BerandaHits
Selasa, 15 Agu 2022 14:30

Nestapa Warga Tambak Lorok Semarang, Terus Bertahan Meski Rumah Tenggelam

Ilustrasi: Banjir rob semakin sering menenggelamkan Tambak Lorok, Semarang. (Inibaru.id/Triawanda Tirta Aditya)

Setiap tahun, Kawasan Tambak Lorok mengalami penurunan permukaan tanah sampai 3 centimeter. Nggak heran, wilayah tersebut semakin sering tenggelam oleh banjir rob. Dengan kondisi ini, warga di sana pasrah.

Inibaru.id – Jarak antara kawasan Simpang Lima dan Tambak Lorok nggak sampai 10 kilometer. Tapi, dua wilayah ini terlihat sangat kontras. Simpang Lima yang ada di pusat kota Semarang terlihat rapi dan megah, sementara Tambak Lorok yang terus tenggelam oleh air laut terlihat sangat kumuh.

Pemerintah Kota Semarang bukannya tutup mata dengan kondisi Tambak Lorok yang sudah bertahun-tahun mengalami masalah rob air laut. Tapi, sampai sekarang, belum ada solusi jitu untuk mengatasi tenggelamnya area tersebut saat laut pasang.

Menurut penelitian yang dilakukan Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), wilayah Tambak Lorok mengalami penurunan muka tanah yang cukup parah.

Dalam periode 2015 sampai 2020, kawasan Tambak Lorok mengalami penurunan muka tanah sedalam 3 centimeter setiap tahun. Dalam 5 tahun, penurunannya berarti sekitar 15 centimeter. Hal ini pun membuat kampung di sana semakin rentan tenggelam oleh air laut.

Kondisinya diperparah oleh perubahan iklim yang membuat banjir rob semakin sering terjadi dalam durasi yang lama. Warga yang sudah bertahun-tahun tinggal di Tambak Lorok nggak punya pilihan lain selain menerima nasibnya. Apalagi, sebagian dari mereka berprofesi sebagai nelayan yang nggak bisa pindah ke daerah lain.

Timbulnya Masalah Lain

“Dari kecil saya tinggal di sini. Dulu, paling banyak banjir rob tiga kali setahun. Dua hari juga sudah surut. Ini sudah dua tahun lebih banjir rob,” keluh Ketua DPD Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Semarang Slamet Ari Nugroho, Desember 2021 lalu.

Memang, nggak semua wilayah Tambak Lorok tenggelam. Tapi, tetap saja hal ini menyebabkan masalah yang cukup pelik. Contohnya, banyak jalan di sana yang sampai berlumut akibat terlalu lama terendam air laut. Hal ini tentu berbahaya bagi warga yang berjalan kaki atau berkendara.

Tempat pembuangan sampah yang ada di samping Pasar Tambak Lorok juga ikut terendam. Warga pun harus rela mencium aroma sampah yang menyengat hingga sampah yang berceceran karena terbawa air laut ke mana-mana. Mereka juga harus bersiap dengan adanya kemungkinan menyebarnya penyakit akibat kondisi tersebut.

“Itu baunya sampai ke kampung-kampung,” keluh Slamet terkait rob di tempat pembuangan sampah tersebut.

Pemkot Semarang Kesulitan Menanganinya

Pemerintah kesulitan mengurus kawasan Tambak Lorok. (Bisnis/Muhammad Faisal Nur Ikhsan)

Pemerintah Kota Semarang mengaku kesulitan untuk menanggulangi banjir rob di Tambak Lorok. Alasannya, kampung tersebut masuk dalam kawasan yang dikelola Pelindo.

“Masuk kawasan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pelindo, sehingga APBD, APBN, nggak bisa masuk,” ucap Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Rabu (8/6/2022).

Selain itu, Hendi juga mengeluhkan warga Tambak Lorok yang nggak mau direlokasi di tempat lain, seperti ke Rusunawa yang lokasinya nggak jauh dari sana.

“Kita sudah edukasi, sudah cukup lama. Masyarakatnya kita minta pindah ke Rusunawa, tapi mereka nggak mau,” keluh Hendi.

Untungnya, belakangan Hendi mengungkap kalau Pelindo mau memberikan pengelolaan kawasan Tambak Lorok ke Pemkot Semarang. Hal ini pun disambut Pemkot dengan meminta kerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) agar bisa mengatasi masalah banjir rob di sana.

“Alhamdulilah Pelindo sudah mau menyerahkan aset tersebut. Pemkot pun langsung berusaha menanggulangi banjir rob dengan mulai mengendalikan pemanfaatan air tanah di wilayah yang mengalami penurunan muka tanah,” ucap Hendi.

Semoga kawasan Tambak Lorok nggak terlambat untuk dibenahi, ya. Dengan penanganan dan komitmen serius dari Pemkot, kita semua berharap warga di sana nggak lagi merasakan kebanjiran air laut seperti sekarang. (Tem,Sol/IB09/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024