BerandaHits
Kamis, 26 Mar 2025 15:01

Ponpes Jamsaren; Simbol Perjuangan Pengikut Diponegoro Melawan Penjajah Belanda

Para pendiri dan staf pengajar Mambaul Ulum pada sekitar 1930. (Tribun Muria/Muhammad Sholekan)

Pondok Pesantren ini berdiri lima tahun sebelum Perjanjian Giyanti yang membagi kekuasaan Mataram Islam menjadi dua.

Inibaru.id - Pondok Pesantren (Ponpes) Jamsaren yang berlokasi di Jalan Veteran No 263 Kelurahan Serengan, Kecamatam Serengan, Solo, merupakan salah satu pesantren tertua di Indonesia.

Berdiri pada masa pemerintahan Pakubuwono IV sekitar 1750-an, pesantren ini didirikan untuk memperkuat dakwah Islam di Surakarta dan mengatasi maraknya adat jahiliyah serta aliran animisme yang berkembang saat itu.

Kehadiran para ulama, seperti Kiai Jamsari dan Kiai Hasan Gabudan, membuat Islam semakin diterima di masyarakat Solo. Pada tahun 1825, Ponpes Jamsaren turut berperan dalam Perang Diponegoro melawan kolonial Belanda dengan mengirimkan santri sebagai pejuang.

"Pada sejarah Surakarta, Jamsaren itu termasuk untuk markasnya pemberontakan Pangeran Diponegoro melawan Belanda yang di Solo. Di sini dipakai sebagai pendukung Pangeran Diponegoro itu untuk di sebelah barat Sungai Bengawan Solo," ucap Chusniatun, putri ke-8 Kiai Ali Darokah sebagaimana ditulis Tribunnewsmuria (23/1/2023).

Perang yang berlangsung selama lima tahun ini cukup merepotkan Belanda hingga mereka menggunakan tipu daya untuk menangkap Pangeran Diponegoro.

Setelah tertangkapnya Diponegoro, Belanda memburu semua pendukungnya, termasuk PB VI, Kiai Jamsari II, dan para santri Ponpes Jamsaren. Akibatnya, banyak santri yang hilang tanpa jejak, mengakibatkan pesantren ini vakum selama 50 tahun.

“Dahulu di sini, Ponpes Jamsaren terdapat sawo kecik (penanda dukungan perjuangan Pangeran Diponegoro). Pohonnya besar. Seiring perkembangan zaman, dan di ponpes juga dipakai sekolah, akhirnya sama bapak saya (Kiai Ali Darokah), pohonya ditebang," ujar Chusniatun mengutip Radar Solo via Goodnewsfromindonesia (11/3/2025).

Kebangkitan Kembali Ponpes Jamsaren

Setelah 50 tahun, Ponpes Jamsaren dihidupkan kembali. (Ist via Kompas)

Setelah lima dekade kosong, Kiai H Idris, yang merupakan keturunan pembantu Pangeran Diponegoro membangun kembali Ponpes Jamsaren. Dia mendirikan surau dan menghidupkan kembali tradisi pengajaran kitab kuning dalam bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam Jawa Pegon. Metode pembelajaran awalnya dilakukan secara sorogan (santri maju satu per satu) dan berkelompok.

Ponpes Jamsaren dikelola secara mandiri tanpa bantuan pemerintah atau instansi lain. Para santri juga diajarkan untuk hidup mandiri dengan membawa bekal sendiri, memasak, dan mencuci tanpa dikenai biaya iuran.

Seiring perkembangan zaman, pada 1913 sistem pengajaran bergeser ke model kelas dengan bimbingan qori atau mualim. Saat itu, PB X mendirikan Madrasah Mambaul Ulum di dekat Masjid Agung Surakarta, di mana santri Ponpes Jamsaren bersekolah pada pagi hari sebelum kembali mengaji di pesantren.

Jejak Ponpes Jamsaren dan Tokoh-Tokoh Besarnya

Ponpes Jamsaren terus berkembang dan dipimpin oleh beberapa kiai ternama, seperti KH Idris, KH Abu Amar (Kiai Jamsari/Kiai Ngabei Projowijoto), serta KH Ali Darokah. Pesantren ini juga telah melahirkan banyak tokoh penting, termasuk Munawir Sazali (mantan Menteri Agama RI) dan Miftah Farid (Ketua MUI Jawa Barat).

Kini, Ponpes Jamsaren terus berkontribusi dalam dunia pendidikan Islam dengan bekerja sama dengan Yayasan Perguruan Al-Islam Surakarta. Dari masa perjuangan hingga kebangkitannya kembali, pesantren ini menjadi salah satu simbol ketahanan dan peran ulama dalam sejarah Indonesia.

Merinding ya membaca perjuangan para kiai dan santri dalam upaya melawan Belanda, Millens? (Siti Zumrokhatun)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: