BerandaInspirasi Indonesia
Jumat, 19 Okt 2023 15:26

Kreasi dari Klaras; Estetik Sekaligus Cinta Lingkungan

Inggit Art, seorang seniman asal Desa Dukun, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak memanfaatkan pelepah pisang sebagai media lukis. (Inibaru.id/ Ayu Sasmita)

Inggit Art adalah salah seorang seniman yang dalam berkarya tidak menghasilkan limbah membahayakan bagi alam. Sebaliknya, dia berkreasi dengan bahan baku pelepah dan daun pisang kering yang ada di sekitar.

Inibaru.id - Pada suatu sore beberapa hari lalu, di rumah sekaligus bengkel berkaryanya, Inggit Art sedang sibuk memilah-milah daun pisang kering. Saya yang kala itu ada di sana terpaksa hanya mengamati karna tak bisa ikut membantu. Pasalnya, lelaki bernama asli Eko Budiono itu tidak sedang membersihkan sampah-sampah. Dia sedang mencari bahan untuk lukisannya, yang tentu saja hanya dia yang paham.

Inggit Art adalah seorang pelukis dari Desa Dukun, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak. Hasil lukisannya unik karena terbuat dari debog (pelepah pisang) dan klaras (daun pisang kering). Karena tak menggunakan warna-warni dari cat atau pewarna buatan lainnya, semua karya Inggit Art yang kebanyakan berbentuk sketsa wajah adalah kombinasi dari warna coklat muda, coklat tua, putih, dan hitam.

Beberapa karya Inggit Art yang siap dijual. Salah satu yang menjadi favorit adalah sketsa wajah dan gambar ulama Nusantara. (Inibaru.id/ Ayu Sasmita)

Tapi jangan salah, meski terbuat dari potongan-potongan pelepah pisang kering, objek yang dia reka selalu bagus dan identik. Paduan warna alam membuat lukisannya tampak estetik dan eksklusif.

Lukisan yang menggunakan teknik kolase itupun berhasil memikat peminat seni dari luar negeri. Katanya, beberapa lukisannya terjual sampai ke Taiwan. Pelanggannya secara online memesan lukisan melalui akun Facebook miliknya.

"Sebenarnya orang Indonesia yang bekerja di Taiwan. Dia minta dibuatkan lukisan dari pelepah pisang," kata laki-laki 32 tahun itu.

Selain pesanan sketsa wajah para klien, wajah publik figur juga menjadi yang paling sering dia garap. Bahkan setiap Inggit membuat postingan hasil karya lukisan ulama atau tokoh terkenal, like dan comment selalu membanjiri media sosialnya.

"Kebanyakan itu pada suka sketsa wajah ulama, seperti Gua Dur, KH Maimoen Zubair, Habib Luthfi, dan lain-lain. Terus tokoh publik seperti presiden, itu ramai sekali yang like, " sebutnya.

Keunggulan Pelepah Pisang

Pelepah pisang kering yang menjadi bahan utama media lukis Inggit Art didapat secara gratis dari kebun tetangga. (Inibaru.id/ Ayu Sasmita)

Nah soal kenapa menggunakan bahan baku pelepah pisang, Inggit punya alasan yang menurut saya menarik. Katanya, pelepah pisang kering menjadi sampah yang tidak dibutuhkan orang sehingga dia memiliki ide untuk mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih bernilai.

Alih-alih menggunakan media kanvas dan cat akrilik yang mengandung bahan kimia, limbah dari pohon pisang jauh lebih aman karena alami. Tidak hanya itu, pelepah pisang juga murah dan tahan lama terhadap cuaca. Sementara lukisan dari media canvas bahannya cepat rusak dan mencemari lingkungan jika tidak bisa mengolah sisa penggunaannya.

Dalam berkarya, Inggit tak ingin menumpuk bungkus-bungkus cat akrilik yang terbuat dari plastik. Dia sadar, plastik adalah bahan yang sulit terurai oleh tanah. Oleh sebab itu, dia memilih pelepah pisang untuk berkarya.

Jika bahan alami seperti pelepah pisang bersisa, dia tidak khawatir. Pelepah pisang yang tidak terpakai bisa menjadi kompos yang membuat tanah subur dan baik untuk pertumbuhan tunas pisang.

Yap, saya rasa langkah Inggit Art ini dapat ditiru oleh pelukis-pelukis lainnya di Indonesia. Jadi, tak hanya hasil karyanya yang memukau, pesan di baliknya juga patut untuk kita teladani. (Ayu Sasmita/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024