BerandaHits
Selasa, 2 Okt 2023 13:55

Tambak Udang di Karimunjawa Ganggu Lingkungan, Bagaimana Solusinya?

Pakar Akuakultur Undip, Sri Rejeki menjelaskan sistem pengelolaan limbah tambak udang ramah lingkungan. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Limbah tambak udang di laut Karimunjawa telah memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Agar hal tersebut tidak terus berlanjut, Pakar Akuakultur Undip, Sri Rejeki memberikan rekomendasi pengelolaan limbah tambak udang ramah lingkungan.

Inibaru.id - Keberadaan tambak udang di Pulau Karimunjawa bak pisau bermata dua. Di satu sisi dapat menggerakan roda ekonomi, disisi lain adanya tambak udang bisa mengancam ekosistem laut jika pengelolaan limbahnya tidak ramah lingkungan.

Menurut Pakar Akuakultur Universitas Diponegoro (Undip) Sri Rejeki, dampak pendirian tambak udang di pesisir memang berpotensi merusak ekosistem serta kehidupan masyarakat pesisir.

Perempuan yang akrab disapa Sri itu melanjutkan dampak buruk pembuangan limbah tambak udang ke laut diantaranya dapat menghambat pertumbuhan karang, rumput laut, kerang dan biota lainnya. Sehingga, dikhawatirkan secara perlahan akan merusakan ekosistem laut.

"Sekarang sudah kelihatan dampak buruknya. Dari bau, ombaknya kelihatan hitam pekat seperti comberan. Wajar jika masyarakat banyak yang protes," ucap Sri saat ditemui Inibaru.id di kantornya.

Selain itu, dia mengkhawatirkan pengambilan air tanah secara berlebihan. Karena sistem pengairan tambak udang intensif membutuhkan banyak air tanah sebagai campuran air laut guna menurunkan kadar garam.

"Dampak pengambilan air tanah juga bahaya, bisa menurunkan permukaan tanah. Masyarakat bisa kebanjiran seperti di Dukuh Timbulsloko dan deritanya tak kunjung padam," ucapnya.

Solusi Ramah Lingkungan

Pemandangan salah satu laut di Karimunjawa yang dipenuhi lumut hitam, diduga akibat tercemar limbah tambak udang. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Profesor yang fokus meneliti di bidang Budidaya Berkelanjutan ini kemudian membeberkan pengelolaan limbah tambak udang ramah lingkungan. Caranya dengan menggunakan sistem integrated multitrofic aquaculture.

"Jadi limbahnya nanti masuk ke petak sedimentasi dan biofilter. Sistem ini juga bisa ditanami rumput laut jenis gracilaria, ikan bandeng, nila maupun kekerangan," paparnya.

Jika ingin menggunakan sistem ini, para petambak harus merelakan lahan untuk tempat penampungan tandon yang ukurannya besar. Di dalam tandon tersebut nantinya ikan-ikan yang akan menyaring cairan limbah.

"Ini akan menghemat air tawar yang akan dipakai dan dampak pencemar sudah dimininalisir oleh biota ekstraktif yang ada di sini. Jadi masuk laut sudah relatif bersih. Tapi ini belum dimanfaatkan," tuturnya.

Pohon mangrove mati diduga akibat tercemar limbah tambak udang. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Soal biaya, pengelolaan limbah ramah lingkungan menurut Sri tidak terlalu mahal. Apalagi hasil ikan, rumput laut, kerang yang ditanam disana bisa dijual.

"Murah sekali (pembuatannya) dan wajib hukumnya dalam budidaya di pantai menyediakan satu lahan untuk tandon," ucapnya. "Tapi banyak yang menyepelekan dan menganggap itu tidak bermanfaat".

Namun saran Sri, sebaiknya Karimunjawa tetap dijadikan daerah pariwisata berbasis lingkungan. Dia khawatir, manusia semakin tidak terkendali jika tambak udang terus-menerus beroperasi.

"Luas tandon harus sama dengan lahan tambak. Kalau (limbah) langsung dibuang ke laut, Karimunjawa akan habis dan untuk pulihnya tidak akan mudah," tegasnya.

Meski dampak buruk sudah terlihat di sekitar Karimunjawa, tapi belum terlambat bagi pengusaha tambak untuk bisa memperbaiki sistem pembuangan limbah ke lautan. Jangan sampai terlambat penanganan sehingga Karimunjawa bernasib sama dengan Dukuh Timbulsloko, Demak. (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024