BerandaHits
Rabu, 31 Jan 2023 11:07

Pembangkit Listrik Mikrohidro Ajarkan Masyarakat di Banyumas untuk Menjaga Alam

Nggak menggunakan listrik dari PLN, kebutuhan listrik di Dusun Kalipondok, Desa Karangtengah, Banyumas dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga mikohidro. (MI/Lilik Darmawan)

Listrik di Dusun Kalipondok, Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga mikrohidro. Untuk tetap bertahan, masyarakat harus bisa menjaga alam sekitar karena listrik bergantung pada aliran deras yang ada di di Telaga Pucung.

Inibaru.id - Bagi warga Dusun Kalipondok, Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, keberadaan Telaga Pucung di tengah-tengah permukiman mereka adalah anugerah. Bagaimana nggak, selain menjadi sumber air bersih, air yang deras dari Telaga Pucung berguna untuk mengoperasikan mesin penghasil listrik untuk sekitar 75 keluarga yang ada di sana.

Sekilas Desa Karangtengah seperti desa lainnya. Desa tersebut terletak di lereng Gunung Slamet, berada di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Jalan di sana berkelok dan memiliki kontur menurun.

Yang istimewa, kebutuhan listrik untuk masyarakat di sana didapat bukan dari Perusahaan Listrik Nasional (PLN) melainkan dari pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Aliran air di Telaga Pucung menggerakkan turbin PLTMH di sana.

PLTMH tersebut merupakan bantuan dari Kodim Banyumas dan PT Indonesia Tower pada tahun 2012. Lima tahun setelahnya, PLTMH tersebut disempurnakan oleh dinas ESDM Jateng dengan kekuatan 15 kilowatt (Kw).

FYI, PLTMH adalah teknologi untuk memanfaatkan debit air yang ada di sekitar untuk diubah menjadi energi listrik. Caranya dengan memanfaatkan debit air untuk menggerakkan turbin yang bakal menghasilkan energi mekanik. Selanjutnya, energi mekanik itu menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.

Biaya Lebih Murah

Aliran air di Telaga Pucung tergolong deras dan konstan sehingga bisa digunakan untuk mengoperasikan mesin pembangkit tenaga listrik. (Katadata/Muhammad Fajar Riyandanu)

Ketimbang menggunakan tenaga lain, instalasi PLTMH tergolong nggak sulit. Dinukil dari laman ditjenppi, untuk membuat PLTMH hanya membutuhkan beberapa syarat fisik, yaitu dibangun di daerah yang memiliki ketersediaan aliran air yang konstan dalam ukuran debit tertentu.

Selain pengoperasiannya mudah, PLMTH merupakan sumber energi yang secara ekonomis sangat efisien.

“Harganya memang murah, apalagi kalau dibandingkan dengan listrik PLN. Saya sekarang memanfaatkan listrik untuk keperluan penerangan, kulkas, freezer di warung, televisi sampai mesin cuci. Ternyata tetap kuat dayanya. Setiap bulan, rata-rata saya membayar iuran sebesar Rp65 ribu,” ungkap Narto, pengurus PLTMH Kalipondok, Desa Karangtengah.

Masyarakat Menjaga Alam

Instalasi PLTMH yang ada di Telaga Pucung Banyumas, Jawa Tengah. (Kompas/Danur Lambang Pristiandaru)

Masyarakat Desa Karangtengah memang banyak diuntungkan oleh keberadaan PLTMH ini. Kehidupan mereka semakin sejahtera dan perekonomian semakin menggeliat sejak listrik dari PLTMH beroperasi. Oleh karena itu, mereka membentuk kepengurusan yang bertugas mengelola serta menjaga keberlangsungan PLTMH.

Lalu, apa yang diupayakan oleh masyarakat agar PLTMH di sana tetap bisa beroperasi? Tentu saja mereka harus menjaga kelestarian alam dan nggak merusak lingkungan. Hal itu disadari benar oleh warga Dusun Kalipondok Desa Karangtengah.

“Masyarakat di sini sadar bahwa suplai air dari Telaga Pucung harus terjaga. Untuk tetap mempertahankan keberadaan Telaga Pucung, maka lingkungan harus tetap alami. Jadi, masyarakat di sini sekuat tenaga bakal mempertahankan hutan dan lingkungan sekitar. Kalau lingkungan dan hutan rusak, maka bencana bakal datang. Kesadaran untuk menjaga hutan dan lingkungan bisa dipertahankan sampai sekarang,”tegas Narto.

Wah, keberadaan listrik bertenaga mikrohidro ini rupanya berdampak bagus bagi lingkungan ya, Millens? Selain pengoperasiannya nggak menggunakan bahan bakar minyak, PLTMH juga membuat masyarakat memiliki tren positif dalam melestarikan lingkungan. (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024