Inibaru.id - Sampah baik organik maupun non-organik merupakan salah satu persoalan pelik yang masih dihadapi Kota Semarang. Namun satu tahun terakhir ini, Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang mengambil langkah konkret dalam mengatasi sampah organik yaitu dengan budidaya tentara hitam alias maggot.
Eh, kamu sudah tahu maggot belum? Maggot adalah sejenis larva dari lalat BSF (Black Soldier Fly). Kelebihannya, setengah kilogram maggot bisa menghabiskan 1 kilogram sampah organik dalam waktu 24 jam. Itulah sebabnya, DLH Kota Semarang berkoordinasi dengan UPT TPA Jatibarang menjadikan budidaya maggot ini sebagai solusi penting dalam mengurai sampah organik.
Sebuah rumah di Jatibarang dijadikan tempat budidaya maggot. Saat tiba di sana pada Sabtu (20/3/2021), salah seorang pengelola maggot yaitu Setyo tampak sedang membersihkan tempat penangkaran.
“Ini sampah sisa maggot,” ujarnya sambil terus bekerja.
Namanya juga tempat pembusukan sampah, bau amis dan busuk mengetuk-ngetuk hidung.
Limbah organik ini berasal dari berbagai tempat yang ada di Kota Semarang, Millens. Pengelola TPA Jatibarang mengaku nggak kesulitan mendapatkan sampah organik sebagai pakan maggot. Mereka mendapatkannya dari pasar atau restoran.
Sampah organik ini memang jadi perhatian serius bagi Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Kepala UPT TPA Jatibarang yakni Wahyu Heryawan membeberkan alasannya. Sesuai data yang dia dapatkan, di Jatibarang setiap harinya menerima 800 sampai 900 ton sampah.
“60%-nya adalah sampah organik. Untuk yang lain-lain hanya 40%. Kalau non-organik bisa diolah oleh TPA atau diambil pemulung tapi kalau organik kan nggak segampang itu,” terang Wahyu.
Wahyu yang sudah setahun lebih membudidayakan maggot kemudian menjelaskan bagaimana siklus hidup hewan ini. Larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF) ini umurnya nggak panjang, hanya 7 sampai 14 hari. Jenis lalat ini berbeda dengan lalat hijau yang hobi menyebar penyakit dan racun pada makanan ya.
Bisa dikatakan, hidup lalat ini hanya untuk berkembang biak. Lalat jantan akan mati setelah kawin sementara betina akan mati setelah bertelur. Di tempat budidaya maggot Jatibarang ini, lalat BSF ditempatkan dalam satu kurungan khusus. Jadi nggak dibiarkan liar begitu saja ya.
“Sekali bertelur lalat BSF akan menghasilkan 500 sampai 800 butir,” tambah Wahyu.
Setelah bertelur, dalam 3 sampai 4 hari akan menetas menjadi bayi larva. Bayi larva ini akan terus membesar selama 18 atau 21 hari.
Punya Banyak Peran Saat Jadi Maggot
Nah, saat proses pertumbuhan ini, bayi larva akan disebut sebagai larva dewasa atau maggot. Pada masa inilah maggot punya banyak kegunaan.
Setelah berusia 18 atau 21 hari, maggot akan berubah menjadi prepupa. Fase ini merupakan tahap sebelum masa pupa dan lalat dewasa.
“Saat menjadi pupa warnanya akan menghitam dan akan berjatuhan dari tempat penangkaran maggot. Itulah mengapa perlu disediakan tempat penampungan untuk pupa,” tambah Wahyu.
Selain bisa jadi pembasmi limbah organik, maggot bisa juga jadi pakan burung dan ikan karena punya kandungan protein tinggi. Penggunaan maggot berawal dari seruan pemerintah khususnya Kementerian Perikanan dan Kelautan untuk menggunakan maggot sebagai pakan ikan pada 2020 lalu. Sebab belakangan pakan ikan banyak yang menggunakan bahan baku impor.
Saat ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga terus menggencarkan budidaya maggot di Kota Semarang. Sosialisasi ini telah berulang kali dilakukan, bahkan UPT TPA Jatibarang hendak memberikan maggot secara cuma-cuma apabila ada yang ingin.
Kata Wahyu, kalau diseriusi dan jadi bisnis, maggot ini sebetulnya bisa menguntungkan. Tapi, saat ini tujuan utama budidaya maggot murni untuk menjaga lingkungan, bukan mengejar keuntungan.
“Coba kalau sudah banyak yang membudidayakan maggot, bisa dibayangkan sampah nggak makin menumpuk bukan?" tandas Wahyu.
Wah, kamu tertarik mengurai sampah organik dengan maggot nggak nih, Millens. (Audrian F/E05)