BerandaIndie Mania
Rabu, 31 Des 2019 15:00

<em>Moshing</em>, "Olahraga" Baru di Tempat Konser

Salah satu gerakan moshing penonton musik cadas. (Inibaru.id/ Audrian F)

Bagi sebagian orang-orang yang suka menyaksikan pertunjukan musik berirama cadas, mungkin nggak asing dengan kata "moshing", yakni suatu istilah untuk menggambarkan penonton yang menabrakkan diri mengikuti irama lagu. Nggak jarang gerakan ini membuat mereka terluka. Lalu kenapa mereka tetap melakukannya?

Inibaru.id - Biasanya di acara musik bergenre rock, punk, metal, atau hardcore penonton nggak mungkin bakal diam atau duduk-duduk saja sebagaimana mendengarkan lagu-lagu melow. Pasti akan ada penonton yang meloncat-loncat girang, ada juga yang sampai diangkat di atas kepala penonton, dan ada juga yang saling menabrakkan diri. Yap, mereka sedang melakukan moshing.

Nah, beberapa waktu yang lalu yang saya lihat dalam acara “Gemuruh” yang dilaksanakan di Gosty Lounge, Superindo Jalan Sriwijaya. Karena musik yang disajikan keras, maka penonton pun mengikuti iramanya dengan "keras" pula. Menurut Afriandi Wibisono, pengamat musik Kota Semarang yang menggerakkan media musik bernama Semarang On Fire, moshing adalah bentuk luapan setelah mendengar musik-musik cadas. Seperti semacam katarsis.

“Itu seperti kalau kamu mendengarkan musik dangdut terus berjoget. Pada hakikatnya sebetulnya sama, moshing ini lebih untuk melepaskan penat dan adrenalin dengan cara menabrakan diri ke sesame penonton. Tapi meskipun begitu tetap saja nggak ada tendensi melukai,” ujar pria yang akrab disapa Afri tersebut.

Kalau sudah moshing kadang bisa sampai lupa diri. (Inibaru.id/ Audrian F)

Lalu apa sebetulnya motivasi pelaku moshing?

Isnan Mauladi, pria asal Brebes yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro tersebut merupakan salah seorang yang hanyut ke dalam kerumunan moshing. Katanya mohing juga bentuk apresiasi kepada band yang sedang tampil.

“Kalau saya ikut kayak gitu (moshing) saat tahu band dan lagunya saja. Itu bentuk apresiasi sih. Soalnya kebetulan saya juga punya band bergenre metal seperti ini. Kalau penonton moshing itu artinya mereka juga menyukai lagu-lagu saya,” ujar Isnan.

Sama seperti Isnan, Visenso Amor Wijoyo juga ikut moshing kalau tahu lagu dan band-nya saja. Selebihnya dia lebih memilih menonton.

“Nggak selalu ikut sih. Kalau band sama lagunya mendukung saja,” kata Visenso. Namun meskipun begitu saat ikut moshing dia pernah sampai terluka. “Bibir saya sampai pernah robek karena tertonjok sepatu seseorang,” tambah Visenso.

Ada juga bagian penonton yang diangkat oleh penonton lainnya. (Inibaru.id/ Audrian F)

Luka yang mereka dapat kebanyakan karena mereka nggak sadar gerakannya saat moshing membahayakan. Hm, namanya juga terbawa suasana. Lantaran berbahaya, gerakan ini nggak diperkenankan dilakukan sembarang orang.

Urusan luka seperti Visenso tadi, Gregorius juga pernah mengalaminya lo. Katanya sikunya baru saja sembuh dari sayatan luka karena terjatuh saat ikut moshing.

“Ini baru sembuh,” ucap Greg sambil menunjukkan sikunya. “Tapi senang-senang aja sih dan lanjut terus,” imbuhnya.

Sementara Candra, adalah perkecualian. Dia lebih karena hobi. Nggak peduli apa nama band-nya dan judul lagunya. Yang penting moshing.

“Saya sih suka aja. Bagian dari olahraga juga kan? Saya bergerak, saya juga mengeluarkan keringat,” ujar pria kelahiran Pati ini. “Nggak peduli band sama lagunya sih. Ikutan aja terus. Enak senggol-senggolan sama orang,” tambah Candra.

Ternyata seperti itu ya, Millens, pengakuan para pelaku moshing. Kamu sendiri pernah ikut moshing nggak? (Audrian F/E05)

 

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Kisaran Gaji Ketua RT di Jawa Tengah; Semarang Masih Tertinggi

29 Jan 2025

Ngrancasi, Upaya Petani Mawar di Sumowono Mempersiapkan Panen Raya menjelang Lebaran

29 Jan 2025

Begini Cara Nonton Drakor 'The Trauma Code: Heroes on Call' Sub Indo Termudah

29 Jan 2025

Perihal Imlek yang Selalu Identik dengan Hujan

29 Jan 2025

Indonesia-India Perkuat Kerja Sama Digital, Siap Bersaing di Pasar Global

29 Jan 2025

Mengapa Orang Rela Terjebak Macet Berjam-Jam Demi Liburan?

29 Jan 2025

Satu Abad Rumah Dinas Gubernur Jawa Tengah: Puri Gedeh Semarang

30 Jan 2025

Proyek Mendulang Oksigen di Bulan, Sejauh Mana?

30 Jan 2025

Kontroversi Penggunaan Kecerdasan Buatan di Film 'The Brutalist'

30 Jan 2025

Perayaan Imlek dan Isra Mikraj, Lestari Moerdijat: Cermin Keberagaman yang Makin Kuat

30 Jan 2025

Sampai Kapan Puncak Musim Hujan di Jawa Tengah Berlangsung?

30 Jan 2025

Maraknya Pembunuhan Bermotif Sepele: Mengapa Masyarakat Kian Impulsif?

30 Jan 2025

Kampanye Darurat Gadget, Kampung Budaya Piji Wetan Perkenalkan Dolanan Tradisional

31 Jan 2025

Ranking Kampus Terbaik Dunia versi Webometrics, Undip Peringkat ke-4 Nasional

31 Jan 2025

Gelar Tradisi Kawalu per 1 Februari 2025, Baduy Dalam Ditutup 3 Bulan

31 Jan 2025

Keluarga Marlot Bruggeman, Meninggalkan Belanda demi Pulau Kei Kecil di Maluku

31 Jan 2025

Tiga Kapal Tongkang Kandas di Perairan Tanjung Emas Semarang, Polda Terjunkan Tim Pengawas

31 Jan 2025

Punahnya Tradisi 'Ganti Jeneng Tuwa' di Kalangan Laki-laki Wonogiri

31 Jan 2025

Candi Gunung Wukir, Prasasti Canggal, dan Jejak Sejarah Kerajaan Medang

31 Jan 2025

Coffee Morning, PMI Kota Semarang Simulasikan Cara Menolong Korban Kecelakaan

31 Jan 2025