BerandaHits
Kamis, 8 Mar 2023 15:23

Ribuan Edelweis Ranca Upas Rusak, Event Motor Trail Perlu Dievaluasi?

Event motor trail di Ranca Upas, Ciwidey, Kabupaten Bandung, rusuh dan merusak alam. (wartaparahyangan)

Setidaknya, 2.000 bunga edelweis Ranca Upas rusak gara-gara dilindas peserta event motor trail. Sebelumnya, banyak kasus kerusakan lahan pertanian atau alam liar gara-gara aksi trabas. Apakah event motor trail perlu dievaluasi?

Inibaru.id – Video yang menunjukkan seorang petani yang membudidayakan edelweis berjenis Bunga Rawa (syngonathus flavidulus) bernama Supriatna viral di media sosial. Dalam video tersebut, dia marah-marah karena tanaman yang dia budidayakan bertahun-tahun hancur begitu saja gara-gara event motor trail.

Dia mengaku sangat menyesalkan event yang melibatkan sekitar 100 motor trail di Ranca Upas, Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Apalagi, menurut keterangannya, tanaman tersebut hanya bisa ditemui di dua tempat di Jawa Barat.

“Dampaknya seperti ini, hancur,” ungkap laki-laki yang akrab dipanggil Uprit tersebut sebagaimana dilansir dari Detik, Rabu (8/3/2023) sembari menunjukkan tanaman yang sudah mati.

Saat dihubungi, Uprit juga menyebut ada sekitar 2.000 Bunga Rawa yang mati di lahan sekitar 3-4 hektare. Di lahan itulah, event motor trail dilakukan.

“Sekitar 2.000 tanaman ada yang terlindas,” keluhnya.

Diprotes Bupati Bandung Barat

Event motor trail yang merusak alam Ranca Upas. (TikTok/Firman89official)

Nggak hanya Uprit yang marah besar dengan event motor trail yang merusak alam tersebut. Bupati Bandung Dadang Supriatna juga ikut menyayangkan. Dia juga merasa dirugikan karena logo Pemerintah Kabupaten Bandung ikut dicomot untuk acara.

“Panitia dan pihak lain yang terlibat dalam event tersebut harus bertanggung jawab. Saya sangat menyayangkan dan mengecam keras kejadian ini,” keluhnya sebagaimana dilansir dari Jpnn, Rabu (8/3).

Dirut Perum Perhutani Wahyu Kuncoro sebagai salah satu orang yang terlibat dalam event tersebut meminta maaf dan berjanji akan melakukan evaluasi. Sayangnya, permintaan maaf ini tidak akan mampu mengembalikan tanaman Bunga Rawa yang sudah kadung mati karena dirusak peserta event.

Event Motor Trail Perlu Dievaluasi?

Banyak kegiatan motor trail yang merusak alam. (Indoposco)

Kasus kerusakan alam akibat event motor trail baik itu yang resmi ataupun “trabas” nggak resmi yang sering dilakukan rombongan pemilik kendaraan tersebut sudah beberapa kali terjadi. Yang cukup populer barangkali adalah rusaknya lahan jagung milik petani akibat aktivitas tersebut pada Desember 2022 lalu.

Di media sosial, video atau foto-foto orang yang melakukan aktivitas motor trail ini bahkan sering disindir oleh pemilik akun anggota band metal @otongkoil. Dia dan sejumlah warganet lainnya menyebut aktivitas tersebut sebagai kegiatan merusak alam.

Memang, bagi sejumlah orang, aktivitas trabas dengan motor trail, apalagi jika mampu menaklukan sebuah medan yang berat atau di hutan yang masih belum terjamah terasa seru untuk dilakukan dan bisa memacu adrenalin. Masalahnya, apakah mereka juga mempertimbangkan dampak dari aktivitas yang mereka lakukan?

Alam liar yang sebelumnya nggak terjamah bisa saja rusak. Jalanan yang biasanya jadi akses para petani lokal juga kemudian sulit untuk dilalui. Bahkan, bisa jadi sungai kecil yang menjadi sumber air untuk dikonsumsi warga atau dijadikan sumber pengairan sawah dan ladangnya juga rusak gara-gara aktivitas ini.

Ada baiknya, pemilik atau kelompok motor trail mempertimbangkan kembali aktivitas mereka di alam liar. Jika perlu, gunakan lahan yang memang sudah dipersiapkan untuk aktivitas itu seperti sirkuit khusus tanpa perlu harus merusak alam. Jadi, hobi tetap bisa disalurkan, tapi nggak ada lagi alam yang harus rusak. Setuju kan, Millens? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024