Inibaru.id – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang baru saja diluncurkan bikin kontroversi. Pasalnya, dalam aturan tersebut, ormas keagamaan bakal dapat prioritas jika meminta izin untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Singkatnya, lewat aturan tersebut, ormas agama boleh kelola tambang di Indonesia, Millens.
Meski punya maksud baik agar ormas keagamaan jadi punya pemasukan, nyatanya ide ini justru jadi kontroversi. Banyak yang menolak, bahkan dari pihak ormas agama sendiri. Satu-satunya ormas agama yang sudah mengajukan izin kelola tambang barulah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Ketua Umum PBNU Yahya Cholil. Alasan utamanya sederhana, yaitu mereka membutuhkannya untuk operasional ormas.
“Kalau pemerintah memberi peluang, ya kami tangkap. Kan kami sebagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan butuh untuk mengelola, mengurus berbagai hajat agama dan hajat kemasyarakatan di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain,” ucap Yahya sebagaimana dinukil dari Kompas, Kamis, (6/6/2024).
Di sisi lain, ormas Islam Muhammadiyah justru memilih untuk nggak tergesa-gesa menerima kebijakan pemerintah tersebut. Mereka masih pengin melihat sisi positif dan negatifnya.
“Ini kan persoalan yang krusial ya, tentu Muhammadiyah nggak pengin tergesa-gesa. Kami mau lihat dulu dari sisi positif dan negatifnya sekaligus kemampuan kami dalam bidang itu,” ungap Ketua PP Muhammadiyah Saad Ibrahim sebagaimana dinukil dari Kompas, Rabu (5/6).
Meski begitu banyak pihak memprediksi Muhammadiyah nggak akan sejalan dengan NU terkait kebijakan ini. Apalagi, mantan ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin dengan tegas meminta Muhammadiyah menolaknya. Menurutnya, lebih banyak hal mudharat (negatif) yang akan didapat Muhammadiyah jika ikutan mengelola pertambangan.
Hal serupa diungkap Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Konferensi wali gereja Indonesia (KWI), dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Mereka bahkan lebih tegas menolak tawaran tersebut karena menganggap pengelolaan tambah berisiko menyebabkan konflik agraria dengan masyarakat. Khusus untuk PGI, mereka hanya pengin fokus pada pembinaan umat saja.
“KWI nggak berminat untuk mengambil tawaran tersebut, karena Gereja Katolik setia dengan prinsip bahwa pertumbuhan ekonomi nggak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup,” ucap penurus KWI Marthen Jenarut.
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) juga dengan tegas memilih untuk nggak mengajukan izin kelola tambang. Alasannya, sejak Konfensi 1996, HKBP bertanggungjawab menjaga lingkungan agar nggak dieksploitasi manusia atas nama pembangunan.
Sejauh ini, lebih banyak ormas agama yang menolak pengelolaan tambang ya. Kalau menurut kamu sendiri, baiknya ditolak apa diterima saja nih, Millens? (Arie Widodo/E05)