BerandaHits
Senin, 17 Jan 2021 13:00

Melawat Laskar Pembela Islam, Menikai Pembubaran FPI dari Sudut Pandang 'Orang Dalam'

Salah seorang eks laskar FPI sedang berjalan menuju bekas Sekretariat Markas Daerah (Madar) Laskar Pembela Islam Jawa Tengah. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Pembubaran FPI akhir tahun lalu menjadi cerita yang cukup mengejutkan. Selama ini, ormas itu memang kerap dipandang negatif oleh masyarakat akibat dakwah dan berbagai aksi demonstrasinya yang terlihat arogan dan kasar. Namun, benarkah nggak ada unsur positif di dalamnya?

Inibaru.id – “Islam itu ramah, bukan Islam marah”. Mungkin itu perkataan Gus Dur yang paling mengena di hati dan pikiran saya. Namun, saat membincang Front Pembela Islam (FPI), sebuah ormas yang belakangan diberedel negara, hanya citra "Islam marah" yang ada di benak saya.

Ya, tapi sudut pandang itu mulai terkikis saat saya ngobrol santai dengan dua anggota Laskar Pembela Islam (LPI), organisasi sayap FPI, Mustofa dan Abdul Salim. Bersama anggota LPI yang lain, keduanya tinggal di Pondok Pesantren An-Najiyah, Pledokan, Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Oya, perlu kamu tahu, FPI merupakan ormas berideologi Islam yang pada 30 Desember 2020 lalu resmi ditetapkan sebagai organisasi terlarang melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung RI, Kapolri, dan Kepala BNPT.

Bertemu mereka belum lama ini, semula saya kekeh dengan pandangan bahwa FPI nggak ramah dalam ber-Islam, yang tentu saja dibantah mentah-mentah oleh keduanya. Mustofa adalah orang yang pertama bereaksi.

“Kalau ada yang nggak suka FPI, dia belum tahu yang sebenarnya (seperti apa) atau termakan hoaks,” sanggahnya, sekaligus mencoba meyakinkan saya yang memang sangat terlihat ragu dengan bantahan itu.

Sebagai "orang luar", harus saya akui kalau sudut pandang saya berasal dari cerita orang, citra dari media, dan keputusan pemerintah. Sebagaimana saya, Mustofa pun melihat bahwa masyarakat awam memandang FPI sebatas permukaannya saja, yakni bercitra tercela.

Padahal, menurutnya FPI punya berbagai kegiatan positif, seperti ta’lim atau pengajian, kegiatan sosial, dan bahkan turut andil dalam perayaan HUT RI.

Berdakwah, tapi Marah?

Pemandangan di salah satu sudut bekas Sekretariat Markas Daerah (Madar) Laskar Pembela Islam Jawa Tengah. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Selain dianggap “keras”, FPI juga kerap dianggap berdakwah dengan kemarahan. Fakta ini nggak bisa ditampik karena saya pernah menyaksikannya sendiri. Berdakwah dengan nada lantang dan materi yang keras mungkin sudah jadi salah satu ciri khas ormas berbendera putih dengan seragam putih ini.

Namun, lagi-lagi anggapan saya tersebut dimentahkan mereka. Kali ini Abdul Salim yang menyanggah. Dia mengaku prihatin lantaran masyarakat turut menganggap eks organisasinya itu keras. Senada dengan Mustofa, lelaki 24 tahun itu menganggap masyarakat yang belum mengenal mereka.

“Yang benar, FPI itu ya ikut AD/ART. Yang sudah terjun ya tidak pernah ikut kekerasan,” kilahnya, yang segera diperkuat Mustofa dengan mengatakan bahwa anggota laskar (LPI) selalu mengedepankan dakwah dengan kelembutan.

Mustofa juga menambahkan, yang disebut dengan jihad bukanlah mengedepankan kekerasan seperti yang dipikirkan oleh masyarakat kebanyakan. Dia bersikukuh, dakwah yang dilakukan teman-temannya adalah kelembutan, lalu kita ber-khisbah dengan amar makruf nahi munkar.

"Yang terakhir adalah jihad, bukan angkat senjata, tapi jihad konstitusional seperti demonstrasi,” tambahnya.

Kendati begitu, mereka nggak menyangkal kalau FPI pernah terlibat dalam aksi sweeping miras atau tempat maksiat, yang kemudian justru berujung pada citra buruk mereka di mata masyarakat luas. Menurutnya, dalam berorganisasi pasti ada proses pendewasaan, termasuk terkait aksi sweeping.

“(Sweeping) itu dulu, sekarang sudah nggak pernah. Kedewasaan kan juga ditentukan dengan umur. Sekarang kami makin dewasa,” akunya.

Aksi Baik yang Nggak Pernah Disorot

Salah satu spanduk FPI yang masih tersisa. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Di balik berbagai pandangan negatif masyarakat, Mustofa dan Abdul Salim menggerutu. Mengapa setiap aksi baik mereka selalu luput dari pemberitaan. Mereka mengaku merupakan bagian dari LPI yang terbilang aktif dalam berbagai aksi kemanusiaan.

Mustofa mengungkapkan kalau dirinya pernah diterjunkan langsung pada penanggulangan bencana tsunami Palu pada 2018 lalu.

“Dua bulan kami menyalurkan bantuan berupa sembako dan pakaian dari FPI maupun masyarakat, buat posko ketika ada bencana, tanpa pandang agama,” kata dia.

Setali tiga uang, Abdul Salim juga mengatakan kalau dirinya kerap diterjunkan langsung ke masyarakat untuk membantu sesama, biasanya di sekitar Jawa Tengah.

“(Di Jawa Tengah) pernah ke Banjarnegara dan Purwodadi. Pernah ke Banten, paling jauh ke Sulawesi,” ungkapnya, yang mengaku menyayangkan berbagai aksi sosial anggota sepertinya yang nggak pernah diliput media.

Meski begitu, mereka nggak mempermasalahkan sebagian besar orang yang nggak memihak kepada bekas organisasi yang menjadi tempat mereka bernaung tersebut. Baginya, itu bukan suatu masalah yang besar.

“Ya, nggak masalah. Aksi kemanusiaan bukan untuk membuat kami terkenal, kok, tapi semata mencari rida Allah,” pungkas Mustofa yang diikuti anggukan Abdul Salim. Saya pun ikut mengangguk tanda setuju dengan pendapat mereka. (Zulfa Anisah/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024