BerandaInspirasi Indonesia
Kamis, 1 Apr 2020 19:30

Cuma di Warung Pojok Mbah Min, Bayar Makan Pakai Sampah

Tampak depan Warung Pojok Mbah Min. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Warung Pojok Mbah Min yang terletak nggak jauh dari TPA Jatibarang Semarang mempersilakan pelanggannya bersantap dan membayarnya dengan sampah. Meski sederhana, warung ini selalu ramai oleh pembeli.

Inibaru.id - Salah satu pertimbangan dalam mencari tempat makan adalah kebersihan. Tapi apa jadinya jika bersantap di samping tumpukan sampah? Yap, hal ini benar-benar terjadi di Warung Pojok Mbah Min yang terletak di sekitar TPA Jatibarang Kota Semarang lo, Millens!

Warung yang nggak jauh dari tempat pembuangan sampah warga Kota Semarang ini jauh dari kata standar. Cuma bangunan yang terbuat dari kayu dengan jendela dari anyaman kawat serta sebuah penanda warung yang digulung ke atas. Meskipun begitu, warung satu ini selalu ramai pengunjung.

Suyatmi, sang pemilik mengaku warungnya populer dengan sebutan warteg sampah karena menerapkan sistem pembayaran dengan sampah. Hal ini disebabkan oleh pelanggannya yang rata-rata merupakan pemulung supaya lebih mudah dalam membayar.

“Bayarnya pakai sampah plastik. Ya lebih mudah, karena dulu banyak yang ngutang,” ujar perempuan dua anak ini.

Yap, selain berjualan nasi, Suyatmi bersama suaminya juga merupakan pengepul sampah.

Suasana warung. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Untuk bersantap, pemulung atau pembeli lainnya bisa membawa sampah plastik atau kardus yang dihargai Rp 700-1.000 per kilo oleh Suyatmi. Jika ada lebihan, pembeli bisa menukarnya dengan uang atau sebagai deposit yang bisa diambil sewaktu-waktu. Jika kurang, kamu bisa mencatatnya dalam buku bon kok!

Untuk 2-3 kali makan, pengunjung cuma butuh membayar dengan sampah seharga Rp 20-35 ribu saja kok! Oh ya, meskipun dekat dengan TPA dan sering dilalui oleh truk sampah, warung satu ini benar-benar nggak bau lo. Nggak heran banyak orang yang suka bersantap atau sekadar melepas penat di sini.

Sering Kehabisan

Warung yang didirikan sejak 2016 tersebut kini tambah laris. Suyatmi bahkan sering mengaku kehabisan menu sebelum waktu tutup. Seperti siang itu, saya yang datang pukul 10 pagi harus memupus harapan saya untuk bersantap di sana karena seluruh makanannya ludes diserbu pelanggan sejak pukul 5 pagi.

Yap, warung ini sudah matengan pukul 5 pagi, biasanya bakal habis dalam waktu 4 jam saja. Sementara jam sibuknya yaitu pada pagi, siang, dan sore hari menjelang maghrib.

Setiap hari Suyatmi mengaku harus memasak dalam jumlah besar, yaitu pagi dan menjelang siang hari. Menu favorit pengunjung adalah bandeng dan lele. Seenggaknya 7 Kg ikan dimasak setiap harinya. Namun yang paling jadi favorit adalah sambal buatan perempuan 48 tahun ini.

Beberapa dagangan di warung. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Seperti yang disampaikan oleh Purwanto, seorang supir truk sampah di TPA Jatibarang yang sering nongkrong di warung ini. Dia mengaku bahwa sambal buatan Suyatmi memang the best!

“Yang pasti di sini ngopi. Kadang makan lauk lele goreng, tapi favoritnya sambel,” ujar Purwanto.

Setiap harinya, pemulung di TPA Jatibarang bersantap 1-3 kali sesuai keinginan mereka. Dalam setiap berjualan, Suyatmi nggak selalu mendapatkan pembayaran berupa sampah atau uang tunai. Ada saja pemulung yang terpaksa ngebon karena nggak punya uang atau barang untuk ditukarkan dengan sepiring nasi.

Dari kebiasaan para pelanggannya itu, dia nggak bisa memastikan berapa penghasilannya dalam sebulan. Namun menurutnya, pendapatannya cukup untuk membiayai keluarga serta tetap membuat wartegnya terus beroperasi.

“Banyak yang dicatet dulu, ngebon, tapi nggak rugi. Tetep untung,” ujar Suyatmi.

Kamu tertarik makan di warteg ini nggak, Millens! (Zulfa Anisah/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024