetak belum benar-benar sirna. Kendati hasilnya nggak seberapa, sebagian orang memang masih menggantungkan diri dengan profesi ini, salah satunya Lestari yang bertahan jadi pengasong selama lima tahun terakhir.

Inibaru.id - Sekitar satu atau dua dekade lalu, pemandangan ini sangatlah lumrah: Seorang perempuan mondar-mandir di sekitar "lampu merah" menjajakan koran pagi di tengah terik matahari. Namun, di tengah senjakala media cetak, keberadaan mereka kini bisa dihitung dengan jari.

Mungkin sebagian orang yang semula jadi pengasong memilih berganti profesi karena berjualan koran nggak lagi menjanjikan. Tapi, di antara mereka yang pergi, ada pula yang bertahan. Salah satunya Lestari. Saat ini, sudah jalan lima tahun sejak perempuan 44 tahun itu memutuskan mengasong.

Kamu yang kuliah di Universitas Diponegoro Semarang atau biasa melintas di sekitar Ngesrep arah ke Tembalang tentu nggak asing dengan perempuan satu ini. Sehari-hari Lestari mangkal di pintu gerbang menuju Undip, sekitar traffic light persimpangan Patung Diponegoro, Ngesrep.

"Lima tahun jualan koran di sini (Patung Diponegoro), nggak ada yang berani ngambil alih,” ujar perempuan berjilbab tersebut,.

Biasanya, sembari mengemban segepok koran yang terlipat rapi terlindung plastik bening, dia berjalan hilir mudik di sela-sela kendaraan, menjajakan koran dari salah satu media cetak. Sesekali dia duduk-duduk di pinggir jalan, tapi segera beringsut ke tengah jalan begitu lampu menyala merah.

Keuntungan Nggak Seberapa

Setiap nyala lampu merah, Lestari menawarkan korannya dari satu kendaraan ke kendaraan lainnya. (Inibaru.id/ Bayu N)

Perlu kamu tahu, berdasarkan penuturan Lestari, keuntungan berjualan koran sejatinya nggak seberapa. Dibanding tingkat risiko dan besarnya tenaga yang dikeluarkan, penghasilan pengasong koran secara keseluruhan tentu saja nggak bisa diandalkan, apalagi saat ini.

Lestari memaparkan, satu eksemplar koran yang biasa dijualnya tiap hari dibanderol Rp 2.000. Dari hasil penjualan itu, dia meraih keuntungan Rp 700. Nggak besar. Terlebih, kian sepinya peminat surat kabar cetak sekarang ini, penghasilan hariannya jadi kian tak menentu.

Kalau sedang mujur, dia mengaku bisa dapat Rp 70 ribu, yang berarti menjual seratus eksemplar. Namun, nggak jarang koran-koran itu bersisa. Koran yang nggak laku nggak bisa dikembalikan, karena itu dia terpaksa menyimpannya di rumah, untuk kemudian dikilokan.

"Tapi, banyak orang baik, kok. Misal, ada yang beli koran yang harusnya Rp 2.000 dibayar Rp 5.000,” terang Lestari, lalu tersenyum di balik maskernya.

Bertahan di Tepian Jurang

Walaupun sudah menginjak usia kepala empat, Lestari tetap semangat dan murah senyum dalam menjalani pekerjaannya. (Inibaru.id/ Bayu N)

Sembari menunggu lampu merah menyala, Lestari pun mulai mengeluhkan oplah koran yang kian kecil belakangan ini. Dia juga mengeluhkan minat orang membeli koran yang semakin kecil, yang tentu saja berimbas pada pendapatannya yang terus menurun, nggak terkecuali hari itu.

Pada siang menjelang sore itu, Lestari yang tampak kelelahan memang terlihat masih menggendong setumpuk koran yang harusnya terjual habis.

"Makin ke sini makin berkurang yang beli," tuturnya setelah mengambil napas panjang. Sejurus kemudian dia langsung menuju ke tengah jalan dan menawarkan koran begitu lampu merah menyala. "Paling-paling yang masih beli terus, ya, pelanggan-pelanggan saya,” lanjutnya setelah balik ke pinggir.

Bagi sebagian besar orang, teknologi membuat orang terbantu. Namun, ibarat dua mata pisau, selalu ada yang tergerus dan gagal turut serta dalam arus digitalisasi tersebut, termasuk ketika koran cetak nggak lagi diminati karena banyaknya media daring belakangan ini.

Ketika media cetak mulai menyerah, sejatinya yang mengerang kesakitan bukan cuma mereka yang terlibat langsung dalam proses produksi, tapi juga para pengasong seperti Lestari yang mungkin nggak tahu lagi harus berganti profesi apa. (Bayu N/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: