BerandaHits
Sabtu, 6 Okt 2023 09:15

Kerusakan Lingkungan di Karimunjawa, Petambak Udang: Jangan Kambinghitamkan Kami!

Penampakkan tambak udang di Karimunjawa dari udara. (Dokumen Greenpeace)

Isu pencemaran lingkungan di Karimunjawa dinilai akibat limbah dari tambak udang yang dibuang langsung ke laut. Merasa dikambinghitamkan, para petambak menyatakan dengan yakin kerusakan tersebut bukan karena keberadaan tambak.

Inibaru.id - Keberadaan tambak udang di Pulau Karimunjawa memicu pro kontra. Kubu kontra mengklaim aktivitas tambak udang telah mencemari lingkungan karena limbahnya langsung dibuang ke laut.

Di sisi lain, nggak sedikit masyarakat yang menyandarkan kehidupan dengan menjadi petani tambak udang. Lalu bagaimana mereka menanggapi isu pencemaran lingkungan tersebut?

Ketua Persatuan Petambak Karimunjawa, Teguh Santoso merasa keberatan dengan tudingan tersebut. Menurutnya, belum ada hasil riset yang menyatakan aktivitas tambak udang di Karimunjawa merusak lingkungan.

"Perlu kalian tahu secara historis, tambak udang di Karimunjawa sudah ada sejak zaman dulu. Ini suatu kearifan lokal yang harus kami teruskan," kata Teguh Santoso saat ditemui Inibaru.id di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Tengah di Kota Semarang, belum lama ini.

Teguh, begitu dia disapa, mengatakan munculnya lumut hitam, pohon mangrove mati, perairan pantai mendadak berubah jadi hitam pekat dan lain-lainnya bisa saja karena faktor alam. Bukan mencari kambing hitam dengan menyalahkan petani tambak.

"Tanpa diminta, secara berkala saya selalu melakukan uji lab. Karena keberhasilan dari usaha ini adalah faktor air," ucapnya. "Kalau kami tidak memiliki kesadaran dari hulu sampai hilir dalam mengelola tambak, sama saja kita bunuh diri".

Khawatir Banyak Pengangguran

Ketua Persatuan Petambak Karimunjawa Teguh Santoso bersama Kuasa Hukum Ahmad Gunawan. (Inibaru.id/Fitroh Nurikhsan)

Teguh menilai, Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (Perda RTRW) Kabupaten Jepara tahun 2023-2043 yang isinya melarang aktivitas tambak udang di Karimunjawa itu tidak adil untuk petani tambak. Dampak ekonominya akan besar.

Jika tambak udang ditutup secara total, ada banyak masyarakat yang kehilangan rezeki dan mata pencaharian. Oleh karena itu, dia memohon pemerintah mengkaji ulang soal Perda RTRW tersebut.

"Bisa kita hitung dari 33 titik, rata-rata satu titik ada 10 (pekerja). Jadi ada sekitar 330 jiwa yang akan terdampak jika tambak udang tidak lagi diperbolehkan," risaunya.

Dirinya berharap pemerintah punya solusi lain ketimbang menutup. Misalnya dengan memberikan pendampingan tentang masalah Instalasi Pengelohan Air Limbah (IPAL) secara teknis.

Berdampingan dengan Wisata

Beberapa pohon mangrove mati diduga karena tercemar limbah tambak udang. (Inibaru.id/Fitroh Nurikhsan)

Alih-alih menutup, menurut Kuasa Hukum Petambak Karimunjawa, Ahmad Gunawan, tambak udang bisa diharmonisasikan dengan pariwisata. Dengan begitu, semua pihak tidak ada yang dirugikan.

"Ini yang belum terpikiran oleh pemerintah. Selain menawarkan wisata alam, Karimunjawa juga bisa menawarkan pendidikan edukasi soal pengelolaan tambak," ungkap lelaki yang akrab disapa Gunawan.

Sedangkan alasan DPRD Jepara menerbitkan Perda RTRW adalah untuk menjaga Karimunjawa sebagai wilayah konservasi. Perda tersebut juga sudah digodok melalui proses yang panjang.

"Pada akhir tahun 2022 saya sengaja sidak ke salah satu pemilik usaha tambak. Di sana sudah memiliki IPAL, tapi sepertinya kurang maksimal dalam membendung limbah," ucap anggota DPRD Jepara, Haizul Ma'arif.

Dia menegaskan selama ini pihaknya menilai persoalan tambak udang secara objektif. Tidak asal memutuskan sepihak tanpa kajian mendalam.

"Bahkan untuk memutuskan (Perda RTRW) sempat tertunda-tunda. Karena kami ingin seobjektif mungkin memutuskan dari beberapa sisi," tukasnya.

Apapun nanti keputusannya, semoga semua pihak mau legowo menerima demi kelestarian Karimunjawa sebagai wilayah konservasi, ya! (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024