BerandaIndie Mania
Jumat, 7 Nov 2019 19:30

Mengintip Jamasan Batik Subali di Kelurahan Krapyak Semarang

Batik Subali. (Inibaru.id/ Audrian F)

Layaknya benda pusaka, batik Subali dimandikan dengan ritual khusus saat Grebek Subali. Batik ini menjadi simbol identitas dan kekerabatan warga di Jalan Subali.

Inibaru.id - Dalam acara kirab budaya Grebeg Subali yang dilaksanakan pada Sabtu (2/11) sore di Jalan Subali, Krapyak, Kota Semarang, ada salah satu prosesi khusus yang cukup menarik buat saya yakni jamasan atau ritual penyucian batik Subali.

Menurut Joshua, ketua acara Grebeg Subali, prosesi jamasan Batik Subali ini sudah dilaksanakan sejak kali pertama Grebeg Subali dicetuskan pada 2012. FYI, batik tersebut merupakan bikinan asli warga Subali.

“Asal-usulnya ya arena batik tersebut diambil dari nama wilayah yang kita tinggali ini yaitu Jalan Subali. Batik adalah mahakarya dari Indonesia, maka terciptalah batik Subali dan digunakan untuk prosesi jamasan batik di acara Grebeg Subali ini,” jelas Joshua.

Camat Semarang Barat Heru Iskandar (memakai blangkon) menjamas Batik Subali. (Inibaru.id/ Audrian F)

Baca juga: Grebeg Subali, Simbol Kekerabatan Warga Krapyak

Prosesi ini dilaksanakan secara teatrikal, lo. Setelah melakukan beberapa gerakan, pasukan wanara (kera) yang dipimpin oleh Hanoman memberikan batik tersebut kepada Camat Semarang Barat Heru Iskandar. Kain bermotif unik pun dimandikan di dalam kendi yang sudah diisi berbagai bunga. Proses berikutnya, empat putri membawa batik tersebut mengeliling Jalan Subali.

“Batik ini adalah bagian dari simbol tentang rasa kemandirian dan identitas sebuah wilayah. Sebagai pengingat juga terhadap ikatan antara diri kita dengan teritorial yang kita diami. Itulah kenapa batik Subali menjadi syarat utama dalam kirab budaya Grebeg Subali,” pungkas Joshua.

O ya, batik Subali ini belum diproduksi massal, ya. Batik ini baru satu dan hanya dikeluarkan ketika ada Grebeg Subali. Hari-hari biasa disimpan di rumah tetua kampung Suwartono, RT 02 RW 04.

Empat putri pembawa Batik Subali. (Inibaru.id/ Audrian F)

Joshua juga bercerita, sebetulnya Karang Taruna Kelurahan Krapyak sudah punya tujuan untuk memproduksinya, tapi karena keterbatasan waktu dan berbagai halangan rencana itu belum terwujud.

Wah, sayang sekali ya, Millens. (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024