BerandaHits
Kamis, 15 Mar 2023 17:00

Memanusiakan Pekerja Rumah Tangga dengan Mengesahkan RUU PPRT

Pada aksi IWD 2023 yang lalu, jaringan perempuan di Kota Semarang menuntut wakil rakyat untuk segera mengesahkan RUU PPRT. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Desakan agar DPR segera mengesahkan RUU PPRT terus berkumandang; dengan tujuan utama agar payung hukum itu bisa lebih memanusiakan pekerja rumah tangga (PRT).

Inibaru.id - Pekerja rumah tangga (PRT) atau acap disebut asisten rumah tangga (ART) adalah para "pahlawan" yang memudahkan pekerjaan domestik kita di rumah. Namun, ketiadaan aturan resmi terkait profesi ini membuat mereka begitu rentan mengalami kekerasan dan pelecehan.

Cerita pilu kekerasan yang dialami para PRT nggak satu-dua kali saja kita dengar. Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) bahkan mencatat, ada 2.641 kasus kekerasan terhadap PRT saat bekerja dalam kurun 2017-2023.

Rofiah, seorang PRT asal Kota Semarang, mengaku selalu waswas melakoni pekerjaan tersebut karena minimnya perlindungan hukum yang memayungi profesinya. Karena itulah dia berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) bisa segera disahkan.

"Saya selalu menunggu, tapi nasib RUU PPRT ini kok sepertinya makin nggak jelas; padahal kami butuh undang-undang tertulis untuk melindungi PRT, bukan mengadalkan aturan lisan," keluh Rofiah yang ditemui Inibaru.id di tengah aksi International Women's Day (IWD) 2023 di Semarang, belum lama ini.

Majikan yang Abai

Para peserta IWD 2023 di Kota Semarang turut menampilkan aksi teatrikal. (Inibaru.id/Fitroh Nurikhsan)

Turut serta mengikuti rangkaian IWD di depan Kantor Gubernur Jateng, Rofiah mengungkapkan, posisi PRT saat ini memang sangatlah rentan terhadap kekerasan. Perempuan paruh baya itu pun bercerita gimana tetangganya yang juga seorang PRT meninggal tersengat listrik saat bekerja, tapi diabaikan majikannya.

"Dia meninggal kesetrum, tapi majikannya nggak punya iktikad untuk bertanggung jawab. Tetangga saya juga nggak punya BPJS ketenagakerjaan," kenang Rofiah, gusar.

Selain mengalami kekerasan dan diabaikan majikan, dia menambahkan, PRT juga cukup akrab dengan upah yang kecil. Perempuan asal Kecamatan Mijen ini mengatakan, upah yang diterimanya juga cuma cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, jauh lebih kecil dari dibanding saat masih jadi TKW.

"Dulu (sewaktu menjadi TKW), upah masih bisa ditabung. Sekarang per bulan cuma Rp800 ribu; kurang banget mengingat kebutuhan pokok sekarang semakin mahal," jelasnya. "Idealnya, pengin disamakan dengan pekerja buruh yang dapat upah sesuai UMR."

Patut Disebut sebagai Profesi

Peserta aksi membentangkan poster meminta Ketua DPR RI Puan Maharani untuk segera mengesahkan RUU PPRT. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Koordinator Serikat Buruh Independen Jawa Tengah Mulyono mengatakan, PRT adalah sebuah pekerjaan; patut disebut sebagai profesi. Karena itulah dia mendesak wakil rakyat untuk membuka hati dengan mengesahkan undang-undangnya, agar PRT mendapat perlindungan hukum.

"Kita butuh jasa mereka. Kami, kalangan buruh, sama dengan PRT yang menjual jasa, keringat, dan tanggung jawab yang berat. Upah harus diperhatikan, jangan semaunya sendiri. Mereka juga butuh kesejahteraan untuk keluarganya," ujar Mulyono.

Dia mengaku prihatin lantaran sampai sekarang pekerjaan sebagai PRT masih dipandang sebelah mata, padahal sudah selayaknya mereka diakui sebagai profesi yang dilindungi oleh pemerintah. Ketiadaan standar upah dan kontrak, lanjutnya, bisa sangat merugikan mereka.

"Tanpa kontrak yang jelas, kalau diberhentikan secara tiba-tiba, mereka nggak bisa mendapatkan pesangon yang menjadi hak mereka," tegasnya.

Menyayangkan Sikap Wakil Rakyat

Aksi teatrikal dalam peringatan International Women's Day (IWD) 2023 di Semarang. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Ketua Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Nur Hasanah mengaku sangat menyayangkan sikap wakil rakyat yang nggak juga mengacuhkan para PRT yang menginginkan perlindungan hukum terhadap profesi mereka.

"Sudah 19 tahun penantian dan masih harus menelan kekecewaan? Pedulikanlah keselamatan nyawa para PRT, karena (tanpa UU) mereka sangat mungkin menjadi korban kekerasan," papar perempuan yang akrab disapa Nur tersebut.

Menurutnya, RUU PPRT akan menjadi payung hukum yang tepat untuk para PRT. Aturan tersebut juga memungkinkan mereka memiliki hubungan kerja yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

"Payung hukum berarti pengakuan. Dengan begitu, pandangan orang terhadap profesi PRT pun bakal berubah ke arah yang lebih baik," kata dia.

Angka kemiskinan yang maish cukup tinggi di Jateng, lanjutnya, nggak lepas dari kecilnya upah yang diterima PRT. Secara retoris dia bertanya, bagaimana negara keluar dari kemiskinan kalau PRT yang telah mencurahkan tenaganya sepenuh hati tidak diberi upah layak, perlindungan, apalagi pengakuan?

"Kami tidak meminta dibayar setara UMR, tapi mendapatkan upah yang layak," tegas perempuan yang juga tercatat sebagai anggota Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik) itu.

Mengingat DPR RI memutuskan menunda kembali pengesahan RUU PPRT, agaknya penantian 19 tahun masih harus diperpanjang lagi. Lalu, kapan harapan dan penantian para PRT ini membuahkan hasil? (Fitroh Nurikhsan/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024