Inibaru.id - Ketua MK Arief Hidayat telah mengabulkan uji materi terkait pencantuman aliran kepercayaan dalam kolom agama di KTP. Menanggapi hal itu, MUI merekomendasikan agar dibuatkan kartu KTP khusus tanpa mengubah yang sudah ada di masyarakat.
Dilansir dari Antaranews.com, Rabu (29/11/2017), agar keinginan MK terpenuhi serta tidak ada penolakan dari masyarakat, Ketua Umum MUI KH Ma’aruf Amin mengusulkan KTP khusus. Hal itu diungkapkannya seusai penutupan Rakernas ketiga MUI di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Rekomendasi MUI tersebut dihasilkan dalam Rakenas. Untuk mencegah timbulnya kontraksi dan kegaduhan di masyarakat, MUI mengusulkan agar pemerintah melayani warga negara yang membutuhkan pelayanan terkait putusan MK tentang identitas pribadinya dengan ketentuan.
Menurut MUI, pemerintah dapat melakukan pencatuman identitas penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada kartu keluarga. Pemerintah dapat mencetak KTP yang mencantumkan kolom aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan jumlah kebutuhan warga penghayat kepercayaan.
Baca juga:
Kenyang Jajal Dunia Jurnalistik, Advertising, dan Kuliner
Siswa Kita Sabet 91 Medali Turnamen Debat Internasional
Adapun urusan yang terkait dengan hak-hak sipil sebagai warga negara, warga penghayat kepercayaan tetap berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana yang selama ini telah berjalan dengan baik.
Menurut Ma`aruf, tidak perlu menambah KTP yang ada dengan menambahkan aliran kepercayaan.
“KTP yang sudah ada tetap saja, karena agama tidak boleh disejajarkan dengan aliran kepercayaan. Jadi buatkan KTP khusus buat mereka dengan ada pencantuman aliran kepercayaan," kata Ma`aruf yang meyakini jika mengubah KTP yang sudah ada tidaklah efisien dan menelan biaya besar.
Berikut rekomendasi lengkap Rakernas MUI:
Pertama, MUI sangat menyesalkan putusan MK tersebut. Putusan MK dinilai kurang cermat dan melukai perasaan umat beragama khususnya umat Islam Indonesia karena putusan tersebut berarti telah menyejajarkan kedudukan agama dengan aliran kepercayaan.
Kedua, MUI berpandangan bahwa putusan MK tersebut menimbulkan konsekuensi hukum dan berdampak pada tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan serta merusak terhadap kesepakatan kenegaraan yang selama ini sudah berjalan dengan baik.
Baca juga:
Ratusan Artefak Wali Songo Dipamerkan di Kudus
Kisah Islam Nusantara di Kampung Macassar
Ketiga, MUI berpendapat seharusnya MK dalam mengambil keputusan yang memiliki dampak strategis, sensitif, dan menyangkut hajat hiduo orang banyak, membangun komunikasi dan menyerap aspirasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan pemangku kepentingan sehingga dapat mengambil keputusan secara objektif, arif, bijak dan aspiratif.
Keempat, MUI menghormati perbedaan agama, keyakinan, dan kepercayaan setiap warga negara karena hal tersebut merupakan implementasi dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelima, MUI sapakat bahwa pelaksanaan pelayanan hak-hak sipil warga negara di dalam hukum dan pemerintahan tidak boleh ada perbedaan dan diskriminasi sepanjang hal tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (GIL/SA)