BerandaInspirasi Indonesia
Jumat, 20 Jul 2023 14:41

Delapan Belas Tahun Biogas di Kampung Bustaman, Apa Kabar Sekarang?

Seorang warga di Kampung Bustaman hendak menyalakan kompor yang tersambung biogas. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Jika ada tempat yang bisa memanfaatkan kotoran manusia menjadi sesuatu yang lebih berguna, maka Kampung Bustaman adalah salah satunya. Di situ, tinja diubah menjadi biogas, sumber energi yang dihasilkan dari bahan organik.

Inibaru.id - Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah tempo dulu merupakan daerah padat penduduk yang kumuh. Sampai-sampai, kampung yang terkenal sebagai kampung jagal itu mendapat julukan "Pak Kumis" alias padat, kumuh, dan miskin.

Menurut keterangan ketua RW setempat, Ashar, karena kondisi ekonomi yang kurang, dulu anak-anak buang air kecil dan besar di sembarang tempat. Itu karena mayoritas penduduk di sana nggak memiliki tempat mandi-cuci-kakus (MCK). Akibatnya, banyak warga terkena penyakit lantaran lingkungan yang nggak bersih.

Lalu, demi kebersihan lingkungan, warga Bustaman rela merobohkan bangunan peninggalan Belanda yang ada di sana untuk dibangun MCK plus sekaligus pemanfaatan biogas melalui program pembangunan Sanitasi berbasis Masyarakat (Sanimas).

Pada tahun 2005 di Kampung Bustaman mulai dibangun MCK plus beserta sistem pengolahan tinja manusia menjadi biogas. Warga Bustaman memenuhi aspek untuk menjalankan program Sanimas lantaran 60 persen warganya tidak memiliki MCK.

"Kenapa kita pakai MCK plus? Karena melihat struktur wilayah dan rumahnya di Bustaman kecil-kecil,. Lalu kami membangun MCK komunal. Setiap rumah ada MCKnya, terus dikumpulkan di satu tempat untuk menampung kotoran manusia," ungkapnya.

Hasilkan Biogas

Toilet umum Kampung Bustaman penghasil biogas. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Agar bisa menghasilkan biogas Sanimas menggunakan sistem pengolahan anaerobik. Di bangunan tersebut terdapat bioregister sebagai tempat penampung, septictank sebagai tempat sedimentasi dan lain-lainnya.

"Setelah melalui proses kimia, kotoran manusia itu mampu menghasilkan biogas yang cukup bermanfaat untuk warga," jelasnya.

Salah satu wujud penggunaan biogas yang sempat dilakukan warga adalah untuk memasak. Ashar bercerita, dulu setiap pagi warga silih berganti memasak dengan memanfaatkan kompor yang tersambung dengan energi biogas. Caranya, mereka harus datang ke ruangan khusus sebab biogas toilet umum nggak bisa disalurkan ke rumah warga.

"Pakai kotoran manusia itu paling bisa disalurkan maksimal dua rumah. Itu juga hasilnya kurang maksimal. Berbeda dengan kotoran sapi dan kambing. Kalau setiap hari dikumpulkan bisa menyalurkan hingga 10-15 rumah," beber Ashar.

Kini rupanya biogas dari tinja itu sudah jarang dimanfaatkan warga. Hanya penjaga toilet saja yang sesekali merebus air dari kompor biogas untuk menyeduh kopi dan memasak mi instan. Ya, mayoritas masyarakat Kampung Bustaman sudah beralih ke gas.

Berharap Terus Dirawat

Ketua RW Kampung Bustaman, Ashar berharap generasi penerusnya mau merawat toilet umum penghasil biogas. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Ashar mengaku, tidak mudah merawat biogas tersebut selama 18 tahun. Membutuhkan pengawasan ketat serta pengecekkan rutin di tempat penampungan tinja manusia.

"Kita harus cerewet. Di tempat pembuangan tinja tidak boleh digunakan untuk mandi apalagi terkena cairan sabun, karena bisa jadi masalah di biogesternya," ucap Ashar.

Dia ingin biogas di Kampung Bustaman tetap ada dan terjaga dengan baik. Nggak hanya berhenti pada generasi sekarang, upaya ramah lingkungan ini harus tetap lestari sampai ke generasi anak cucu. Menurut Ashar, itulah cara satu-satunya untuk menjaga lingkungan Bustaman tetap bersih.

Untuk perawatan toilet umum dan biogas di Kampung Bustaman, Ashar mematok tarif sebesar Rp1000 bagi warga yang menggunakan toilet umum tersebut. Uang yang terkumpul digunakan untuk biaya parawatan dan perbaikan. Seperti sekarang ini misalnya, ada titik-titik keretakan biogester yang butuh perbaikan.

Semoga harapan Ashar didengar oleh generasi-generesi penerus di Kampung Bustaman ya, Millens! Besar kecilnya pemanfaatan tinja manusia menjadi biogas sangat berarti kok. (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024