Inibaru.id – Gunung Ungaran yang tingginya “cuma” 2.050 mdpl dikenal sebagai salah satu gunung paling ramah pendaki di Jawa Tengah. Jalurnya nggak terlalu curam, bahkan anak-anak dari desa sekitar bisa dengan santai jalan kaki sampai ke atas.
Puncaknya pun ada tiga, yakni Gendol, Botak, dan Ungaran, yang sering jadi tujuan favorit pendaki pemula. Tapi, banyak pendaki keheranan dengan bentuk puncaknya yang nggak punya kawah sama sekali seperti di Merapi atau Rinjani. Banyak yang akhirnya mengira Gunung Ungaran sebagai bukit berukuran raksasa atau gunung yang sudah mati.
Tapi tahukah kamu kalau gunung yang kelihatannya jinak ini sebenarnya masih aktif?
Kalau kamu main ke kawasan Candi Gedongsongo, Bandungan, coba deh tanya ke warga setempat. Salah seorang warga, Joko, mengaku sering mencium bau belerang, terutama saat malam hari.
“Kalau malam-malam anginnya pas, baunya nyengat banget. Dari kecil saya sudah terbiasa. Dari situ makanya saya yakin Ungaran itu sebenarnya masih aktif,” tuturnya pada Jumat (5/9/2025).
Dugaan Joko sebenarnya benar adanya. Meski Gunung Ungaran kali terakhir meletus sekitar 1600-an dan sejak itu nggak pernah ada catatan erupsi lagi, jejak aktivitas vulkaniknya masih jelas terasa. FYI aja nih, letusan di masa lalu cukup dahsyat sehingga membuat gunung ini punya beberapa puncak, bukan berbentuk kerucut sempurna seperti Merapi.
Demi mendukung dugaan Joko terkait aktifnya Gunung Ungaran, kita bahas dulu kategori gunung api secara geologi, Gez, yaitu:
- Aktif (Tipe A): masih ada magma segar yang siap naik, ditandai erupsi berkala, gempa, dan adanya kubah lava.
- Dormant/Tidur (Tipe B): nggak ada erupsi sejak 1600, tapi masih ada gas vulkanik, air panas, atau belerang.
- Mati (Tipe C): dapur magmanya sudah membeku jadi batuan padat.
Nah, Gunung Ungaran masuk kategori Tipe B, alias gunung tidur. Tapi “tidur” di sini bukan berarti sudah jinak, lo. Di sekelilingnya, dari Gedongsongo, Nglimut, sampai Ungaran Timur, masih banyak ditemukan sumber air panas, kolam lumpur belerang, sampai uap panas yang menandakan dapur magma masih bekerja.
Bahkan, di kawasan Gedongsongo, ada sumber uap panas dengan suhu berkisar 48–53 derajat Celsius, sementara di sisi timur gunung ini suhunya mencapai 42 derajat Celsius. Angka setinggi itu jelas bukan sekadar “air hangat biasa”, tapi bukti adanya panas bumi aktif.
Fenomena seperti fumarol (uap air panas), mud basin (kolam lumpur asam), hingga solfatara (lapisan batuan yang memuntahkan gas sulfur) masih bisa ditemui di kawasan ini. Semua itu jadi petunjuk jelas kalau Gunung Ungaran masih punya “api” di dalam perutnya.
Jadi, meski kelihatan tenang dan bersahabat untuk didaki, Gunung Ungaran sejatinya masih menyimpan energi vulkanik. Bagi warga sekitar, aroma belerang yang sering muncul hanyalah pengingat bahwa gunung ini belum mati.
Kamu sendiri percaya nggak kalau Gunung Ungaran yang kelihatan adem ayem bisa aja menyimpan potensi bahaya, Gez? (Arie Widodo/E07)
