Inibaru.id - Pernahkah kamu merasa kecewa karena seseorang yang pernah kamu bantu justru lebih mudah mengungkit kesalahanmu daripada mengingat kebaikanmu? Atau sebaliknya, pernahkah kamu begitu fokus pada kesalahan orang lain, hingga lupa bahwa ia pernah hadir dalam hidupmu dengan kebaikan yang nyata?
Manusia memang cenderung memiliki bias negatif yaitu suatu kecenderungan psikologis di mana otak lebih cepat menangkap dan menyimpan pengalaman buruk dibandingkan pengalaman baik.
Ini adalah bagian dari mekanisme bertahan hidup: mengenali bahaya lebih penting demi keselamatan. Tapi dalam hubungan sosial, bias ini sering kali membuat kita tidak adil.
Kebaikan kadang nggak meninggalkan jejak sekuat luka. Ketika seseorang menyakiti kita, walau hanya sekali, rasa kecewa atau marah bisa menutupi ingatan akan semua kebaikan yang pernah ia lakukan. Kita terfokus pada satu titik gelap, lalu lupa pada cahaya yang pernah menyinari.
Namun, apakah adil menilai seseorang hanya dari kesalahannya? Apakah kesalahan itu benar-benar menghapus semua nilai baik dalam dirinya?
Merenungkan hal ini penting. Karena jika nggak, kita akan terus terjebak dalam siklus penghakiman. Kita akan mudah menuduh, sulit memaafkan, dan nggak punya ruang untuk menghargai proses tumbuh dan belajar dalam diri orang lain termasuk diri kita sendiri.
Cobalah untuk berhenti sejenak ketika rasa kecewa datang. Tanyakan pada diri sendiri: apakah aku menghakimi karena aku benar-benar terluka, atau karena aku lupa bahwa orang ini juga manusia, sama sepertiku, yang bisa berbuat salah dan benar?
Mengingat kebaikan nggak berarti menoleransi kesalahan, tetapi itu adalah cara untuk menjaga hati tetap jernih dalam menilai. Dan barangkali, dengan begitu, kita bisa memperlakukan orang lain seperti yang kita harapkan saat kita sendiri melakukan kesalahan: dengan pengertian, bukan penghakiman.
Karena pada akhirnya, ukuran kedewasaan bukan hanya tentang seberapa cepat kita bisa menemukan kesalahan orang lain tapi seberapa jauh kita bisa menghargai kebaikannya, meski di tengah kecewa. (Siti Zumrokhatun/E05)
