Inibaru.id - Di belahan bumi mana pun, negara selalu dibangun di atas pemberedelan aksi atau karya yang dianggap "berbahaya", dengan kepolisian sebagai aktornya, Namun, ada hal-hal yang nggak bisa dibungkam, salah satunya aksi massa.
Sejarah mencatat begitu banyak gelombang massa yang membuat negara kewalahan. Ada yang digelar dengan terbuka, tapi banyak yang dilancarkan secara sembunyi-sembunyi. Untuk aksi terakhir, salah satunya adalah kemunculan Kode ACAB di banyak sudut kota di dunia.
Selain dalam bentuk grafiti atau corat-coret di jalan, kode yang seringkali disamarkan menjadi 1312 itu juga ramai di media sosial. Di Indonesia, baru-baru ini kode tersebut juga kembali menggema di medsos beriringan dengan tagar #KamiBersamaSukatani.
Tagar itu muncul setelah Sukatani, band indie asal Purbalingga mencabut lagu "Bayar, Bayar, Bayar" miliknya sekaligus melakukan klarifikasi di Instagram resmi mereka pada Kamis (20/2/2025) yang berisikan permintaan maaf kepada Kapolri dan jajarannya atas lagu yang dianggap menyinggung institusi kepolisian itu.
Kemunculan ACAB
Alectroguy dan Twister Angel, penggawa Sukatani yang sebelumnya selalu tampil di gigs atau konser memakai penutup kepala bahkan harus membuka identitas saat melakukan klarifikasi; hal yang rupanya justru memantik kemarahan publik, hingga muncullah gelombang dukungan untuk mereka.
Nah, bersamaan dengan kemunculan tagar dukungan untuk Sukatani di medsos, kode ACAB juga turut menggema di dunia maya. Lantas, apakah makna dari kode yang juga sempat muncul seusai Tragedi Kanjuruhan di Malang beberapa waktu lalu itu?
ACAB adalah singkatan dari All Cops Are Bastards yang kurang lebih berarti "Semua Polisi Itu Berengsek". Tom Dalzell dalam buku The Concise New Patridge Dictionary of Slang and Unconventional English menuliskan, kode ACAB muncul sebagai bentuk kemarahan atas perilaku oknum kepolisian yang buruk.
ACAB merupakan kode yang sudah cukup tua. Masyarakat Inggris diyakini telah menggunakannya sejak pertengahan abad ke-20, berawal dari aksi mogok kerja para pekerja di sana sekitar dekade 1940-an. Kala itu, istilah "All Coppers are Bastards" untuk kali pertama dilontarkan, yang kemudian disingkat jadi ACAB.
Peran Musik Punk
Nggak hanya dilontarkan, kode ACAB juga muncul sebagai grafiti yang tersebar di jalan, bahkan menjadi gerakan bawah tanah di kalangan anak muda. Istilah ini kian populer setelah media Daily Mirror memakainya sebagai tajuk utama pada 1970.
Popularitas kode tersebut kian besar setelah komunitas Punk memakainya dalam berbagai aksi dan karya mereka. Sedikit informasi, komunitas punk dengan gerakan antiotoriter-nya sejak awal memang selalu berada di garis terdepan untuk berhadapan langsung dengan otoritarianisme, dengan sasaran para aparat.
Dari komunitas punk dan karya-karyanya itu pulalah ACAB berkembang luas di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu momen kemunculan terbesar ACAB terjadi pada 2018 bersamaan dengan rekaman kematian lelaki berkulit gelap George Floyd di tangan polisi berkulit putih setelah diborgol di Portland, Oregon.
Kode ACAB muncul sebagai bentuk protes masyarakat atas kebrutalan yang dilakukan oknum polisi tersebut, yang kemudian menjadi awal dari gerakan "Black Lives Matter".
Populer Pasca-reformasi
Sebelum kasus Sukatani, kode ACAB juga pernah populer di kalangan masyarakat di Tanah Air menjelang hingga setelah Reformasi 1998, terutama di kalangan mahasiswa yang kala itu banyak mendapat tekanan dari pihak kepolisian.
Terbaru, kode ini juga banyak terukir di jalanan dan stadion saat terjadi Tragedi Kanjuruhan pada 2022 lalu. Aksi itu muncul setelah 131 orang mati dan ratusan lain luka-luka dalam laga antara Arema FC vs Persebaya. Kebanyakan korban meninggal diyakini karena efek gas air mata yang ditembakkan polisi untuk meredam kaos di dalam stadion.
Lalu, kenapa ACAB juga kerap dikenal sebagai 1312? Kode itu merupakan "versi" numerik dari abjad ACAB dalam urutan alfabet, yakni 1 untuk A, 3 untuk C, dan 2 untuk B.
Tentu saja, seperti lagu "Bayar, Bayar, Bayar" yang telah ditarik Sukatani, kode ACAB nggak merujuk pada institusi kepolisian secara penuh, hanya sebagian oknum yang berperilaku buruk. Namun, popularitas yang mendunia dari kode itu seharusnya menjadi peringatan, bahwa para oknum itu ada di mana-mana! (Siti Khatijah/E07)